Aib Dugaan Pidana Bayangi Calon ini, Ada apa dengan SK, E2L, YSK & JVM?
Tiga kandidat bakal calon Gubernur Sulut (Foto: Ist)
Sulut24.com, MANADO - Aroma dugaan perbuatan pidana kembali menyeruak di sela-sela panasnya suhu politik menjelang Pilkada Serentak 2024. Empat orang tokoh kandidat dalam kontestasi itu, disebut-sebut punya aib masa lalu yang belum tuntas.
Betapa tidak, perbuatan yang diduga dilakukan, khususnya dua kandidat Gubernur dan seorang Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) itu, "menggarong" uang negara dalam angka cukup fantastik, miliaran rupiah.
Isu adanya perbuatan korupsi ini mulai digulirkan di media sosial, baik berupa postingan maupun pemberitaan di media-media online daerah.
Misalnya, kasus korupsi SPPD fiktif DPRD Sulut 2009/2010 mengarah kepada Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw, kala masih duduk di DPRD Provinsi Sulut. SK, sebutan tenar Steven Kandouw diketahui bakal turun bertarung pada Pilgub Sulut 2024 diusung PDIP bersama mantan Pangdam XIII Merdeka, Letjen Pur. Alfret Denny Tuejeh.
Steven Kandouw jadi topik pembahasan karena dalam kasus itu oleh Polda Sulut dia sudah ditetapkan tersangka.
Salah satu organisasi yang mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) membuka kembali kasus 14 tahun lalu itu adalah Ketua umum DPP LSM-AMTI, Tommy Turangan SH.
Dari pemberitaan sejumlah media beberapa waktu lalu, dia mengatakan APH harus berani memanggil para mantan anggota DPRD Sulut yang terlibat dalam dugaan kasus SPPD fiktif senilai Rp12 milliar itu.
“Penyelidikan oleh Polda Sulut soal SPPD dari beberapa mantan anggota DPRD Sulut periode 2004-2009 ternyata fiktif, dan uang yang diambil dengan alasan melakukan tugas perjalanan dinas ke luar daerah Sulawesi Utara ditahun 2008 adalah sebanyak Rp. 12 Milliar,” papar Tommy Turangan, SH.
Ternyata, tak hanya Steven Kandouw, Diketahui, nama lainnya yang diduga ikut tersandung perbuatan ini adalah J. Victor Mailangkay, SH, MH, yang kini bakal calon wakil gubernur Partai Gerindra-Nasdem berpasangan dengan Yulius Selvanus Komaling(YSK).
Selain Victor Mailangkay dan Steven Kandouw, nama anggota DPRD Sulut lainnya yang ditetapkan tersangka korupsi SPPD fiktif oleh Polda Sulut itu di antaranya, Benny Rhamdani, Syenni Kalangi, James Sumendap, Fahrid Lauma, Arthur Kotambunan, Djendrie Keitjem, Tonny Kaunang, dan Eddyson Massengi. Ketika itu Kapolda Sulut dijabat Carlo Brix Tewu dan melalui Kabid Humas AKBP Benny Bella membenarkan hal tersebut, seperti dikutip dari manado.inews.id.
“Untuk pelimpah berkas para tersangka lainnya, sedang menunggu hasil dari Berkas Benny Rhamdani yang telah kita limpahkan terlebih dahulu, kalau Kejati mengatakan sudah tak ada masalah, maka berkas lainnya akan segera dilimpahkan,” ujar Benny Bella kepada wartawan, Kamis 26 Agustus 2010.
Dalam proses penyidikan, polisi sempat menahan mantan Sekwan, Max Raintung disusul penahan terhadap Ketua DPRD Sulut, Syahrial Damopolii bersama anggota DPRD, Abid Takalamingan. Tapi, pada Oktober 2010, Polda Sulut tiba-tiba mengeluarkan SP3 kasus ini, dengan alasan hasil audit BPKP tidak ada kerugian negara.
"SP3 bukan berarti tutup, jika ada bukti baru kita buka lagi. ini bukan dikesampingkan. Sekali lagi SP3 bukan ditutup, tapi dihentikan penyidikannya,” tandas Benny Bella pada 13 Oktober 2010 silam.
Apakah dorongan Tommy Turangan kepada APH itu bisa berdampak pada pencalonan Steven Kandouw yang beberapa bulan lalu juga viral atas pidatonya di Langowan ? Pun demikian dengan Victor Mailangkay.
Sementara, Elly Engelbert Lasut (E2L), kini mulai dikait-kaitkan dengan dugaan korupsi mark-up lahan SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) tahun 2022 dan GD-OTA (Gerakan Daerah Orang Tua Asuh) tahun 2009, yang terjadi di Kabupeten Kepulauan Talaud.
Untuk kasus dugaan mark-up lahan SPBU, penyelidikannya masih mengambang di Kejati Sulut, yang seperti dilansir dari bolmora.com, telah menjadwalkan konferensi pers untuk menjelaskan hal ikhwal kasus itu.
Dari data yang dikumpulkam, aroma korupsi itu tercium dari pembelian lahan SPBU seluas 25.000 M2, di Kelurahan Melonguane Barat, Kecamatan Melonguane Barat, oleh Pemkab Talaud pada tahun 2022.
Pembelian lahan itu melebihi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan penetapan harga pembelian diduga tidak melalui Appraisal sebagai penafsir harga tanah.
