Ancaman Perang Ekonomi Global Dan Wacana Penguatan Ekonomi Domestik
Jerry Bambuta
Hari
ini dengan adanya fenomena pandemi COVID 19 telah memicu problem kompleks bukan
hanya dari aspek kesehatan publik tapi juga goncangan massif secara sosial,
ekonomi bahkan politik. Skala goncangannya pun meluas dengan cepat secara local,
nasional, regional bahkan global di berbagai negara. Kita hidup hari ini
berbeda situasi dengan era konflik perang Timur Tengah antara Amerika dan Irak di
masa lalu. Agresi militer dengan persenjataan militer canggih di kerahkan, baik
melalui serangan pasukan infanteri, artileri bahkan serangan udara berawak dan
tanpa awak (drone). Perang yang populer dalam catatan sejarah dengan sebutan
"Perang Teluk Persia" (gulf war) yang juga di kenal dengan kode
"Operasi Badai Gurun" (Desert Storm Operation). Konflik perang ini di
picu oleh serangan Irak terhadap Kuwait dan di kenal dengan perang teluk 1 yang
terjadi antara tahun 1980-1988. Berlanjut pada perang teluk 2 di mana Irak
menguasai Kuwait pada tahun 1990. Dan akhirnya, keterlibatan Amerika dalam
perang teluk sebagai permintaan bantuan militer Kuwait memicu perang teluk 3
pada tahun 2003.
Serangan
Irak terhadap Kuwait membuat Kuwait di kuasai dan menjadi provinsi ke 19 dari
Irak pada tanggal 2 Agustus 1990. Invasi Irak ini di sebabkan karena merosotnya
ekonomi Irak pasca perang delapan tahun dengan Iran. Irak membutuhkan petro
dollar sebagai income ekonomi negara sedangkan saat itu petro dollar anjlok
karena kelimpahan produksi minyak dari Kuwait dan Uni Emirat Arab. Gejolak
perang ini mendorong Kuwait meminta campur tangan dari bantuan militer Amerika.
Tidak hanya bantuan m iliter Amerika yang bergerak tapi juga Arab Saudi,
beberapa negara Arab dan Afrika Utara (kecuali Siria, Libia, Yordania dan
Palestina), negara2 Eropa Barat (Inggris, Perancis, Jerman Barat), beberapa
negara Eropa Timur/Eropa Utara dan dua negara Asia (Bangladesh dan Korea
Selatan).
Perang
teluk 3 berakhir pada tanggal 15 Desember 2011 dengan di tandai penutupan misi
militer Amerika di Irak oleh menteri pertahanan Amerika, Leon Panetta. Meski
berakhir, gerakan perlawanan dari milisi lokal di Irak sekitarnya terus
melakukan perlawanan melalui ISIS dan Al Qaedah. Tapi pada akhirnya, rezim
Saddam Hussein di Irak tumbang. Pada tanggal 30 Desember 2006, Saddam Hussein
mati di gantung sebagai hukuman mati atas tuntutan kejahatan atas kemanusiaan. Perang
teluk ini sangat populer di berbagai chanell siaran TV global dan TV lokal pada
masanya. Bahkan ada istilah populer menyebut perang teluk dengan istilah
"Video Game War" karena hampir setiap hari di berbagai chanell
Televisi global maupun lokal mempertontonkan realitas perang panjang di Timur
Tengah. Ibaratnya, kayak nonton "war game" dlm video game. Saya masih
ingat pada tahun 1990, kurang lebih usia saya 6 tahun ketika dengan familiarnya
tayangan berita perang teluk melalui siaran TVRI. Perang di Timur Tengah dan
tayangannya kita nikmati bak film layar lebar dari rumah. Bahkan mungkn saja
kala itu ada yang menonton dengan santai sembari di temani secangkir kopi plus
cemilan gorengan.
Apa
yang saya tulis di atas adalah realita perang global 30 tahun lalu. Apakah
konflik perang global hari ini sudah tidak ada? Tidak demikian! Pola dan
strategi invasi militer secara global hari ini bukan hanya menggunakan
agresi/invasi dengan persenjataan militer(simetric war). Simetric war berusaha
melumpuhkan kekuatan pertahanan sebuah negara dari luar ke dalam. Tapi, ada
pola strategi perang yang hari ini bergentayangan menggunakan instrumen
kamuflase yang sangat samar, di sebut dengan "asimetric war". Asimetric
war bukan melumpuhkan sebuah negara dengan invasi dari luar tapi melumpuhkan
sebuah negara melalui agitasi destruktif dan dominasi melalui kekuasaan boneka
dari dalam sebuah negara. Strategi adu domba internal negara dengan menggunakan
gorengan2 isu destruktif bahkan eksplosif sengaja di bangun. Tujuannya adalah
untuk memicu konflik horizontal negara secara internal. Dampak liniernya akan
secara langsung meluluh lantakan kekuatan negara sehingga kolonisasi asing
secara samar maupun frontal dengan mudah di lakukan.
Kedok
kerja sama investasi antar negara tanpa sadar adalah wujud hegemoni kapitalisme
asing yang ingin menguasai pusat sumber daya strategis negara. Bagai menikmati
isapan permen lolipop yang lapisan permukaannya manis tapi isinya penuh racun,
demikian juga dengan pola infiltrasi asing yang hadir dengan kemasan menawan
tapi sebenarnya menyelip belati untuk siap menggorok benih kedaulatan sebuah
negara. Perang ekonomi global antara poros Tiongkok dan Amerika sekian lama
telah menjelma menjadi gempa tektonik yang memicu efek getaran resesi ekonomi
hingga ke negara2 berkembang di Asia Tenggara. Tidak menutup kemungkinan jika
papan catur dari perang ekonomi ini menggunakan bidak-bidak tersamar dari
persepsi publik. Apakah pandemi dari COVID 19 bisa di duga sebagai salah satu
bidak dari pemain di belakang layar? Saya sendiri belum berani menyimpulkan
terlau jauh akan hal ini karena harus ada riset obyektif dengan fakta penunjang
yang obyektif pula.
