RAKO Mendesak Hukuman Mati bagi Para Pelaku Korupsi BBM RON 92 - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

RAKO Mendesak Hukuman Mati bagi Para Pelaku Korupsi BBM RON 92

Ketua LSM RAKO, Harianto Nanga (Foto: Ist)

Sulut24.com, MANADO - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO) mendesak hukuman maksimal, termasuk hukuman mati, bagi para pelaku korupsi dalam kasus ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang di anak usaha PT Pertamina. 

Tindak pidana korupsi praktik manipulasi bahan bakar minyak (BBM) Research Octane Number (RON) 90 yang dipasarkan sebagai RON 92 ini diduga merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menjelaskan bahwa pengadaan BBM RON 92 yang dilakukan PT Pertamina Patra Niaga ternyata berasal dari BBM RON 90, yang kemudian dicampur secara ilegal sebelum dipasarkan.

"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembayaran dan pembelian bahan bakar minyak RON 92. Padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah," ujar Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

Lebih lanjut, Qohar menyebut bahwa pencampuran BBM RON 90 menjadi RON 92 dilakukan di storage atau depo, sebuah praktik yang dilarang. BBM hasil manipulasi tersebut kemudian dijual dengan harga lebih tinggi, merugikan masyarakat serta keuangan negara.

Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Mereka antara lain Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International; serta Yoki Firnandi (YF), Direktur Utama PT Pertamina Shipping.

Ketua LSM RAKO, Harianto Nanga, menilai kasus ini sebagai bentuk korupsi yang terstruktur, sistematis, dan masif. Ia menekankan bahwa tindakan ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak luas terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

“Ini adalah penipuan yang jelas terstruktur dan dilakukan secara bersama-sama. Kami meminta agar para pelaku dijatuhi hukuman maksimal atau bahkan hukuman mati, agar menjadi contoh bagi pejabat lainnya,” tegas Harianto.

Tindak pidana ini melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan bahwa siapa pun yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan merugikan keuangan negara dapat dipidana dengan penjara seumur hidup atau hukuman penjara antara 4 hingga 20 tahun, serta denda antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Sementara itu, Pasal 3 mengatur bahwa penyalahgunaan kewenangan yang merugikan negara dapat dipidana dengan hukuman serupa, yakni penjara hingga 20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.

Dengan skala kerugian yang sangat besar dan dampak yang luas terhadap masyarakat, LSM RAKO menegaskan bahwa hukuman berat harus dijatuhkan kepada para pelaku guna memberikan efek jera dan memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan. (fn)