Ketua LSM Kritik Kenaikan Tunjangan DPR RI, Dinilai Tidak Efisien
Ketua LSM Rakyat Anti Korupsi Harianto Nanga (Foto: ist)
Tunjangan beras naik jadi Rp12 juta, bensin Rp. 7 juta, dan rumah Rp. 50 juta per bulan.
Sulut24.com, MANADO - Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO), Harianto Nanga, mengkritik keputusan pemerintah menaikkan sejumlah tunjangan anggota DPR RI.
Kebijakan tersebut mencakup kenaikan tunjangan beras dari Rp. 10 juta menjadi Rp. 12 juta per bulan, tunjangan bensin dari Rp. 4–5 juta menjadi Rp. 7 juta per bulan, serta tunjangan rumah Rp. 50 juta per bulan sebagai kompensasi pengganti rumah dinas.
“Langkah ini tidak mencerminkan prinsip efisiensi sebagaimana diinstruksikan Presiden Prabowo Subianto,” kata Harianto Nanga dalam keterangan pers, Senin (25/8). Ia menilai kebijakan itu berpotensi melukai masyarakat yang saat ini menghadapi pelemahan ekonomi.
Pemerintah sebelumnya menyatakan kenaikan tunjangan DPR RI dimaksudkan untuk mempersempit peluang praktik suap dan gratifikasi di parlemen. Namun, kritik muncul karena keputusan tersebut diambil di tengah masalah ekonomi nasional seperti angka pengangguran yang tinggi, daya beli masyarakat yang menurun, dan beban utang negara yang mendekati jatuh tempo.
Harianto memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat memicu efek domino di daerah.
“Kenaikan tunjangan DPR RI bisa menjadi preseden bagi DPRD yang berpotensi ikut menuntut kenaikan serupa kepada pemerintah daerah,” ujarnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka Indonesia per Februari 2025 di angka 4 persen, sementara inflasi tahunan menekan daya beli masyarakat. Kondisi tersebut memunculkan sorotan publik atas prioritas belanja negara.
Harianto menyarankan agar DPR RI menunjukkan tenggang rasa dengan menunda penerapan kenaikan tunjangan.
“Menolak tunjangan di tengah situasi sulit akan lebih berarti sebagai bentuk solidaritas dengan rakyat, sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif,” tambahnya. (fn)