Konsensus HUT Kota Manado - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Konsensus HUT Kota Manado

 

Sunset di Kota Manado (Foto: Ist)

Catatan : Alfeyn Gilingan


Sulut24.com, OPINI - Pada mulanya sempat ditolak sejumlah tokoh masyarakat, bahwa Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Manado tanggal 14 Juli 1623. Penetapan HUT dilakukan DPRD Gotong Royong Kodya Manado dalam forum resmi, materinya subyektif dan tidak dalam bingkai geografis. Bukan kisah yang adaptatif dengan histori dinamika kehadiran Manado, juga dari aspek agama-agama yang dianut penduduknya yang multi etnis sejak beberapa waktu setelah nama ‘Manado’ disemat. 

Salah satu penolakan dinarasikan tokoh dan pejuang John Rahasia. Rahasia mengurai sejumlah kisah peristiwa penting dalam dokumen catatan lama termasuk dinamika masuknya agama Kristen. Namun narasi DPRD Gotong Royong Manado dianggap sebagai konsensus formal rakyat Manado.

Sebagaimana sudah diketahui, hari ulang tahun Manado yang ditetapkan adalah: tanggal 14, bulan Juli, tahun 1623. Penentapan itu dilakukan oleh DPRD-GR Kodya Manado pada sidang paripurna tanggal 14 Juli 1969. Jadi, terdapat rentang waktu yang lama dari tahun 1623 ke nadir waktu penetapan, yaitu tahun 1969; ada jedah 346 tahun lamanya.

Penetapan HUT Manado disebut-sebut diambil dari tiga momen/peristiwa yang terjadi. Padahal tiga peristiwa itu bukanlah momentum yang secara esensial berkaitan dengan dinamika akar kehadiran Manado. Ketiga peristiwa itu nyatanya tidak berkaitan, paradoks dan tidak dapat dijadikan simpul dari banyak peristiwa yang terjadi. Lebih-lebih dinamika yang terjadi sejak masa-masa awal kehadiran Manado. 

Adapun tanggal 14 diambil dari peristiwa Merah Putih tanggal 14 Februari 1946 di Manado. Memang peristiwa ini termasuk perjuangan yang heroik. Tetapi terselip nilai didikan kolonial oleh karena melibatkan tentara KNIL (meskipun dari kalangan pribumi). Lagi pula peristiwa tersebut lebih ideal dikategorikan sebagai perjuangan rakyat bumi Nyiur Melambai untuk menguasai Manado (atas nama Sulawesi Utara) dalam bingkai kemerdekaan Indonesia. Dus, sama sekali tidak ada kaitannya dengan mata rantai dinamika esensial histori kehadiran Manado.

Bulan Juli dikaitkan dengan ketentuan juridis yang diumumkan Residen Manado tanggal 1 Juli 1919. Ketentuan juridis ikhwal penetapan Manado menyandang status Gemente atau Kota Praja. Dalam status Gemente atau Kota Praja tersebut, teritori Manado diperluas hingga mencakup Negeri Ares (sekarang Tikala), Negeri Baru (sekarang Titiwungen) dan Negeri Bantik (di sebagian kecil wilayah utara dan selatan). 

Selanjutnya tahun 1623 ikhwal status Manado menjadi Keresidenan, hal mana sehubungan dengan memontum di-pindahkannya kedudukan Gubernur Ternate ke Ambon. Sementara di tahun dan momentum yang sama, ada dokumen Spanyol yang berpangkalan di Filipina tentang perintah ren-cana pembentukan garnisun di Manado. Namun rencana di-maksud batal dilaksanakan oleh karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. 

Sampai hari ini konsensus yang diumumkan DPR-GR Mando itu masih berlaku. Terus digunakan dan sudah diterima secara umum. Setiap tahun pemerintah dan masyarakat Manado gembira merayakannya dengan berbagai kegiatan. Padahal alih-alih sebuatan nama Manado sudah ada jauh sebelumnya, bahkan sudah seringkali digunakan secara formal. 

Penetapan hari ulang tahun Manado oleh DPR-GR Manado itu lebih disebabkan oleh adanya kegagapan, tidak dilakukan kajian mendalam terhadap kisah kehadiran Manado. Ada sikap subjektif. Semacam pola dan niat untuk menghilangkan jejak kaum Bawontehu-Borgo, penduduk yang mula-mula mendirikan Manado yang nyatanya mereka sudah lebur menjadi taranak dalam simpul Bawontehu-Borgo-Manado-Minahasa sampai hari ini.

Dikutip dari sumber-sumber resmi, nama Manado yang sudah digunakan secara formal sebelum tahun 1623 dapat disimak pada rentet peristiwa berikut: 

(1) Sudah digunakan dalam dokumen Belanda khususnya surat-surat direksi VOC tahun 1616;

(2) Disebut-sebut saat dua kapal dari armada Verhoeff saat berkunjung di Manado tahun 1610; 

(3) Tercantum dalam Perjanjian Belada (VOC) dan Ternate tahun 1609. Pihak Belanda dipimpin Laksaman Frans Witter, sedangkan pihak Ternate dipimpinan langsung oleh Sultan Ternate; 

(4) Termuat dalam karya B. L de Arguesola berjudul Conuista de Las Islas Molucas tahun 1609; 

(5) Disebutkan saat kunjungan kapal dari Caerden di Manado yang dipimpin Jan Lodewijkzs Rossingeyn tahun 1608; 

(6) Tercantum dalam perjanjian Belada-Ternate tahun 1607. Pihak Belanda dipimpin Laksamana Matelief de Jong dan pihak Ternate dipimpin Sultan Ternate. Pada tahun yang sama tiba di pelabuhan Manado kapal jung Cina;

(7) Nama Manado muncul dalam peta Loco tahun 1590; 

(8) Tercantum dalam laporan rohani Diego de Magelhaes tanggal 8 Juli 1563 yang membaptis Raja Manado dan 1.500 penduduk serta Raja Siau yang saat itu berada di Manado; 

(9) Tercantum pada peta dunia yang dibuat Kartograf Nicolas Deslien tahun 1541;

(10) Nama Manado untuk pertama kalinya disebut dalam The Discoveries of the World sebagai catatan laporan Simao de Abrau tahun 1523 yang melakukan pelayaran dari Ternate ke Malaka atas perintah Antonio de Britto melalui pesisir utara Kalimantan yang melewati pesisir pulau Sulawesi dan pulau Panguensara (Tagulandang).

Proses berkembangnya Manado pantas dicatat sebagai kisah yang lebih proporsional dari tiga peristiwa yang digunakan DPR-GR Manado dalam penetapan hari jadi Manado. Ketiga peristiwa itu bahkan belum dapat dianggap telah mewakili proses mula-mula kehadiran, perkembangan dan per-silangan peradaban masyarakat Manado yang bertumbuh dalam kemajemukan yang dinamis. 

Meski demikian ada sisi terang dari penetapan hari ulang tahun tersebut. Penegasan pimpinan DPRD-GR Kota Madya Manado, Drs W. Senduk dan J Sanger dalam narasi Sejarah Singkat Kota Manado cukup berterima; bahwa yang dimaksud dengan Manado ialah Babontehu (Bawontehu), tempat tinggal yang pertama-tama orang pembentuk ‘balok’. Selamat HUT ke-400 Kota Manado, 14 Juli 2023; terus lah menjadi kota yang dinamis!(*)