LSM RAKO Temukan Dugaan Maladministrasi dalam Penyaluran CSR di Sulawesi Utara - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

LSM RAKO Temukan Dugaan Maladministrasi dalam Penyaluran CSR di Sulawesi Utara

Ketua LSM RAKO Harianto Nanga  (Foto: Ist)

Sulut24.com, MANADO - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO) mengungkap adanya potensi maladministrasi dalam penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) di Sulawesi Utara. Temuan ini diperoleh dari kajian dan pengumpulan data di lapangan yang dilakukan oleh tim investigasi. 

Ketua LSM RAKO Harianto Nanga mengungkapkan bahwa terdapat indikasi bahwa penyaluran dana CSR tidak sepenuhnya tepat sasaran. Selain itu, kurangnya transparansi dalam pelaksanaan program turut menjadi sorotan utama. Bahkan, tim investigasi menemukan bahwa beberapa bank milik negara menyalurkan CSR untuk membantu pemerintah daerah, serta memberikan bantuan kepada lembaga negara dan aparat penegak hukum (APH).

Penyaluran CSR ke lembaga negara dan APH berpotensi melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Beberapa regulasi yang mengatur hal ini antara lain:

1. Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007)

Pasal 74 UU ini menegaskan bahwa perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Namun, dana CSR harus diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, bukan untuk lembaga negara atau aparat penegak hukum.

2. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

Jika dana CSR diberikan kepada lembaga negara atau APH dan dikategorikan sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan, maka hal tersebut bisa masuk dalam ranah tindak pidana korupsi.

3. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas 

Pasal 3 ayat (1) PP ini menegaskan bahwa CSR harus bersifat tanggung jawab sosial kepada masyarakat, bukan dalam bentuk donasi kepada institusi pemerintahan atau aparat penegak hukum.

4. Potensi Konflik Kepentingan dan Maladministrasi

Jika CSR diberikan kepada APH, hal ini berisiko menimbulkan konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi independensi dan netralitas aparat dalam menjalankan tugas penegakan hukum.

Harianto menekankan bahwa program CSR seharusnya disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan melalui mekanisme yang transparan dan akuntabel. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah menyalurkan CSR melalui kemitraan dengan lembaga sosial atau organisasi masyarakat sipil yang kredibel.

"Perusahaan harus memastikan bahwa dana CSR benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan untuk kepentingan pemerintah daerah atau aparat hukum. Jika tidak, ini bisa menjadi bentuk penyalahgunaan wewenang dan berpotensi melanggar hukum," ujar Harianto, Jumat (14/2/2025). 

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak pemerintah daerah maupun bank BUMN terkait temuan LSM RAKO. Namun, pengawasan terhadap penyaluran dana CSR menjadi perhatian penting guna memastikan program ini berjalan sesuai aturan dan benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat. (fn)