Kejati Sulut sendiri sudah pernah memeriksa dugaan ini dengan meminta keterangan pemilik lahan berinisial RK alias Kululu. RK disebut-sebut sebagai salah seorang petinggi Partai Demokrat di Provinsi Sulut yang menjabat sebagai wakil ketua. Dia dimintai keterangan terkait harga pembelian lahan seluas 25.000 M2, yang diduga terjadi mark up pada harga per meternya.
Berdasarkan dokumen pergeseran belanja sub kegiatan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemkab Talaud) tahun anggaran tahun 2022, pada lajur anggaran sebelum pergeseran belanja modal tanah untuk pembangunan industri depok minyak, spesifikasinya 20.000 M2, dengan anggaran Rp65.000 per meter, dengan dana direncanakan Rp1.300.000.000.
Namun, pada lajur setelah pergeseran anggaran belanja modal tanah, spesifiknya naik menjadi 25.000 M2 dan mengalami kenaikan harga Rp200.000 per meter, sehingga anggaran yang digelontorkan membengkak menjadi Rp5.000.000.000.
Pemkab Talaud akhirnya membayar tanah milik RK itu senilai Rp 5.000.000.000. Dari sinilah dugaan mark up itu terjadi, sekaligus menyeruaknya dugaan potensi korupsi karena memperkaya pihak ketiga dengan harga tidak sesuai NJOP. Sebab, dari informasi yang didapat, NJOP di lokasi tersebut hanya Rp 60.000-65.000 per meter.
Informasi yang didapat manado.inews.id itu, awalnya Pemkab Talaud melakukan pembelian lahan itu untuk Terminal BBM Mini, yang lokasinya berada di samping Bandara Melonguane, sesuai dokumen MoU antara PT Pertamina dengan Pemerintah Kabupaten Talaud Nomor: SP-0371/R0000/202-50 dan Nomor: 81/MoU/2020 tentang pengembangan Terminal BBM Mini di Kabupaten Talaud, yang ditandatangani Direktur Logistik dan Infrastruktur PT Pertamina (Persero) Mulyono dan Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud Elly Englebert Lasut, pada Jumat (13/11/2020) di Jakarta.
Tapi, oleh Elly Lasut, melalui Surat Keputusan Bupati Nomor: 147 tahun 2022 tanggal 18 April 2022 tentang penetapan lokasi pembangunan infrastruktur BBM, menetapkan dan memutuskan lahan tersebut untuk pembangunan SPBU seluas 25.000 M2. Di situlah terjadi perbedaan peruntukkan lokasi, yang direncanakan sebelumnya bersama PT Pertamina untuk membangun terminal BBM Mini.
Tak hanya soal SPBU, calon gubernur pasangan Hanny Jost Pajouw (HJP) ini pun dikait-kaitkan dugaan korupsi GD-OTA tahun anggaran 2009 yang dilaporkan oleh KPK (Koran Perangi Korupsi) ke Kejagung.
Kini kasus itu diambil alih Kejati Sulut dengan terbitnya surat Kejagung Nomor: R-2235/F. 2/F.d.1/06/2024, yang ditanda tangani Direktur Penyidikan Kuntadi S.H.
Surat yang ditujukan ke KPK tersebut, dilansir dari bolmora.com adalah pemberitahuan tindak lanjut atas laporan dugaan kolusi, korupsi dan nepotisme oleh panitia GD-OTA Kabupaten Kepulauan Talaud Tahap Kedua, tahun anggaran 2009 sebesar Rp 8.850.000.000.
Adapun isi surat laporan dari KPK, Nomor: R.03A/GMK/IV/2024 Tanggal 1 April 2024, yang ditujukan kepada Jaksa Agung Republik Indonesia, perihal penanganan dan penyelesaian perkara quo yang telah diserahkan kepada Kajati Sulut.
Kejati, melalui Kasipenkum (Kepala Seksie Penerangan Hukum), Januaris, berjanji segera menindaklanjuti dugaan kasus korupsi tersebut dan bahkan telah menjadwalkan mempublikasikan penanganannya ke media.
Adapun Yulius Selvanus Komaling (YSK), calon gubernur usungan koalisi KIM dan beberapa partai lain dan dipasangkan dengan Victor Mailangkay, oleh postingan video akun ~Embeng di grup WA bernama PORSA, disebut-sebut seharusnya sejak 1998 sudah dipecat dari ABRI/TNI.
YSK yang kala itu masih berpangkat Kapten Inf. dalam video tersebut menjadi bagian Tim Mawar yang disangkakan melakukan penculikan aktivis saat terjadinya gelombang protes mahasiswa yang berujung pada runtuhnya rezim Orde Baru.
"Kapten Yulius Selvanus seharusnya menjalani hukuman penjara 22 bulan dan dipecat dari ABRI," sembur suara di video berdurasi 0,08 detik yang diberi judul "Eks Tim Mawar Part 3" itu.
Sebelumnya YSK juga banyak diprotes karena menyematkan marga ibunya pada namanya menjelang momen pilkada ini, semata-mata untuk menarik simpati warga. Belum lagi soal gaya kepemimpinannya yang masih kental dengan nuansa militer saat sudah memegang jabatan politik sebagai Ketua DPD Partai Gerindra Sulut.
Dari paparan di atas, akankah masalah lama yang diungkit-ungkit lagi itu akan berpengaruh pada pencalonan SK, E2L dan YSK-Victory (Victor Mailangkay) dalam Pilkada Serentak 2024 ini ?(dig)