PT. Graha Mega Mandiri Bantah Tuduhan Mafia Tanah, LSM RAKO Pertanyakan Dokumen SHGB 00013/Wineru - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

PT. Graha Mega Mandiri Bantah Tuduhan Mafia Tanah, LSM RAKO Pertanyakan Dokumen SHGB 00013/Wineru

Lokasi hutan mangrove yang masuk dalam SHGB No.00013/Wineru (Foto: Ist) 

Sulut24.com, MANADO - PT. Graha Mega Mandiri (PT.GMM) membantah tuduhan praktik mafia tanah terkait kepemilikan SHGB No.00013/Wineru. 

Melalui konsultan hukum perusahaan Darwin Aritonang, PT.GMM menyatakan dengan tegas bahwa pihaknya tidak pernah melakukan praktik mafia tanah dalam proses perolehan lahan SHGB No.00013/Wineru. 

Menurutnya PT. GMM merupakan perusahaan yang bergerak dibidang property dimana dalam perolehan lahan atas SHGB No.00013/Wineru perusahaan telah melalui tahapan proses sesuai ketentuan yang berlaku. 

Oleh karena itu Aritonang mengatakan akan mengambil langkah tegas terkait tuduhan mafia tanah yang dituduhkan kepada PT.GMM. 

“Kami harus segera mengambil tindakan tegas bagi siapa saja yang mencoba melakukan fitnah-fitnah keji kepada perusahaan. Kami tidak akan tinggal diam, kami sudah melakukan rapat internal dan dalam waktu tidak terlalu lama kami akan membawa permasalahan ini ke ranah hukum, bukti-bukti fitnah baik tertulis atau pun tidak tertulis sudah kami kantongi,” tegas Darwin Aritonang dalam rilis pers yang diterima media ini beberapa waktu lalu. 

Lebih lanjut Ia menjelaskan kalau perusahaan membeli lahan tersebut pada Januari Tahun 2015 dengan alas hak awal berupa Sertifikat Hak Milik No.35/Wineru yang terbit pada Tahun 2005 dihadapan PPAT dan dihadiri pihak penjual serta pembeli bersama para saksi-saksi yang berkepentingan. 

Aritonang  menjelaskan bahwa sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 bahwa pemberian hak atas tanah terhadap badan usaha adalah berbentuk Hak Guna Bangunan (HGB), maka sesuai ketentuan tersebut pihak BPN menurunkan status hak milik menjadi SHGB No.00013/Wineru pada tanggal 16 Oktober  Tahun 2013.

“Jadi sudah sangat jelas, perusahaan adalah Pembeli beritikad baik, tidak ada manipulasi disana, tidak membuat surat-surat palsu, apalagi memperjual-belikan lahan Kawasan hutan, karena lahan tersebut sejak Tahun 2005 sudah ada sertifikatnya, jadi bagaimana mungkin lahan hutan bisa terbit SHM??? Apabila ada kekeliruan maka pihak terkait seperti BPN yang harus bertanggung-jawab,” kata Aritonang. 

Menurutnya pihak perusahaan menyayangkan adanya perbuatan yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum LSM yang tidak bertanggung-jawab yang seolah-olah mengatasnamakan kepentingan masyarakat melakukan perbuatan keji dengan menebar fitnah-fitnah berita hoax, sehingga memberi citra buruk terhadap perusahaan dan juga berdampak pada bisnis perusahaan kedepannya. 

“PT. GMM adalah Investor yang telah merencakan pembangunan destinasi wisata baru dikawasan pantai Likupang Desa Wineru, tentu saja program ini sangat didukung oleh Pemerintah Pusat karena dapat membuka banyak lowongan pekerjaan, peluang usaha UMKM yang secara tidak langsung menggerakan perekonomian masyarakat kota Likupang Sulawesi Utara,” tandas konsultan hukum PT. GMM Darwin Aritonang.
 
Tangkapan layar pemetaan SHGB No.00013/Wineru (Foto: Ist) 

Tanggapan LSM RAKO 

Disisi lain, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO) Harianto Nanga mengatakan bahwa dari hasil pendalaman ditemukan adanya pergeseran peta SHBG, dimana 
berdasarkan informasi pada aplikasi resmi milik BPN sebelum bulan November, ploting bidang yang  terbaca hanyalah lahan seluas 10 hektar dan sudah terjadi abrasi pada lahan tersebut sehingga terjadi pengurangan luas lahan, kemudian pada bulan November 2024 terbaca  ada bidang yang baru saja di ploting oleh BPN Minahasa Utara (Minut) sehingga Ia menduga ada oknum di BPN Minut yang terlibat praktik mafia tanah terkait lahan di desa Wineru, Kecamatan Likupang. 

“Terlalu berani kerjasama mengukur dan diduga mengeluarkan SHGB. Ada lahan yang terindikasi 
dirampok oleh oknum mafia tanah dan terdapat korban warga pemilik lahan yang akrab disapa Oma Jerman,” tutur Harianto. 

Harianto juga mempertanyakan SHGB perusahaan yang diterbitkan pada Tahun 2013 karena berdasarkan rilis pers perusahaan, pembelian lahan baru dilaksanakan pada tahun 2015.  

“Bagaimana bisa perusahaan membeli lahan tersebut di Tahun 2015 dan menjadi SHGB di Tahun 2013?, dan kenapa ploting bidang tanah tersebut baru dilaksanakan di bulan November Tahun 2024 atas permintaan penyidik Polres Minahasa Utara berinisial D, dan kalau memang benar lahan tersebut sudah menjadi milik perusahaan sejak Tahun 2013, tolong tunjukkan ke publik fisik dokumen SHGB 00013 tersebut,” kata Harianto, Selasa (19/11/2024). 

Selain itu, Ia juga menyoroti adanya lahan hutan lindung dan kawasan mangrove yang masuk dalam SHGB. Ia menduga pihak BPN tidak melakukan melakukan pengecekan secara mendalam sebelum menerbitkan SHGB tersebut. 

“Jadi kami menduga Kepala BPN Minut hanya menggambar diatas kertas tidak turun cek lapangan, yang berpotensi menjadi persekongkolan dalam perluasan lahan HGB 00013, selain itu terdapat proses yang panjang terkait alih fungsi hutan lindung  dan kami sudah melakukan pengecekan di Badan Konversi Lingkungan Hidup (BKLH) dimana menurut pihak BKLH tidak ada pengajuan alih fungsi hutan lindung terkait lahan di desa Weru,” tutur Ketua RAKO. 

Selain itu Harianto berpandangan bahwa penerbitan SHGB diatas lahan hutan mangrove harus melalui proses amdal jika tidak maka berpotensi melanggar UU no 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau Kecil dimana pada pasal 35 disebutkan bahwa pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang: (i) melakukan pembagunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan /atau  merugikan masyarakat sekitarnya. 

“Jadi LSM RAKO mensinyalir  ada permainan mafia tanah, ini dikuatkan dari pengakuan kepala desa bahwa ada oknum yang menyodorkan kertas kosong untuk ditandatangani. Siapapun yang bermain diatas lahan hutan mangrove dan hutan lindung akan kami laporkan ke APH agar semua yang perompak yang nantinya terbukti akan dimasukkan ke hotel prodeo 4x4, karena program bapak presiden sangat tegas dalam memberantas mafia tanah,” tandas Harianto. (fn)