INTIM Tidak Kebagian, Dana Kemitraan Hanya Biayai 54 Proyek di Jawa-Sumatera - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

INTIM Tidak Kebagian, Dana Kemitraan Hanya Biayai 54 Proyek di Jawa-Sumatera

Menko perekonomian-Airlangg Hartarto (foto: ist)

Sulut24.com, MANADO – Kawasan Indonesia Timur (Intim) termasuk Sulawesi, ternyuata tak kebagian proyek yang bersumber dari dana kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (Just Energy Transition Partnership (JETP). Padahal, jumlah dana kemitraan JETP yang sudah masuk itu cukup besar, yakni Rp18,15 triliun.
Padahal kawasan Intim seperti Sulawesi, sangat memerlukan peningkatan pembangunan di bidang energy listrik. Termasuk di Provinsi Sulewsi Utara (Sulut), beberapa kabupaten dan kota sangat memerlukan penambahan pembangkit listrik. 

"Kebutuhan listrik di Sulawesi Utara misalnya, masih belum tercukupi. Saat ini ada titik tertentu, terutama di daerah pulau-pulau bahkan sedang mengalami krisis listrik,’’ kata Sumitro Jakobus, tokoh masyarakat di Kabupaten Kepulauan Sitaro (Siau Tagulandang Biaro), Sabtu (29/03/2025) kepada wartawan di Manado.
Tidak hanya di kawasan Nusa Utara, bahkan ada titik tertentu di Manado dan Minahasa Utara yang tersentuh listrik. ‘’Tetapi kami masih sangat berharap, krisis listrik di Sulut akan segera teratasi. Kecukupan listrik untuk masyarakat segera terpenuhi pada periode ini,’" kata Jakobus.

Adapun dana kemitraan JETP saat ini, ternyata membiayai 54 proyek yang hanya berlokasi di Sumatera dan Jawa. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dari total pendanaan tersebut, 9 proyek mendapatkan dana dalam bentuk pinjaman atau ekuitas, sementara 45 proyek lainnya menerima hibah senilai US$ 233 juta.

Selain itu, International Partners Group (IPG) juga telah mengamankan jaminan sebesar US$ 1 miliar melalui multilateral development banks guarantee untuk mempercepat proyek-proyek transisi energi bersih di Indonesia. 

"Implementasi JETP ini sebanyak 54 proyek telah menerima dukungan pendanaan internasional dengan komitmen US$ 1,1 miliar," kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025).

Airlangga kemudian merinci, ada sejumlah proyek yang mendapatkan pendanaan besar dari JETP, di antaranya ada program pengembangan panas bumi (geothermal) Muara Laboh di Sumatera Barat. Proyek ini diharapkan beroperasi pada 2027.

Selanjutnya, ada beberapa proyek yang sudah masuk ke dalam pipeline seperti proyek fotovoltaik di Saguling, Kabupaten Bandung Barat. Lalu ada juga proyek dekarbonisasi pembangkit listrik Cirebon Power, juga di Jawa Barat, masuk dalam daftar penerima pendanaan.

"Di samping itu juga ada beberapa proyek yang lain, termasuk waste to energy yang diusulkan untuk segera masuk di dalam pipeline JETP yaitu proyek di Legok Nangka, Jawa Barat," ujarnya.

AS MUNDUR 

Lebih lanjut Airlangga juga memastikan, tidak ada perubahan komitmen pendanaan setelah AS hengkang dari program ini. Indonesia tetap akan mendapatkan pendanaan senilai US$ 20 miliar atau setara Rp330 triliun (kurs Rp 16.500).

"Jerman dan Jepang untuk tetap menjadi co-lead JETP, walaupun Amerika mengundurkan diri. Jadi ini komitmen untuk JETP dilanjutkan. Dan targetnya adalah untuk mendukung transisi energi di Indonesia menuju net zero emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih cepat," tegasnya.

Ia juga menekankan, Indonesia tetap berkomitmen untuk mencapai target penurunan emisi pada 2030 sebesar 31,89% secara mandiri dan 43% apabila mendapat dukungan pendanaan internasional.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Transisi Energi dan Ekonomi Hijau berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator (Kepmenko) Bidang Perekonomian Nomor 141 Tahun 2025.

"Satgas ini dibentuk memiliki empat kelompok kerja yaitu energi hijau, industri hijau, kemitraan dan investasi hijau serta pengembangan sosial, ekonomi dan sumber daya manusia," ujarnya.

Indonesia melalui Indonesia Energy Transition Facility (IETF) mendapat hibah 14,7 juta euro atau setara Rp 248,43 miliar (kurs Rp 16.900) dari Uni Eropa (UE) dan Prancis. Pendanaan ini merupakan bagian dari program 5 tahun yang berlangsung dari tahun 2025 hingga 2030.

Program IEFT sendiri dirancang oleh Agence Francaise de Development (AFD) yang dibiayai oleh UE dan Prancis sebagai dukungan untuk implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP), khususnya program pinjaman 500 juta euro. UE akan menyediakan 10,6 juta euro dari jumlah hibah tersebut, sementara Prancis lewat AFD menyumbangkan 4,1 juta euro.(cni/alfa)