Tapi
setidaknya, saya ingin memantik kesadaran kita sebagai anak-anak bangsa
terhadap realita dan ancaman dari "Asimetric War". Bukan tanpa
alasan, secara tidak terelakan, hari ini Indonesia berada di atas papan catur
dari perang global ini. Menjadi pion akan bernasib tragis karena akan di gilas
bidak lain yang lebih kuat. Kecuali bidak pion tersebut berjuang keras mencapai
kotak terakhir dari wilayah lawan. Dan akhirnya pion tersebut berubah menjadi
pion2 yang lebih besar dan kuat otoritasnya. Kita tidak bisa sekedar kelihatan
gagah dengan penampilan bak pendekar dengan pedang terhunus tapi sayang mata
dan telinga kita sulit memilah lawan dan kawan. Bangsa kita perlu
berkontemplasi secara mendalam menyusuri jejak sejarah masa lalu untuk bisa
melihat titik kelemahan yang harus di benahi. Bukankah catatan sejarah heroik
bangsa kita bertebaran penuh semarak dari Sabang sampai Merauke dan dari
Miangas sampai Rotte? Kolonial Belanda dengan persenjataan lebih canggih di
buat kocar kacir dengan para pejuang yang hanya bermodal keris, pedang dan
bambu runcing? Tapi sayangnya, tidak sedikit juga catatan sejarah tragis menyatakan
api perjuangan tersebut di redam karena politik Belanda "Divide it
Impera" cukup efektif memecah belah kesatuan bangsa kita.
Jika
peristiwa perang teluk di Timur Tengah dulunya kita hanya bisa menonton melalui
TV. Tapi hari ini realitas perang ekonomi global dan dampaknya tidak hanya
sekedar menjadi tontonan di TV atau chanell youtube. Bagai gempa tektonik yang
memicu getaran resesi ekonomi, perang ekonomi global dengan segala dampak
buruknya akan menembus hingga ke segala ruang lokalitas di bangsa kita. Kita
tidak lagi hidup di mana sekat lokalitas menjadi sebuah cangkang pelindung
ketika konflik global bergejolak. Kita hidup di era digital yang membuat segala
sekat lokalitas runtuh. Sehingga, tidak hanya pengaruh konstruktif tapi juga
pengaruh destruktif dengan mudah berdifusi ke dalam ruang lokalitas kita. Indonesia
adalah negara republik dengan 34 Provinsi yang tersebar dengan segala kekayaan
alam yang sangat limpah baik dari segi keragaman dan kuantitas. Dalam peta
ekonomi global, membuat Indonesia bagaikan inang yang segar untuk menjadi
habitat kembang biak para kapitalisme asing. Melimpahnya bahan baku menjadi
magnet yang akan menarik arus investasi asing ke dalam negeri. Jika bangsa kita
gagal membangun kedaulatan sejatinya, maka siap-siap kita akan menjadi babu di
rumah sendiri.
Indonesia
memiliki jumlah penduduk yang besar
mencapai 260 juta jiwa tersebar di 34 Provinsi. Fakta ini menjadikan Indonesia
sebagai negara target impor yang paling di incar oleh kekuatan produsen asing.
Semakin dominan pasokan impor menguasai rantai distribusi dalam pasokan
kebutuhan nasional adalah indikasi masih lemahnya kemandirian ekonomi domestik.
Secara geoposisi, geoekonomi dan geopolitik, Indonesia terletak di kawasan
strategis antara Samudera Pasifik dan Samudera Atlantik dan di apit oleh Benua
Asia dan Benua Australia. Posisi ini menempatkan Indonesia di lintasan
distribusi pasar strategis di kawasan Asia Pasifik. Bukankah di masa lalu
Indonesia memiliki peran strategis di jalur sutra? Jalur sutra adalah jalur
dagang yang menghubungkan antara wilayah Timur dan Barat melalui aktivitas
dagang para saudagar China. Secara otomatis, Indonesia akan di tempatkan pada
pusat konflik kepentingan ekonomi global di jalur sutra dan kawasan Asia
Pasifik. Indonesia bisa saja membuka ruang kerja sama dengan semua negara luar
tapi mutlak memproteksi diri dari upaya politik global yang bersifat
ekspansionis. Indonesia mutlak berdiri dalam kedaulatannya dengan memproteksi
peranan dominan dari ekonomi dalam negeri.
Dalam
konferensi tingkat tinggi (KTT) Belt Road Initiatives (BRI) di Beijing pada
tanggal 27 April 2019 telah di tanda tangani sebanyak 23 Memorandum of
Understanding (MOU) antara pebisnis Indonesia dan China. Belt Road Initiatives
(BRI) sebelumnya di kenal dengan OBOR (One Belt One Road). OBOR adalah program
yang di inisiasi oleh Presiden China Xi Jinping pada tahun 2013. Program OBOR
bertujuan untuk membangun infrastruktur darat, laut dan udara secara masif
sehingga terbangun jalur dagang dan ekonomi strategis bagi negara-negara Asia dan
sekitarnya. Program ini menyediakan dana besar bagi para anggotanya. China di
kabarkan menggelontorkan dana sebesar US$ 150 Milyard setiap tahun. Dana ini
bisa di pinjam negara peserta program untuk membangun infrastruktur.
BIOGRAFI
PENULIS