Kritik Peresmian Terowongan "Toleransi": Aktivis Nilai Simbolisme Tidak Cukup untuk Atasi Intoleransi - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Kritik Peresmian Terowongan "Toleransi": Aktivis Nilai Simbolisme Tidak Cukup untuk Atasi Intoleransi

Abu Janda (Foto via radarsukabumi.com)

Sulut24.com, MANADO - Peresmian terowongan "Toleransi" yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral oleh Presiden Prabowo Subianto, Kamis (12/12/2024) menuai kritik dari aktivis sosial Permadi Arya, yang dikenal dengan nama Abu Janda. Menurutnya, simbol semata tidak cukup untuk menangani persoalan intoleransi yang kian marak di Indonesia.

Dalam pernyataannya, Abu Janda menekankan bahwa pemerintah seharusnya lebih fokus pada penyelesaian konkret kasus-kasus intoleransi yang terus terjadi di berbagai daerah.

"Maaf ya Pak Prabowo, Indonesia tidak butuh simbol-simbol kosong. Yang Indonesia butuhkan adalah negara hadir pada kasus intoleransi, karena realita di lapangan jauh dari kata toleransi," ujar Abu Janda.

Kritik ini muncul seiring dengan peningkatan kasus intoleransi di tahun 2024. Data menunjukkan sederet insiden yang mencerminkan masih rapuhnya keberagaman dan kebebasan beragama di Indonesia. Berikut adalah sejumlah kasus intoleransi yang terjadi sepanjang 2024:

1. 8 Desember 2024 – Pelarangan ibadah Natal di perumahan Cipta Graha Permai, Kabupaten Bogor.

2. 2 Desember 2024 – Pelarangan latihan nyanyi Natal di Bulukumba, Sulawesi Selatan.

3. 16 November 2024 – Ancaman bom di acara wisuda Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

4. 1 Oktober 2024 – Penolakan pendirian Gereja Kanaan di Pondok Karya, Tangerang Selatan.

5. 22 September 2024 – Pelarangan ibadah Minggu di Perumnas 2, Bekasi Selatan.

6. 20 September 2024 – Demonstrasi penolakan sekolah Kristen Gamaliel di Parepare, Sulawesi Selatan.

7. 2 September 2024 – Pembongkaran Gereja Jemaat GBI di Dharmasraya, Sumatera Barat.

8. 1 Agustus 2024 – Percobaan bom di sebuah gereja di Kota Malang.

9. 3 Juli 2024 – Pelarangan festival kuliner non-halal di Kota Solo, Jawa Tengah.

10. 1 Juli 2024 – Pelarangan ibadah Jemaat GPdI Tarik, Sidoarjo oleh kepala desa.

11. 8 Mei 2024 – Pembubaran doa di perumahan Cireme Indah, Gresik.

12. 5 Mei 2024 – Penganiayaan dan penusukan mahasiswa Katolik yang sedang doa Rosario di Pamulang, Tangerang Selatan.

13. 16 April 2024 – Persekusi rumah doa di Pandeglang, Banten.

14. 28 Maret 2024 – Pembubaran ibadah Minggu dan pencopotan papan Gereja GKII di Semboja, Kalimantan Timur.

15. 24 Maret 2024 – Pembubaran ibadah jemaat Thessalonika di Teluk Naga, Tangerang.

16. 17 Maret 2024 – Pelarangan ibadah Minggu di rumah warga di Jalan Saga Bunar, Tangerang.

17. 25 Februari 2024 – Penyulitan izin ibadah jemaat GKI Bajem Ciracas, Jakarta Timur.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan betapa kompleksnya persoalan intoleransi di Indonesia, yang memerlukan perhatian lebih dari sekadar simbol-simbol seremonial. 

Penanganan langsung oleh aparat negara serta kebijakan yang mendukung kebebasan beragama menjadi tuntutan utama dari para pegiat toleransi beragama dan hak asasi manusia. (fn)