KRI Nanggala 402, Baladewa yang Syuhada di Tengah Samudera Pulau Dewata - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

KRI Nanggala 402, Baladewa yang Syuhada di Tengah Samudera Pulau Dewata

KRI Nanggala 402 (Foto: Ist)

Catatan : Jerry Bambuta*


Sulut24.com, OPINI - Jagat media sosial dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia dibuat was-was dengan berita hilang kontaknya KRI Nanggala 402 di perairan Bali pada 21 April 2021, tepatnya di 60 mil dari Utara perairan Bali. Rencananya kapal selam ini akan melakukan latihan tembak torpedo pada tanggal 22 April 2021. Dalam misi pelatihan tersebut, KRI Nanggala 402 mengangkut 53 kru kapal yang terdiri dari 49 ABK, 1 Komandan Kapal dan 3 orang artileri senjata AL. Kronologinya, pada Tanggal 21 April 2021 pukul 03.46 WITA melakukan penyelaman. Pada pukul 04.00 WITA melakukan penggenangan peluncur torpedo. Pada pukul 04.25 WITA komandan gugus tugas pelatihan akan memberikan otorisasi penembakan torpedo tapi komunikasi terputus. 

Melalui insiden ini, TNI AL mengirimkan “distres international submarine escape and rescue liaison officer” (ISMERLO) dan direspon beberapa negara tetangga untuk memberi bantuan mencari KRI Nanggala 402. Tak tanggung-tanggung, bantuan dari Singapura, Malaysia, India dan Amerika Serikat ikut bergabung dalam misi pencarian KRI Nanggala 402. Pasca misi pencarian selama 72 jam, akhirnya KRI Nanggala 402 dinyatakan tenggelam (subsunk). Hal ini ditandai dengan bukti otentik ditemukannya serpihan berupa pelurus tabung torpedo, pembungkus pipa pendingan, pelumas periskop dan alas yang biasa di pakai ABK untuk shalat.

KSAL Laksamana Yudo Margono mengatakan dari beberapa serpihan yang ditemukan ada kemungkinan KRI Nanggala 402 mengalami keretakan. Serpihan yang ditemukan adalah komponen yang ada di dalam kapal selam dan tidak mungkin terangkat keluar apabila tidak ada tekanan  dari luar atau terjadi keretakan pada peluncur torpedo. Dengan adanya keretakan ini, KRI Nanggala 402 tenggelam hingga kedalaman 850 meter dan disebut mengalami “Subsunk”. 53 kru kapal selam KRI Nanggala 402 telah menjadi “syuhada” di samudera pulau Dewata. Seluruh warga Indonesia terhenyak sembari menaikan doa buat para kru kapal selam KRI Nanggala 402. Dalam istilah kemaritiman, KRI Nanggala 402 disebut “On Eternal Patrol”, sebuah istilah yang mengandung makna untuk tugas patroli selamanya dan tidak akan pernah kembali.

Insiden ini memicu beragam opini di media sosial dan media mainstream. Berbagai opini netizen hingga para pakar bertebaran. Dalam suasana duka ini tentunya tidak elok jika kita saling mempersalahkan, tetapi melalui insiden ini setidaknya memberikan kita sebuah catatan otokritik konstrukstif yang kritis terhadap realitas alutista (alat utama sistem senjata) yang di miliki negara kita. 

KRI Nanggala 402 merupakan kapal selam tipe U-209/1300 yang di produksi galangan kapal Howaldt Deutsche Werke di Jerman pada tahun 1979. KRI Nanggala 402 mulai berlayar pada tahun 1981 dan tercatat pada tahun 2010-2012 sempat mengalami perbaikan menyeluruh di Korea Selatan. Jika di hitung dari usia produksi  sampai mengalami “Sub Sunk”, maka KRI Nanggala 402 sudah berusia 42 tahun. Usia kapal selam tersebut bukan cuma sudah tua tapi renta.

Mengutip jurnal ilmiah karya Wibowo H. Nugroho dan Ahmad S. Mujahid berjudul “Prediksi Umur Kelelahan Struktur Badan Tekan Kapal Selam Karena Pengulangan Perubahan Beban Hidrostatik”, disimpulkan bahwa usia 42 tahun ternyata jauh melebihi batas ideal usia pemakaian armada kapal selam. 

Dalam jurnal tersebut di jelaskan bahwa peristiwa penyelaman dari permukaan laut masuk pada kedalaman operasional dan kembali ke permukaan lagi menyebabkan kapal selam mengalami perubahan beban yang berulang, atau disebut “repeated load”. Hal ini menimbulkan kontribusi yang cukup besar dalam kejadian kelelahan material struktur kapal selam. 

