Terungkap: Masih Ada Perusahaan di Sulut yang Menahan Ijazah Pekerja - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Terungkap: Masih Ada Perusahaan di Sulut yang Menahan Ijazah Pekerja

Ilustrasi (Foto: ist)

Meski pinjaman lunas, ijazah tak kunjung dikembalikan. Disnaker dan serikat pekerja buka suara soal pelanggaran yang makin marak ini.

Sulut24.com, MANADO - Praktik penahanan ijazah oleh perusahaan kembali mencuat di Sulawesi Utara. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Sulut, Ferdinand Lumenta, menegaskan bahwa tindakan semacam ini sangat merugikan pekerja dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

“Ini bukan hanya soal administrasi. Penahanan ijazah tanpa dasar hukum adalah bentuk pengekangan hak pekerja atas dokumen pribadinya,” tegasnya, Senin (29/4) dalam diskusi diskusi publik dengan tema "May Day dan Colaboration Day" Sinergitas Program Pemerintah Prabowo-Gibran dalam penegakan hukum ketenaga kerjaan yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Utara. 

Salah satu kasus mencolok dilaporkan ke Polres Manado. Seorang mantan karyawan perusahaan mengaku ijazahnya ditahan meskipun kewajiban pinjaman telah lunas. Hingga saat ini, belum ada penyelesaian yang jelas dari pihak kepolisian maupun perusahaan bersangkutan.

Menanggapi kasus tersebut, Kepala Seksi Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Sulawesi Utara, Barto Pinontoan, mengungkapkan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan sudah sejak 2015 melarang praktik ini. Surat edaran resmi telah dikirim ke seluruh dinas tenaga kerja se-Indonesia.

“Penahanan ijazah hanya diperbolehkan jika ada perjanjian tertulis antara pekerja dan perusahaan. Tapi setelah hubungan kerja berakhir, perusahaan wajib mengembalikannya. Itu non-negotiable,” jelas Barto.

Ia menambahkan, praktik ini dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum perdata, terutama jika tidak ada kesepakatan tertulis yang sah. “Kita mendorong pengawasan ketat dan sosialisasi berkelanjutan agar tidak terjadi pelanggaran hak pekerja,” imbuhnya.

Di sisi lain, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memang tidak secara eksplisit mengatur larangan penahanan ijazah. Namun, berbagai interpretasi hukum dan prinsip perlindungan terhadap pekerja menjadikan praktik ini tak dapat dibenarkan secara moral maupun hukum.

Kasus di Sulut hanyalah satu dari banyak kasus serupa yang terjadi di berbagai daerah. Serikat pekerja pun terus menyerukan agar pekerja berani melapor bila mengalami hal serupa. Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum diharapkan lebih responsif menangani kasus-kasus seperti ini, yang kerap dianggap sepele namun berdampak serius pada masa depan tenaga kerja Indonesia. (fn)