Hari Musik Nasional 2021: Maknanya Bagi Pemusik di Sulut - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Hari Musik Nasional 2021: Maknanya Bagi Pemusik di Sulut

Ilustrasi (Gambar: Ist)


Catatan : Alfeyn Gilingan


Sulut24.com, OPINI - Festival di Prancis merupakan latar terbentuknya World Music Day atau Fete De La Musique, yang dipelopori oleh Menteri Kebudayaan Prancis, Jack Lang bersama Maurice Fleuret, dan jatuh pada 21 Juni. 

Hari Musik Sedunia sebetulnya digagas pertama kali oleh seorang pemusik bernama Joel Cohen asal Amerika. Kemudian ditindaklanjuti oleh Jack Lang dan Maurice Fleuret sehingga dipatenkan oleh UNESCO.

Bagaimana dengan Hari Musik Nasional? Apa respon dan tanggapan individu, para pekerja yang berkecimpung di dunia musik melihat perkembangan musik di era saat ini, khususnya di Indonesia?

Tanggal 9 Maret belum jadi 'angka keramat' bagi para pemusik di Sulawesi Utara. Apalagi bagi para pejabat daerah yang berikatan tanggung jawab dengan (pengembangan) musik (di) daerah. Jangankan sebagai Hari Musik, tanggal 9 Maret merupalan hari lahir komponis Wage Rudolf Supratman pun mereka sudah lupa, bahkan banyak yang tidak tahu.

Hari musik dan giat untuk merayakannya, merupakan "prosesi" yang masih asing bagi pekerja musik di Sulut. Pasca penetapan secara resmi oleh Presiden RI, publikasi Hari Musik kering sosialisasi di daerah-daerah --termasuk di Sulawesi Utara. Banyak pekerja indutri musik di yang belum paham apa pentingnya Hari Musik. Apa arti dan manfaatnya Hari Musik untuk dirayakan.

Sehingga penetapan Hari Musik Nasional belum dipahami secara esensial oleh insan musik di daerah. Padahal Hari Musik Nasional merupakan momentum dalam kerangka memacu semangat berkarya secara ekonomis bagi para pekerja industri musik di Sulawesi Utara. 

Pada situasi lain terkait dengan konteks ini, hubungan saling berkepentingan antara pekerja industri musik dengan pemerintah daerah juga belum tercipta dengan baik. Sejauh ini hubungan pekerja industri musik dengan pemerintah daerah adalah hubungan kerja. 

Musik (daerah) menjadi pemanis acara seremonial atau kegiatan seni budaya yang berlabel program pemerintah. Keterlibatan pekerja industri musik daerah hanya untuk mengisi acara, menerima bayaran, sesudah itu semua selesai. Kembali pada keadaan semula, bertemu kembali pada tahun berikutnya di acara yang sama dalam situasi berbeda.

Dalam kondisi program tertentu, pekerja industri musik daerah bahkan menjadi objek pelatihan semata. Mereka bukan subjek yang kreatif berkarya. Mereka berkali-kali menjadi peserta, diberi materi, bukan subjek utama yang diarahkan untuk menjadi pendorong pengembangan musik (di) daerah. 

Usai pelatihan, kepala mereka penuh dengan materi tanpa karya kreatif. Padahal, tanpa ikut pelatihan pun, mereka jauh lebih mampu melakukan terobosan, menciptakan industri musik daerah bergairah hingga diterima oleh khalayak umum.

Dapatkah, misalnya lagu pop Manado diterima dalam khasanah industri musik Indonesia? Seorang Tantowi Yahya sudah menjawabnya sejak satu dekade lalu. Country Manado yang dibesut Tantowi Yahya telah masuk dalam deret industri musik Indonesia. Diterima, dihargai dalam bentuk apresiasi material. Album Country Manado milik Tantowi 'laris manis'.

Makna 'laris manis' bukan semata apresiasi dari sisi ekonomi. Album Country Manado menjadi salah satu karya padu-padan pekerja industri musik, budaya daerah yang menjadi bagian dari tonggak Kebudayaan Indonesia. Karya Tantowi mengisyaratkan bahwa betapa bahasa Melayu Manado (MM) dapat dirayakan dengan harmoni dalam konteks ke-Indonesia-an.

Entah dijelaskan bagaimana kalau pada program pelatihan sebi (musik daerah), lalu mereka dicekoki teori yang sejatinya sudah mereka praktekan dalam sejumlah karya mereka. Dalam karya yang mereka gali dari adab hidup sehari-hari, yang sebetulnya mereka sangat paham, sangat a-logis kalau masih disuguhkan berbagai teori bermusik.

Masa mendatang, barangkali perli dirobah pola pelatihan yang digulir pemerintah. Artinya, pekerja industri musik selaku peserta diarahkan untuk berkarya. Bukan untuk berteori dalam karya. Sehingga forum pelatihan menjadi wadah pemicu bagi musisi untuk menghasilkan dan memublikasikan karya untuk dapat diapresiasi khalayak. 

Pelatihan, tentu saja tidak hanya satu dua hari dan kemudian selesai. Mereka menerima sertifikat dan biaya peserta. Tetapi pelatihan harus ada kelanjutan. Semacam forum pematangan karya dan dilanjutkan dengan aksi pentas karya-karya yang sudah dihasilkan dalam pelatihan. 

Rangkaian forum itu sekaligus menjadi "ujian" bagi hasil-hasil berkesenian untuk disuguhkan kepada publik umum dalam gamitan dengan pengembangan pariwisata. Sebuah iven pariwisata, tentu saja membutuhkan sentuhan musik; diperlukan karya-karya kreatif dari 'dapur' pekerja Industri musik daerah. 

Tahap ini sekaligus akan memacu program pendokumentasian karya-karya seni musik di daerah. Sebab sampai hari ini, kita belum memiliki bank data, Sulawesi Utara memiliki berapa karya musik (daerah). Data musik ada, selalu acak dan hanya tampak di permukaan bahwa daerah ini kaya dengan potensi musik.

Mata rantai kegiatan seperti yang digambarkan ini, akhirnya dapat diarahkan kepada dunia pendidikan seni musik di Sulawesi Utara. Artinya, hasil-hasil karya seni musik perlu dimasukan dalam silabus ajar pendidikan formal. Pada titik ini pekerja industri musik daerah wajib terlibat langsung, sekalipun mereka bukan guru kesenian berstatus aparat sipil negara yang memiliki pangkat/golongan. 

Bukankah di lingkup pendidikan formal ada pola belajar ekstrakurikuler? Bagaimana pun kemampuan ajar-belajar seni musik pada pendidikan formal, pada pola belajar ekstrakurikuler tetap memerlukan buah pikir dan sekaligus karya para pekerja industri musik. 

Dengan demikian, perayaan Hari Musik Nasional di daerah tidak hanya sampai pada seremoni belaka. Saya sangat berharap, perayaan Hari Musik Nasional 2021 di Sulawesi Utara, sedapatnya diarahkan untuk terbangunnya komunikasi antara pemerintah dengan pekerja industri musik.

Komunikasi yang dimaksud, tidak lain adalah bagaimana pengembangan musik daerah dalam arti yang komprehensif dilakukan beriringan. Pemerintah mengajukan program-program terukur, direalisasikan bersama pekerja industri musik di daerah. Sekaranglah waktu yang tepat untuk merangkainya.(*/Penulis, pemerhati seni dan pendiri Komunitas Musik Manado)