Tenaga Medis Dapat Insentif, Biaya Pasien Covid-19 Dibayar Pemerintah
Ilustrasi tenaga medis saat menangani pasien Corona. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa) (Sumber Foto: CNN Indonesia) |
Sulut24.com-Jakarta, Pemerintah akan menambah insentif bagi
seluruh tenaga medis yang bekerja melawan Corona. Sedangkan biaya perawatan
bagi pasien COVID-19 sepenuh menjadi tanggungan pemerintah. Selain itu,
pemerintah terus memastikan terpenuhinya segala keperluan menyangkut penanganan
virus Corona.
"Pemerintah terus mendatangkan dan memenuhi semua
kebutuhan obat-obatan, dan peralatan medis yang dibutuhkan. Pemerintah
menanggung semua pembiayaan perawatan pasien COVID-19," ungkap juru bicara
pemerintah terkait penanganan wabah virus Corona, Achmad Yurianto, dalam
konferensi pers yang ditayang via YouTube BNPB, Minggu (19/4/2020).
Ia meyakini Indonesia mampu melewati wabah ini.
"Pemerintah menyiapkan insentif tambahan untuk kerja keras tenaga
kesehatan. Ini yang harus kita pahami bahwa kita mampu melaksanakan ini secara
bersama-sama dengan bergotong royong," lanjutnya.
Kasus positif kasus Corona per hari ini mencapai 6.575.
Meski kasus positif virus Corona meningkat, namun pasien yang sembuh dari virus
ini terus bertambah. Hingga hari ini, total pasien sembuh dari Corona mencapai
angka 686. Sementara pasien yang meninggal bertambah 47 orang. Total pasien
yang meninggal saat ini 582 orang.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah
mengeluarkan surat edaran pergantian biaya perawatan pasien terkait virus
Corona (COVID-19). Pasien berstatus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam
pemantauan (PDP), dan positif COVID-19 dapat mengajukan klaim biaya perawatan.
Ketentuan tersebut dimuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor HK.01.07/Menkes/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian
Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit yang
Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Surat
keputusan diteken Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto pada Senin
(6/4/2020).
Dalam BAB II Poin A surat itu, disebutkan ada tiga kriteria
pasien yang dapat mengklaim biaya perawatan terkait COVID-19. Klaim dapat
dilakukan oleh ODP, PDP, dan pasien yang terkonfirmasi COVID-19.
"Ya ada 3 kriteria pasien yang dapat klaim biaya
perawatannya. Pertama orang dalam pemantauan ODP. Nah ini kita bagi dua. ODP
yang usia di atas 60 tahun baik dengan atau tanpa penyerta atau komorbid ya
atau penyakit lainnya. Kedua ODP yang kurang dari 60 tahun dengan penyerta juga
bisa. Kedua, pasien dalam pengawasan. Kemudian yang ketiga pasien positif Covid
atau terkonfimasi COVID-19," terang Humas PB IDI dr Halik Malik
menjelaskan isi surat keputusan tersebut sebaimana diberitakan detikcom, Sabtu
(18/4/2020).
Halik menambahkan, proses klaim biaya perawatan tersebut
berlaku bagi semua warga negara Indonesia dan warga negara asing yang dirawat
di rumah sakit rujukan COVID-19 yang ada di Indonesia. Dia juga mengatakan,
pasien dalam tiga katagori tersebut, yang sudah terlanjur membayar biaya rumah
sakit tetap dapat mengajukan klaim biaya perawatan di rumah sakit.
"Termasuk yang sudah telanjur membayar di rumah sakit
itu seharusnya bisa digantikan tinggal nanti rumah sakitnya klaim kepada
pemerintah ketika dananya sudah cair itu bisa ditagih oleh pasien yang pernah
berobat dan mengeluarkan biaya itu akan dibayarkan sejumlah biaya yang
terverifikasi," ucap Halik.
Dalam Poin B dan C, ditegaskan pelayanan yang dapat diklaim
adalah pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Klaim biaya perawatan dapat
diajukan di rumah sakit rujukan dan rumah sakit tertentu yang memberikan
pelayanan terhadap pasien COVID-19.
"Pembiayaan pelayanan pada rawat jalan dan rawat inap
meliputi administrasi pelayanan, akomodasi, kamar dan pelayanan di ruang gawat
darurat, ruang rawat inap, ruang perawatan intensif, dan ruang isolasi, jasa
dokter, tindakan di ruangan, pemakaian ventilator, bahan medis habis pakai,
pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium dan radiologi sesuai dengan
indikasi medis, obat-obatan, alat kesehatan termasuk penggunaan APD di ruangan,
rujukan, pemulasaran jenazah, dan pelayanan kesehatan lain sesuai indikasi
medis," demikian tertulis di surat keputusan itu.
Sementara itu, terkait pasien yang berstatus orang tanpa
gejala (OTG), Kemenkes menjelaskan mereka tidak butuh perawatan di rumah sakit.
Pasien berstatus OTG perlu melakukan isolasi mandiri sehingga tidak perlu
mengklaim biaya perawatan apapun.
"Sebenernya gini ada ODP, PDP ada juga konfirmasi.
Kalau OTG sebenarnya orang ada virus dia carrier tapi tidak mendapatkan gejala,
nggak ada rasa sakit nggak ada rasa demam, batuk nggak ada apa-apa berarti
kalau kayak begitu dia perlu dirawat enggak? Kan tidak. Dia isolasi mandiri
kan. Kalau dia tidak dirawat, cukup isolasi mandiri nggak perlu diklaim,
makanya kalau di Permenkes 238 itu yang bisa diklaim ODP, PDP, dan
konfirmasi," jelas Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemenkes Sundoyo.
Lebih lanjut Sundoyo menjelaskan ODP dan PDP merupakan orang
yang pernah melakukan kontak langsung dengan pasien terkonfirmasi COVID-19 dan
memiliki gejala. Sementara OTG adalah orang yang memiliki virus namun tidak
memiliki gejala apapun.
"Kalau dia OTG tanpa gejala kan tidak perlu dirawat
maka disarankan untuk di rumah, kecuali kalau dia memang sudah ada positif lalu
dia memang ada gejala demam misalnya sesak itu lain itu, dia harus
dirawat," ujar Sundoyo.
"Jadi gini kenapa OTG tidak dinyatakan secara tegas
didalam petunjuk teknis klaim itu karena OTG itu tanpa gejala. Kalau misal tanpa
gejala kan nggak mungkin dia dirawat logika hukumnya, maka ketika dia tidak
perlu dirawat kan berarti nggak perlu diklaim," sambungnya.
(*/agi)