Berbuat Keji dan Tercela, JAK Mencoreng Martabat DPRD Sulut - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Berbuat Keji dan Tercela, JAK Mencoreng Martabat DPRD Sulut

Rapat paripurna DPRD, Selasa (16/2) (Foto: Ist)


Sulut24.com, MANADO - Badan Kehormatan (BK) DPRD Sulut, merekomendasi pemberhentian James Arthur Kojongian (JAK) dari jabatan Wakil Ketua dan Anggota DPRD Sulut.

BK menyimpulkan, JAK melakukan perbuatan keji dan tercela. Perbuatan JAK telah mencoreng martabat DPRD Sulut. Rekomendasi dibacakan terbuka oleh Ketua BK DPRD Sulut Sandra Rondonuwu di hadapan sidang paripurna, Selasa (16/2/2021). 

Sidang  Paripurna DPRD Provinsi Sulawesi Utara dalam rangka Pengumuman Keputusan Badan Kehormatan DPRD tentang Hasil Pemeriksaan Pelanggaran Sumpah/Janji dan Kode Etik DPRD dipimpin langsung Ketua DPRD dr Fransiscus Silangen.

Dalam rekomendasi, BK, menilai JAK telah melakukan tindakan yang membahayakan nyawa istrinya. “Terjadi juga kekerasan psikis. Dengan kejadian ini, itu adalah perbuatan keji dan tercela," sebut Rondonuwu.

BK DPRD Sulut menilai, JAK secara sengaja atau tidak sengaja telah mencoreng martabat DPRD Sulut. “Sikap kami, saudara JAK tidak mengindahkan sumpah janji sebagai anggota DPRD dan pimpinan DPRD," beber Rondonuwu.

Bagi BK, kejadian yang terjadi karena ulah JAK ibukan hal yang baik bagi BK "Karena BK memiliki tanggungjawab kepada rakyat Sulut agar mampu menjaga wibawa lembaga terhormat ini,” katanya.

Dengan ini, lanjut Rondonuwu, BK telah bermusyawarah dan memutuskan saudara JAK dinyatakan melakukan pelanggaran atas sumpah janji.

“Atas hasil pemeriksaan tersebut, sesuai Tatib DPRD, BK merekomendasi untuk menetapkan sanksi pelanggaran sumpah dan janji kepada JAK yakni mengusulkan pemberhentian saudara JAK dari jabatan Wakil Ketua DPRD Sulut serta pemberhentian JAK dari Anggota DPRD Sulut sesuai mekanisme parpol,” tegasnya.

Rondonuwu selanjutnya menegaskan, keputusan BK bukanlah keputusan perorangan atau putusan tekanan politik. “Putusan ini independen dan seadil-adilnya yang berdasar musyawarah dan mufakat sesuai mekanisme yang berlaku. Langkah yang diambil merupakan representasi fraksi di DPRD Sulut. Dengan semangat profesionalisme, seluruh anggota BK menanggalkan kepentingan partai, kelompok maupun pribadi,” tandasnya.

Sikap DPRD Sulut direspon positif masyarakat. Seperti dikutip dari BeritaManado.com (17/2),  Staf Khusus Gubernur Sulut, Ruben Saerang, menilai keputusan BK otomatis mengikat. Partai Golkar mesti memperhatikan dan tunduk terhadap keputusan paripurna DPRD Sulut.

“Posisi JAK dalam kenaggotaan partai, mengacu pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Artinya, karir JAK di Golkar bersifat aktif, dimana saat bergabung yang bersangkutan harus mendaftar. Hak sebagai anggota partai akan hilang jika mengundurkan diri atas kemauan sendiri, meninggal dunia dan melakukan pelanggaran saat aktif sebagai kader,” terang Saerang.

Menurut Saerang, Pergantian Anwar Waktu (PAW) sangat beralasan dilakukan partai dengan dasar pencabutan kenanggotaan. Rekomendasi BK secara konstitusional menjadi dasar kuat bagi Golkar memberikan sanksi,” tandas mantan anggota DPRD Sulut itu.

Sebelumnya juga, sejumlah elemen perempuan Sulut mendesak JAK diberhentikan dari DPRD Sulut. Mereka membuat petisi dan ditujukan kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar dan Ketua DPRD Sulut.

Joice Worotikan dari elemen perempuan Sulut saat membacakan petisi di kawasan Megamas Manado, Jumat (5/2/2021), mengatakan perbuatan JAK mengundang perhatian masyarakat luas.Perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tidak manusiawi dan merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan.

“Kejadian tersebut menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT di Sulut,” kata Joice yang didampingi Jull Takaliuang, Ruth Wangkai, Vivi George serta sejumlah aktivis perempuan lainnya.

Jull Takaliuang menambahkan, KDRT yang dilakukan terhadap perempuan adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang tidak bisa ditolerir untuk dilakukan oleh siapapun. Peristiwa itu juga menjadi tanda awas bagi seluruh masyarakat untuk bersama-sama peduli terhadap situasi dan kondisi perempuan yang mengalami kekerasan.

Vivi George menambahkan, pejabat publik, anggota DPRD semestinya jadi panutan, bukan mempertontonkan tindakan kekerasan terhadap perempuan. “Tidak ada manfaat mempertahankan pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak di DPRD Sulut,” katanya seperti dilansir liputan6.com.(*/ag)