IPAL Manado Dalam Spirit AARS: Air Limbah Harus Jatuh ke Pelimbahan - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

IPAL Manado Dalam Spirit AARS: Air Limbah Harus Jatuh ke Pelimbahan

Contoh skema pengolahan limbah permukiman/komunal (Foto: Ist)


Catatan: Alfeyn Gilingan 


Sulut24.com, OPINI - "Air cucuran jatuhnya ke pelimbahan juga". Ini peribahasa, makna kiasannya perihal tabiat seseorang yang tak pernah bisa diubah; atau sifat atau budi pekerti anak biasanya mengikuti sifat atau budi pekerti orang tuanya (biasanya mengenai hal yang kurang baik).

Apa hubungannya dengan alur alir atau pengelolaan air limbah di Kota Manado? Mari kita ubungkan saja, setidaknya pada konteks objektivitas. Bukan ditekankan pada aspek makna kiasannya, tetapi makna tekstualnya; bahwa air limbah, memang harus mengucur jatuh ke pelimbahan.

Adapun pengolahan air limbah, idealnya diartikan sebagai suatu proses yang dijalankan untuk menghilangkan atau membersihkan limbah (effluent) atau limbah hasil kegiatan industri, komersial atau rumah tangga dari air. Selanjutnya air limbah yang sudah dikelola tersebut dapat dimanfaatkan kembali oleh lingkungan tanpa memberikan dampak negatif atau dapat digunakan kembali dalam proses industri, komersial dan rumah tangga tersebut. 

Kegiatan pengolahan air limbah, sedapatnya dilakukan dalam tiga atau lebih tahapan yang spesifik. Tergantung pada komposisi dan tingkat limbah yang terkandung dalam air limbah. Nah, apakah Manado sudah punya sistem kelola air limbah dan benar-benar mengucur ke pelimbahannya? 

Saya belum tahu pasti. Soalnya selama ini belum ada data dalam bentuk dokumen terbuka soal konstruksi sistem air limbah atau Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) untuk permukiman maupun komersil, yang dipublis terbuka oleh pemerintah via instansi teknis yang membidanginya. Informasi soal rencana kelola air limbah di Manado, hanya sempat saya baca dari beberapa berita pendek dan terbatas di media masa.

Padahal, Manado sudah punya legal dasar soal pengelolaan air limbah. Legal paling baru, misalnya, dalam bentuk Perda Kota Manado Nomor 1 Tahun 2014 Tentang RTRW Kota Manado. Ada pada Pasal 22 huruf, lalu diperinci lagi pada Pasal 24 ayat (1) Sistem pengelolaan air limbah kota sebagaimana dimaksud dalam meliputi: a) sistem pembuangan air limbah termasuk sistem pengolahan berupa instalasi pengolahan air limbah; dan b) sistem pembuangan air limbah rumah tangga baik individual maupun komunal.

Pada ayat 2 disebutkan rencana pembangunan dan pengembangan sistem pembuangan air limbah termasuk sistem pengolahan berupa instalasi pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : sistem setempat (on site) secara individual dan sistem terpusat di luar lokasi (off site) atau lebih dikenal dengan instalasi pengolahan limbah terpusat. Nah, IPAL terpusat akan dikembangkan di 7 (tujuh) lokasi, meliputi: kawasan pusat kota di wilayah Kecamatan Wenang, di kawasan Sario, Malalayang, Singkil, Tuminting, Tikala, dan Mapanget.

Seingat saya, tahun 2011 ada proyek pembangunan IPAL Manado di lokasi reklamasi. Anggarannya sekitar 130-an miliar dari pemerintah pusat melalui Dinas PU Provinsi Sulut. Tetapi kemudian proses pembangunannya dililit masalah, IPAL di kawasan Megamas tidak dioperasikan. Sampai hari ini mubazir, sekaligus sangat menjengkelkan.

Lalu pada tahun 2012 ada rencana pembangunan instalasi air limbah di masing-masing kecamatan di Manado. Rupanya rencana itu tidak terealisasi. Entah apa kendalanya. Tetapi sekarang kita tidak patut lagi untuk mempersoalkannya. Itu sudah lewat jauh. Lebih baik kita dukung spirit membangun Walikota Manado, Andrei Angouw yang didampingi Wakil Walikota, dr Richard Sualang. Sudah tentu, termasuk spirit membaik IPAL Manado.

Merealisasikan IPAL di Manado dalam skala domestik, sangat mungkin tidak seperti rumitnya membangun IPAL pada kota-kota besar, misalnya Jakarta atau Surabaya. Manado kecil, kepadatan penduduk relatif sama dengan bagian Jakarta Utara. Tetapi toh secara umum, tahun 2019 pemerintah Jakarta meluncurkan program revitalisasi penataan IPAL, sudah dimulai dengan tahap penyiapan konstruksi. Nilai investasinya Rp69,6 Triliun dalam skema pendanaan APBN, KPBU dan B2B. Rencana mulai beroperasi tahun depan, 2022.

