Konstruksi Kepeloporan Reformatif
Opini oleh : Jerry F. G. Bambuta
FORUM LITERASI MASYARAKAT
Sulut24.com, OPINI - Kepeloporan reformatif merupakan bangkitnya inisiatif individu atau kelompok untuk mengubah kondisi stagnasi dan degradasi sosial masyarakat. Individu atau kelompok sosial yang tergelitik dengan keprihatinan mendesak, terdorong oleh "iluminasi" penuh energi untuk menciptakan kekuatan perubahan secara kolektif. Pada akhirnya, arus bawah akan tergerak menciptakan "people power" yang solid dan masif. Fase ini akan seperti "dinamo" yang akan menggerakan mesin reformasi sosial masyarakat.
Gerakan kepeloporan reformatif bisa beragam wujudnya, bisa menjelma sebagai gerakan sosio-kultur dengan isu kearifan lokal, gerakan intelektual dengan isu literasi atau juga gerakan politik dengan isu reformasi politik yang bermartabat. Apapun wujudnya, masing-masing memiliki ruang kontekstualisasi yang unik dan spesifik. Akan tetapi, kolaborasi dari ketiga wujud gerakan kepeloporan tersebut sanggup menciptakan "turbin raksasa" untuk menggerakan mesin reformasi dalam radius yang luas.
Saya mencoba mengurai simpul kekuatan gerakan kepeloporan reformatif, sehingga membantu kita dalam mendesain "roadmap" konsolidasi dari gerakan kepeloporan reformatif, yaitu:
1. Berpikir Merdeka
Artinya, kita membangun pijakan konsolidasi dengan bermula dari kemerdekaan berpikir. Kita tidak alergi dengan otokritik sehingga bisa tetap menyatu dalam hal yang bersifat prinsip. Kemerdekaan berpikir akan mendorong kita memiliki tiga pola pikir strategis, yaitu (a) Pola pikir analitis, kemampuan berpikir yang bisa memecahkan masalah kompleks menjadi lebih sederhana dan mudah di pahami, (b) Pola pikir kritis, kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan solutif berdasarkan informasi dan kondisi yang ada, (c) Pola pikir kreatif, kemampuan berpikir untuk menciptakan inovasi, karena gemar menemukan sudut pandang baru dalam masalah yang sering di hadapi.
2. Progresif Bergerak
Mampu memicu respon dan inisiasi kolektif yang sebelumnya bersifat sinis, apatis dan pesimis. Kecakapan transplantasi visi dalam ruang publik, menciptakan "lokomotif kepeloporan" yang kuat menarik gerbong-gerbong sosial masyarakat yang heterogen. Energi optimisme yang terbangun sanggup menarik semua gerbong pada satu rel untuk membumikan visi perubahan sosial masyarakat. Mampu menciptakan kanalisasi persepsi publik yang heterogen melalui edukasi-edukasi strategis. Akibatnya, berbagai sudut pandang akan menemukan satu orientasi yang sama, yaitu menjawab secara konkrit akan visi perubahan sosial masyarakat, baik yang bersifat jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
3. Etis Berkarya
Beragam kekaryaan dalam gerak kepeloporan reformatif wajib mengedepankan nilai-nilai etis yang paling universal, yaitu kemanusiaan. Berbagai dinamika sosial dalam ruang publik tidak akan luput dari bias opurtunisme, yang kadang kala bisa mengabaikan etika kemanusiaan demi mencapai kekuasaan. Manifestasi ini sangat menyolok dalam ruang-ruang politik praktis. Kompetisi politik praktis yang kehilangan etika kemanusiaan akan sangat brutal. Oleh karena itu, kepeloporan reformatif wajib menjaga "roh independensi", sehingga dalam segala kekaryaan sanggup berkontribusi signifikan bagi kemanusiaan.
4. Tulus Mengabdi
Konsekuensi logis dari point (1) - (3) akan membangun ketulusan pengabdian bagi visi kemanusiaan. Kita tidak akan tega memperalat isu akar rumput demi menciptakan ruang "opurtunisme egois" untuk keuntungan individual. Dialektika dan jargon ideal bukan hanya sebatas "lip service" sebagai "polesan populisme". Kualitas kepeloporan tercetak di awali melalui "transformasi individual" lebih dulu, dan selanjutnya mendorong terciptanya "transformasi komunal". Nilai-nilai keunggulan dan berdikari benar-benar terkonstekstualisasi dalam olah pikir, olah rasa dan olah karsa.