Sebuah Kaleidoskop Kehidupan - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Sebuah Kaleidoskop Kehidupan

Jerry F. G. Bambuta (Foto: Dok Pribadi)


Opini oleh: Jerry F. G. Bambuta

Forum Literasi Masyarakat 


Sulut24.com, OPINI - Dalam hitungan hari, tahun 2024 akan segera berlalu dan memasuki tahun baru 2025. Tahun 2024 kita lalui dengan beraneka ragam peristiwa. Ada harapan yang gagal terpenuhi, ada putus asa saat di kepung kebuntuan hidup, ada kecewa saat orang lain membuat kita tersandung, ada tawa karena humor kehidupan, ada sukacita berlinang air mata karena haru, semuanya adalah warna-warna kehidupan yang pernah kita lalui di tahun 2924.

Hidup ini bagai sebuah "ruang kelas" yang mendidik kita dalam berbagai hikmah kehidupan. Ibaratnya, jika ujian kelas 1 kita belum lalui, maka mencoba "pindah sekolah" pun, kita akan selalu berjumpa dengan ujian kelas 1. Artinya, ujian apapun dalam hidup ini harus bisa kita lalui dengan tabah, gigih dan penuh tawakal. 

Tuhan tak pernah merancangkan kecelakaan bagi kita. Masa sukar yang kerap kita jumpai ibarat "barbel besi" yang di berikan Tuhan agar "otot kehidupan" kita menjadi lebih tangguh.

Cara kita meresponi situasi kehidupan teramat penting membentuk kesadaran kita. Hantaman martil besi terhadap lempengan kaca akan memicu kehancuran hingga berkeping-keping. Tapi, hantaman martil besi terhadap bilah logam akan menghasilkan sebilah pedang tajam. 

Ada yang menyebut, bahwa hidup itu keras. Opini tersebut ada benarnya karena memang arena kehidupan ini kerap penuh pertarungan hidup yang ganas.

Jangan mencari situasi yang lebih mudah, tapi bangun hidup kita menjadi lebih tangguh dari kesukaran apapun yang kita hadapi. Era digital yang akrab dengan beragam layanan digital yang sifatnya "eassy acces" dan "smart payment" telah membuat kita cukup di manjakan. 

Jempol kita telah menjadi "jalan tol" masuknya mental lembek. Dalam 1 dekade belakangan, istilah "generasi stroberi" cukup populer. Tema ini banyak di bahas oleh Prof. Rhenald Kasali dalam berbagai seminar dan podcast-nya.

Generasi stroberi lahir pada rentang tahun 1980-2000an. Rentang tahun tersebut di dominasi oleh generasi Y yang kerap di sebut "milenial" (lahir pada rentang waktu 1981-1996), dan juga generasi Z yang kerap di sebut "centenial" (lahir pada rentang waktu 1997 - 2009). 

Generasi stroberi menjelaskan sebuah generasi eksotis karena potensi inovasi dan kreatifitas mereka, tapi mudah "memar" karena tekanan. Generasi stroberi sangat rentan dengan stress karena daya tahan mental mereka yang minim. Di samping itu, generasi stroberi sangat tergantung dengan platform digital, media sosial dan internet.

Generasi stroberi (milenial dan centenial) berbeda dengan tipikal generasi sebelumnya yang di sebut "baby boomer" (lahir pada rentang tahun 1946-1964). Di sebut "baby boomer" karena lahir pasca perang dunia kedua yang penuh konflik dan gejolak global. 

Masa remaja kelompok ini berada pada ketegangan sosial politik, akibatnya di masa mereka mengalami gejolak ekonomi yang penuh resesi dan depresi. Masa-masa sulit ini menempa generasi ini untuk di paksa "tangguh" agar bisa "survive" dari berbagai kemelut. Generasi ini lahir di era yang serba konvensional dan manual.

Berbeda dengan generasi stroberi yang lahir dan hidup ketika teknologi digital dan nirkabel mengalami masifikasi secara global. Makanya, kelompok generasi stroberi di kategorikan sebagai "digital natives" yang menghabiskan waktunya per hari cukup dominan dalam dunia internet. Generasi stroberi kerap menilai generasi baby boomer kurang adaptif dengan inovasi digital dan realitas disrupsi digital.

Sebelum memasuki tahun 2025 dengan segala ancaman dan peluangnya, saya ingin mengurai sebuah pemikiran kritis terkait uraian di atas. 

Harus ada upaya kombinasi antara kelemahan generasi stroberi dan keunggulan generasi "baby boomer". Ketangguhan hidup yang di miliki "baby boomer" harus bisa di cangkok menjadi salah satu "default setting" dari generasi stroberi. Hal ini sebagai solusi menangangi "rapuhnya" generasi stroberi yang mudah memar karena tekanan hidup dan stress.

Potensi inovasi dan kreatifitas generasi stroberi dan di imbangi ketangguhan hidup dari karakter "baby boomer" akan menjadi konfigurasi penuh keunggulan. Nah, untuk melakukan ini, para "baby boomer" yang hari ini banyak menempati posisi dan pengaruh kekuasaan publik harus ada beban pengayoman akan hal ini. 

Para pemimpin publik dari "baby boomer" harus menapis feodalisme kaku dari tangan mereka, dan selanjutnya meng-ekspor nilai ketangguhan hidup ke dalam internal kehidupan para generasi stroberi.

Di sisi lainnya, para generasi stroberi harus bisa me-moderasi sisi independensi mereka, dan secara terbuka mulai merajut anyaman rekonsiliasi dan kolaborasi dari para senior "baby boomer". Saya amini, Ruang rekonsiliasi dan kolaborasi ini akan menjadi "inkubator" strategis mencetak generasi masa kini dan masa depan dengan DNA unggul. 

Bakalan lahir sebuah generasi yang tak hanya visioner dari insiting inovasi dan kreatifitas, tapi memiliki pola interaksi inklusif sekaligus kokoh berakar pada nilai spiritual yang membumi, kearifan lokal yang melestari dan literasi yang kompetitif di era modern.

Saya teringat, bahwa potensi terbesar yang bisa menghancurkan sebuah entitas keluarga, etnis, masyarakat atau bangsa adalah berikut ini:

"Jika kita tak menghormati generasi sebelumnya. Jika kita tak membangun generasi masa kini. Dan, jika kita tak mempersiapkan generasi masa depan"

Selamat menyongsong tahun 2025 dengan penuh hidayah, tawakal dan penuh optimisme!

"Nil Sine Nomini, Nil Sine Magno Labore Vita Dedit Mortalibus"