Jurnal ilmiah tersebut merekomendasikan umur kelelahan struktur badan tekan kapal selam adalah 29 tahun. Terkait dengan penggantian armada kapal selam untuk kebutuhan TNI AL, di rekomdasikan untuk di ganti setelah armada kapal selam berumur 25 tahun. Meski demikian,  tetap di butuhkan pemeriksaan secara keseluruhan pada struktur badan tekan kapal selam paling tidak 1-2 kali dalam setahun.

Beranjak dari insiden ini maka peremajaan alutista TNI benar-benar memiliki urgensi dan menjadi prioritas mendesak dari pemerintah RI, dalam hal ini kementerian terkait yaitu kementerian pertahanan. Tapi cukup dilematis, karena penguatan alutista ini tidak hanya dari matra Angkatan Laut tapi juga matra Angkatan Darat dan Angkatan Udara, di mana kebutuhan alokasi anggaran untuk kebutuhan alutista untuk tiga matra tersebut menyerap angka yang sangat besar. Data yang di lansir Media CNN, Indonesia berjumlah penduduk 262,7 juta jiwa dengan personel militer sebanyak 400.000 personel militer dan 400.000 personel cadangan. Tapi anggaran pertahanan yang di gelontorkan rata-rata mencapai angka Rp 110,4 triliun per tahun. Di bandingkan dengan Singapura yang hanya punya penduduk 5,9 juta jiwa tapi memiliki 72.500 personel militer aktif, 312.500 personel cadangan dan anggaran militer mencapai Rp 162,7 Triliun. Indonesia dengan wilayah Negara yang jauh lebih besar dari Singapura tapi sayangnya alokasi anggaran militer malah lebih kecil di bandingkan Singapura.

Selain alokasi anggaran militer terbatas, mayoritas anggarannya pun lebih dominan untuk belanja pegawai. Misalnya tahun 2020, Indonesia menganggarkan 127,35 triliun untuk bidang pertahanan. Tapi anggaran sebesar itu 41,6% dipakai untuk belanja pegawai, belanja barang 32,6% dan belanja modal sebesar 25,4%. Sementara, untuk program modernisasi alutista dialokasikan secara khusus sebesar 10,66 Triliun. 

Minimnya alokasi anggaran untuk alutista kerap kali membuat kebijakan anggaran harus membeli alutista bekas. Tidak heran jika Prabowo sebagai Kemenhan lalu sempat di protes oleh publik karena berencana mendatangkan jet tempur Eurofighter Typhoon bekas dari Australia. Kebijakan modernisasi alutista kerap menjadi dilema antara urgensi penguatan pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara tanpa harus menggeser urgensi penguatan kesejahteraan pembangunan negara.

Upaya peremajaan alutista tiga matra TNI sebenarnya sudah tertuang dalam kebijakan Kemenhan (Kementerian Pertahanan) dalam program MEF (Minimum Essential Force). Di mana kebijakan MEF ini di bagi dalam tiga tahap, yaitu tahap I dimulai dari tahun 2010-2014, tahap II dimulai dari tahun 2015-2019 dan tahap III dimulai dari tahun 2020-2024. Tapi ini pun masih terkendala karena prosentase anggaran pertahanan terhadap PDB (produk domestik bruto) hanya mencapi 0,8% alias di bawah 1%.  

Secara ideal, untuk prosentase anggaran alutista terhadap PDB harus mencapai 1,2%. Saat ini kebijakan MEF sudah memasuki tahap III untuk tahun 2020-2024, dan pada periode ini seluruh dunia termasuk Indonesia turut mengalami dampak goncangan ekonomi karena Pandemi COVID 19. Sebagian anggaran pembangunan sektor pertahanan di alokasikan ke program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional). Di mana alokasi anggaran ini mencapai 695,2 Triliun dan berasal dari realokasi anggaran di tingkat kementerian dan/atau lembaga negara.

Di tengah minimnya alokasi anggaran alutista dan situasi ekonomi yang tidak stabil tapi diperhadapkan dengan urgensi penguatan pertahanan negara, maka solusi tengah yang harus dikedepankan adalah pemetaan anggaran berdasarkan skala prioritas untuk kebutuhan pertahanan negara dengan mempertimbangkan mitigasi ancaman keamanan secara geopolitik kawasan. 

