Pandangan Tokoh Sulut Terhadap RUU HIP, Pancasila Final Tidak Bisa Diutak-Atik - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Pandangan Tokoh Sulut Terhadap RUU HIP, Pancasila Final Tidak Bisa Diutak-Atik

Warga melakukan aksi demo penolakan RUU HIP
(Foto via .pikiran-rakyat.com)
Sulut24.com – Manado, Rancangan Undang-undang Haluan Idiologi Pancasila (HIP) hingga kini masih menjadi perbincangan. Kehadiran RUU HIP mendapat respon peonolakan keras dari berbagai pihak diantaranya Tokoh-Tokoh di Sulawesi Utara.

Ketua Gerakan Pemuda Ansor Provinsi Sulawesi Utara Yusra Alhabsyi menilai RUU HIP wajib ditolak oleh seluruh komponen bangsa. Alhabsyi berujar bahwa RUU HIP telah melanggar konsesnses para pendiri bangsa.

“Pancasila tidak bisa di utak-atik lagi, karena Pancasila yang mampu memperstukan indonesia. Jika RUU HIP ini tetap dipaksaakan maka akan merusak seluruh tatanan keberagaman dan kebersamaan masyarakat indonesia,” tutur salah satu Tokoh Muda Sulut ini.

Sementara itu Ketua Pengurus Wilayah Mathla’ul Anwar Provinsi Sulawesi Utara Awaluddin Pangkey mengatakan bahwa DPR harus segera menghentikan pembahasan RUU tersebut. Menurutnya Pancasila adalah Falsafa Negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan arahnya tidak boleh dibelokkan.

“Bebera poin di RUU itu kan memang sangat jelas, salah satunya memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila. Padahal para founding father kita sudah bersepakat bahwasaanya apa yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 itulah yang menjadi kesepakatan, mengakomodir semua kepentingan dari berbagai macam agama, suku dan ras yang ada di Indonesia, sudah jelas itu arahnya jadi harus dihentikan,” ucap Pangkey saat diwawancarai beberapa waktu lalu dikediamannya.

Selain terkait isu pembelokan arah Pancasila, isu komunisme juga turut mencuat saat RUU HIP tersebut masuk ke Gedung Parlemen dan mulai dibahas oleh para Wakil Rakyat. Banyak Tokoh menaruh kecurigaan bahwa kehadiran RUU HIP merupakan salah satu upaya untuk menghidupkan kembali paham Komuis di Indonesia.

Awaluddin Pangkey menilai kecurigaan dari para Tokoh-tokoh tersebut merupakan hal yang wajar karena melihat latar belakang orang-orang dibalik RUU HIP itu.

“Kalau melihat orang-orang yang memainkan proses dari pada RUU Haluan Idiologi Pancasila ini patut dicurigai, kita harus tetap waspada. Kalau bilang hari ini Komunis sudah mati ya tidak ada, satu idiologi itu tidak akan pernah mati sampai kapan pun, karena pikiran manusia ini terus tumbuh dan berkembang,” jelas Ketua Pengurus Wilayah Mathla’ul Anwar Provinsi Sulawesi Utara.

Tidak hanya umat Muslim, Pangkey juga menilai penolakan RUU itu harus juga disuarakan oleh seluruh elemen umat beragama yang sependapat bahwa RUU tersebut harus segera dihentikan.

“Itu semua harus menjadi agenda umat bergama di Indonesia, bahwasannya undang-undang ini harus kita hentikan, harus kita tolak, kalau perlu orang-orang yang memaksa, walaupun dia adalah wakil rakyat harus diselidiki apa motifnya. Karena ada beberapa poin yang kita lihat disitu ada muatan-muatan untuk mengecilkan arti dari pada Ketuhanan Yang Maha Esa,” tandasnya.

Sekali lagi Ketua Pengurus Wilayah Mathla’ul Anwar Provinsi Sulawesi Utara Awaluddin Pangkey menegaskan bahwa Pancasila sudah final dan ideal untuk Bangsa Indonesia.

“Pancasila itu sudah ideal karena sudah mengakomodir kepentingan semua umat bergama, kepentingan orang-perorang, kepentigan suku bangsa yang ada di Indonesia,” tegas Pangkey.


Berganti Menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)

Masifnya penolakan terhadap RUU Haluan Idiolog Pancasila (HIP) membuat pemerintah akhirnya mengganti RUU HIP menjadi RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Dikutip dari kompas.com Ketua Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) PDI-P, Zuhairi Misrawi Kamis (16/7/2020) menyampaikan bahwa saat ini pemerintah telah menyerahkan konsep Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) kepada DPR RI

Menurut Zuhairi Misrawi draft RUU BPIP berbeda dengan RUU HIP. Tambahnya, pada RUU HIP terdapat 10 bab dan 60 pasal sedangkan pada (RUU BPIP) 7 bab 17 pasal menurutnya dalam pasal pertama ditegaskan langsung bahwa Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila dalam pembukaan UUD 1945

Sementara itu Menko Polhukam Mahfud MD juga mengatakan, bahwa konsep RUU BPIP yang diserahkan ke DPR tersebut telah berlandaskan pada TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme atau Marxisme yang semula tidak tercantum dalam RUU HIP.

"Kalau kita bicara pembinaan dan pengembangan ideologi Pancasila, maka TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966, itu jadi pijakannya, salah satu pijakan pentingnya. Itu ada dalam RUU ini menjadi menimbang butir dua, sesudah UUD 1945," kata Mahfud dikutip dari Kompas.com.

Sementara itu, konsep Trisila dan Ekkasila yang juga menjadi kontroversi juga ikut hilang dalam rancangan RUU BPIP tersebut.

Namun Ketua DPR Puan Maharani mengatakan bahwa, konsep RUU BPIP dari pemerintah tidak serta merta akan dibahas. Tambahnya DPR akan mempertimbangkan kritik dan saran dari masyarakat terkait RUU BPIP tersebut.

"DPR dan pemerintah sudah bersepakat bahwa Konsep RUU BPIP ini tidak akan segera dibahas, tetapi akan lebih dahulu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut mempelajari, memberi saran, masukan, dan kritik terhadap konsep RUU tersebut," kata ketua DPR RI.
(Fn)