Tari Poco-Poco Mulai Geser Tarian 4 Wayer, Tokoh Adat Bagai 'Macan Ompong' - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Tari Poco-Poco Mulai Geser Tarian 4 Wayer, Tokoh Adat Bagai 'Macan Ompong'

Sejumlah remaja saat menari 4 Wayer (Foto via sitaro.wordpress.com) 

Sulut24.com, SITARO - Sangat ironis, warisan budaya keluhur yakni tarian 4 Wayer dan potensi budaya lainnya milik warga di Kabupaten Sitaro mulai digerus oleh budaya luar daerah yang sebelumnya gigih dilestarikan warga masyarakat di daerah yang dijuluki negeri 47 pulau itu. Pasalnya sejak Daerah Sitaro menjadi daerah otonomi, tiada pernah lagi ada gelaran kesenian budaya asli daerah tersebut. Yang lebih parah justru di Kepulauan Sitaro sejak diresmikan menjadi daerah Kabupaten definitif yang diberi ruang oleh pemerintah daerah justru budaya daerah lain yang nilai budayanya melenceng jauh dari norma dan adat ketimuran.

"Sebagai anak daerah kami merasa prihatin dengan pergeseran nilai budaya yang terjadi di daerah kami. Coba bayangkan belakangan ini  pemerintah daerah Sitaro justru lebih giat dan rutin melestarikan tarian 'aneh' seperti tari poco-poco atau goyang tobelo dalam kegiatan perlombaan pada hari-hari besar. Ini aneh kan ?," ungkap Hendrik Kansil, Ketua Umum Brigade Karamando kepada awak media, Jumat (19/8/2022). 

Dikatakan Kansil keprihatinan seperti ini harusnya menjadi pekerjaan rumah dan perhatian serius lembaga serta tokoh-tokoh budaya di daerah itu. Tapi dirinya menilai, sejumlah figur yang ditengarai sebagai tokoh adat justru seperti macan ompong dan tak mampu berbuat apa-apa guna melestarikan potensi budaya asli seperti tarian 4 wayer, tari gunde, Masamper dan sejumlah tarian budaya lainnya. 

"Harusnya dengan kondisi seperti ini, tokoh-tokoh adat di daerah ini mengambil sikap bagaimana mempertahankan dan melestarikan potensi budaya daerah sendiri yang merupakan aset leluhur yang tak ternilai harganya agar jangan tergerus oleh aset budaya yang selama ini terus dikembangkang oleh Pemerintah Daerah dengan memperlombakannya dalam berbagai event resmi. Kalau sudah seperti ini sebaiknya lembaga adat yang ada di daerah kami ini di bubarkan saja dari pada seperti tak berdaya dan antara ada dan tiada," tutur Kansil sedikit geram. 

Senada dikatakan Harto Narasiang, mantan Sekretaris Umum Laskar Karangetang. Narasiang menilai, di Kabupaten Sitaro akhir-akhir ini sangat sering digelarnya event-event atau perlombaan yang dikemas sebagai lomba budaya daerah Sitaro namun  yang diperlombahkan justru budaya dari daerah lain seperti tarian poco-poco dan goyang tobelo. Dirinya mengakui merasa miris dengan gelaran lomba yang kerap dilaksanakan oleh Pemda Sitaro yang cenderung menggelar lomba tari poco-poco yang kerap menampilkan performa tarian yang tidak memiliki tata krama mulai dari kostum yang di gunakan maupun gaya tarian yang kebarat-baratan. 

"Fenomena seperti ini harusnya mendapat perhatian dari lembaga adat daerah untuk disikapi. Karena jika ini dibiarkan dikhawatirkan potensi adat daerah ini akan segera punah dengan sendirinya. Kami mengharapkan eksekutif maupun lembaga legislatif daerah ini pun memiliki rasa tanggung jawab yang sama dalam hal melestarikan aset budaya daerah ini yang sudah mulai tergerus oleh potensi budaya dari daerah lain yang tidak sesuai dengan budaya daerah sendiri," tutup Narasiang. (Hart/red)