Insiden tenggelamnya KRI Nanggala 402 merupakan insiden kecelakaan ketiga yang melibatkan kondisi kapal TNI AL yang sudah tua selama kurang dari lima tahun terakhir sejak tahun 2018. Pada tahun 2020 lalu, kapal perang KRI Teluk Jakarta 541 tenggelam di perairan arah timur laut Pulau Kangean, Jawa Timur. Kapal perang buatan Jerman Timur tersebut tenggelam di usia 41 Tahun. Dalam insiden kecelakaan ini, semua awal kapal selamat. Pada tahun 2018, KRI Pulau Rencong terbakar dan tenggelam di perairan Sorong, Papua Barat. Semua penumpang selamat dari insiden yang menerpa kapal buatan tahun 1979 itu. Dalam kurun waktu kurang dari lima tahun sejak 2018 – 2021 telah terjadi insiden kecelakaan dua kapal perang dan 1 kapal selam. Realitas ini menjadi pijakan yang mendesak bahwa alutista dalam matra TNI AL urgen di lakukan modernisasi.

Di sisil lain, Indonesia sebagai negara maritim dengan wilayah perairan memiliki tiga alur laut yang sebagian di antaranya adalah kategori perairan yang dalam. Berdasarkan wikipedia, alur laut kepulauan Indonesia atau disingkat “ALKI” adalah alur laut yang ditetapkan sebagai alur untuk pelaksanaan hak lintas alur laut kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut internasional. Alur ini merupakan alur untuk pelayaran dan penerbangan yang dapat di manfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing di atas wilayah laut tersebut untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan damai dengan cara normal. 

Wilayah ALKI di bagi pada ALKI I yang melintasi Laut China Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda dan Samudara Hindia. ALKI II mencakup wilayah yang melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores dan Selat Lombok. ALKI III mencakup wilayah yang melintasi Samudera Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, Laut Sawu dan Samudera Hindia.

Dengan memiliki tiga wilayah ALKI ini membuat Indonesia berpotensi sebagai poros maritim strategis yang menjadi jalur lalu lintas pelayaran dan penerbangan Internasional. Secara oceano-geografis, dengan pembagian wilayah ALKI, Indonesia memiliki empat dari jalur pelayaran internasional, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Makassar – Lombok dan Selat Ombai – Wetar. Sitohang dalam jurnal ilmiahnya tahun 2008 berjudul “Perbatasan Wilayah Laut Indonesia Di Laut Cina Selatan : Kepentingan Indonesia Di Perairan Natuna”, menyatakan bahwa tiga jalur pelayaran internasional yang berada di luar wilayah Indonesia adalah Terusan Suez di Mesir, Terusan Panama dan Selat Gibraltar antara Spanyol dan Maroko. Dengan adanya ALKI, laut Indonesia menjadi jalur pelayaran tersibuk di dunia. Menurut sumber “Review of Maritim Transport” yang di terbitkan oleh UNCTAD (The United Nations Conference On Trade And Development) pada tahun 2008, perdagangan melalui jalur laut Indonesia akan meningkat mencapai 44% pada tahun 2020 dan akan meningkat mencapai dua kali lipat pada tahun 2031.

Realitas kawasan ini menempatkan Indonesia secara strategis dari aspek geoposisi, geoekonomi dan geopolitik dalam regional Asia Pasifik sebagai penentu peta ekonomi global di Asia Tenggara. Tapi hal ini memicu bukan hanya peluang tapi sekaligus ancaman, dengan adanya ALKI membuat wilayah Indonesia seperti di fragamentasi oleh sekat imajiner, hal ini membuka peluang bagi aneksasi asing yang mengancam keutuhan dan kesatuan Indonesia. Ancaman keamanan laut akan terus meningkat jika Indonesia belum mampu menerapkan  strategi dan jaminan keamanan serta kepastian hukum untuk penegakan kedaulatan di wilayah laut Indonesia. Berpijak pada situasi geopolitik ini, maka penguatan pertahanan militer negara wajib mempriotitskan matra TNI AL dan TNI AU. Wilayah ALKI I- III menjadi wilayah transit baik untuk lalu lintas pelayaran asing dan pesawat asing sehingga kekuatan TNI AL dan TNI AU wajib punya kekuatan solid melindungi setiap jengkal dari wilayan perairan dan wilayah udara Indonesia. Dan lanskap kebijakan ini wajib menjadi atensi yang serius dari kementerian terkait yaitu kementerian pertahanan.

Jika melakukan “flash back” dengan kebijakan kementerian pertahanan sebelumnya, maka kita akan menemukan lanksap prioritas tersebut malah antagonis dengan langkah kebijakan yang sudah di lakukan sebelumnya. Media CNN dalam tajuk “Prabowo Dan Ironi Modernisasi Alutista Pakai Barang Bekas” pada tanggal 24 April 2021 melansir temuan dari Pusat Kajian Anggaran DPR RI bahwa capaian MEF pada tahap II masih mandek (tahun 2015-1019). Seharusnya pada 2019 capaian MEF sudah mencapai  target 75,54%, tapi realisasinya baru mencapai 63,19%. Sangat di butuhkan strategi percepatan pemenuhan target MEF mengingat realisasi tahap II masih di bawah target. Pusat Kajian Anggaran DPR RI menemukan bahwa capaian MEF paling rendah adalah TNI AU. Pemenuhan alutista di TNI AU hanya mencapai 45,19%, capaian di TNI AL sebesar 67,57% dan capaian TNI AD sebesar 78,82%. Dari data ini maka kita bisa memberikan kesimpulan bahwa kebijakan pencapaian target MEF masih di dominasi oleh TNI AD.

Semoga insiden KRI Nanggala 402 benar-benar menjadi bahan evaluasi yang sangat mendalam bagi kementerian pertahanan sebagai lembaga negara yang di beri tanggung jawab besar mengelola anggaran APBN terbesar kedua setelah kementerian PUPR. Selain harus memperhatikan skala prioritas untuk mitigasi ancaman keamanan secara geopoltik Kawasan, kementerian pertahanan benar-benar harus merakit strategi kebijakan yang tepat sasaran dan paripurna dalam pencapaian modernisasi alutista TNI.

Dalam cerita pewayangan, Nanggala adalah senjata sakti yang di miliki oleh Baladewa. Baladewa adalah saudara Krisna yang terkenal dengan senjata sakti Chakra. Senjata Nanggala berbentuk seperti bajak yang memiliki kekuatan maha dahsyat yang sanggup membelah gunung dan melelehkan besi baja. 53 orang kru KRI Nanggala 402 adalah “Baladewa” yang telah menjadi “Syuhada” di samudera Pulau Dewata demi mengamankan wilayah kedaulatan maritim Indonesia. Mereka adalah “Baladewa-nya Indonesia” dan kita wajib memanjatkan doa kepada Tuhan sembari dengan penuh hormat mengucapkan “Wira Ananta Rudira” kepada mereka para “Baladewa-nya Indonesia”.


    Biografi Penulis 


Jerry Bambuta, sejak tahun 2010 aktif sebagai Mentoring Group Leader dari pelayanan misi holistic interdenominasi ARK OF CHRIST LANGOWAN yang di naungi oleh Yayasan Bahtera yang berpusat di Bandung, Jawa Barat. Aktif dalam melakukan kegiatan pelatihan kepemimpinan muda dan pemuridan di kampus UNSRAT Manado dan UNIMA Tondano. Selain itu, aktif sebagai Leader dari MATCON (Mapalus Tech Construction) yang focus dalam layanan komersil dalam bidang Website Development, Software Development, Rural Network Solutions, IT Security, IT Master Plan, IT Consulting & Training. Bersama tim MATCON, pada tahun ini sementara menyiapkan konsep optimalisasi dalam peran pendampingan e-government untuk setiap pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, pemerintah kota dan pemerintah desa dalam penerapan e-government di kawasan Sulawesi Utara dan Indonesia Timur. Selain itu juga, berperan aktif sebagai pimpinan dalam program Forum Literasi Masyarakat (Forlitmas) Sulawesi Utara, FORLITMAS adalah sebuah wadah edukatif yang focus membangun literasi masyarakat, publikasi riset, afiliasi kemitraan dan inkubasi kemandirian masyarakat. Forlitmas di dominasi oleh pemuda/mahasiswa/aktivis yang terpanggil berperan dalam membangun kultur literasi masyarakat baik secara local maupun nasional. Dalam kegiatan swadaya tani nelayan, sejak tahun 2014 giat melakukan pembinaan petani di Kabupaten Minahasa dalam program GENTA SAKTI (Gerakan Pertanian Desa Produktif). Di sisi lainnya, sejak tahun 2019, membangun jejaring bernama “Poros Indonesia Timur” yang bergerak dalam pelatihan kepemimpinan dan sociopreneur bagi pemuda/mahasiwa/aktivis/entrepreneur OAP (orang asli Papua) di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat, yaitu Sorong, Teluk Bintuni dan Manokwari. Email. Jerbam157@gmail.com