Proyek itu dinamai JSS atau Jakarta Sewerage System, pengolahan limbah domestik di 15 zona (termasuk zona yang sudah beroperasi). Rencana pembangunan awal pada Zona 1 dan 6; Zona 1 melayani wilayah pusat dan utara dan Zona 6 melayani wilayah barat. Total biaya proyek di Zona 1 adalah ± 8,1 Triliun, sedangkan pengembangan Zona 6 membutuhkan biaya sebesar ± 5 Triliun.

Zona 1 merupakan pembangunan IPAL terpusat yang terdiri dari: 1) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL); 2) Sistem perpipaan; 3) Sambungan rumah, dengan cakupan wilayah seluas 4.901 Ha. IPAL Zona 1 dibangun di Pluit dengan kapasitas rata-rata 198.000 m3 per hari.

Adapun cakupan wilayah (coverage ratio) di DKI Jakarta hanya meliputi 4% dari keseluruhan wilayah dengan tingkat pencemaran BOD sebesar 84 mg/l. Dengan kondisi tersebut, Jakarta berada di posisi kedua terendah dalam hal sanitasi di antara ibu kota di Asia Tenggara. JSS juga sebagai proyek untuk mendukung efektivitas Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN)/ National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang juga sudah mulai dibangun.

Nah, bagaimana dengan pengolahan air limbah dan penanganan pengelolaan IPAL di Manado era kepemimpinan Andrei Angouw dan Richard Sualang yang tergolong singkat ini?

Ini mesti dibahas formal. Untuk memulainya minimal dalam ruang workshop proaktif para pemangku kepentingan. Saya menduga, amburadulnya konstruksi Instalasi air limbah menjadi salah satu penyebab kritis terjadinya banjir berulang kali di sejumlah titik rawan di Manado. Mulai dari Wanea, Sario, Wenang dan sekitarnya, juga Tikala, Singkil hingga Tuminting dan sekitarnya. 

Saat ini masyarakat Manado belum sepenuhnya menjalani kultur hidup, bagaimana baiknya mengelola sampah. Termasuk di dalamnya soal  pengelolaan air limbah yang standar sanitasi.  Masyarakat  pelaku usaha, mulai dari usaha restoran, hotel, rumah sakit dan real estate masih sangat abai dengan sampah dan pengelolaan air limbah. 

Bila setiap tahun Manado ketambahan, misalnya rumah makan atau restoran, sudah pasti menghasilkan sampah dan air limbah yang tidak sedikit. Begitu pula ketambahan area perumahan, pasti kuantitas sampah dan air limbah bertambah. Kemana proses, khususnya pembuangan air limbah dari sejumlah perumahan di wilayah Mapanget saat ini, tidak diketahui dengan pasti.

Soal pemangku kepentingan di Manado saat ini --terutama yang membidangi pengelolaan sampah dan air limbah-- masih seperti pahat. Nanti "toki" baru bisa jalan; nanti Walikota limpung kusut turun lapangan baru bekerja, sibuk sana-sini. Pada tataran program kerja, pada akhirnya ada yang selalu tiba saat, tiba akal.

Kini saatnya pengelolaan IPAL di Manado --secara khusus air limbah skala permukiman-- menjadi prioritas perhatian pemerintah Manado Hebat. Apabila dilakukan perbaikan pengolahan air limbah dan pengelolaan IPAL tertangani baik dalam tiga tahun berjalan, dari sini pula kenyamanan sudah akan dinikmati oleh warga Manado. 

Memperbaiki konstruksi IPAL Manado dalam kategori domestik untuk skala permukiman, memang memerlukan anggaran yang tidak kecil. Tetapi bagi pemerintah, ketersediaan anggaran menjadi hal yang sebetulnya tidak menjadi masalah berat. Artinya, tidak memberatkan dalam konstruksi APBD. Manado memiliki sumber-sumber pendapatan yang memadai tinimbang kabupaten/kota lain di Sulut.

Sumber-sumber pembiayaan dari luar juga tetap ada dan dapat dimanfaatkan untuk hal ini. Pola G2G atau B2B dapat ditempuh oleh pemerintah Manado. Asalkan ada niat baik. Eksekutif dan legislatif sejalan, lalu didukung (kesadaran) masyarakat. Pelaksana teknis juga harus benar-benar tahu prosedurnya. Menempuh proses yang berlaku secara profesional dan produktif.

Yang pertama-tama, niat itu patut dimulai oleh eksekutif. Pihak berwenang dan yang membidangi serya bertanggung jawab harus bekerja keras. Harus bermental baik, tidak cepat besar kepala alias bangga dengan capaian yang sifatnya politis. Kepala satuan kerja pemerintah wajib proaktif; berpikir dan bekerja. Bukan semata-mata menunggu Walikota dan Wakil Walikota berpikir dan lintang-pukang turun ke lapangan hanya untuk mengecek musabab ketersumbatan gerak aliran air.

Membangun sistem dan instalasi pengelolaan air limbah di Manado, sebetulnya dapat dilakukan bertahap. Sejatinya harus membuat Roadmap-nya; sebagai 'peta jalan' untuk membangun. Punya rencana induk sanitasi. Sebab rencana induk sanitasi, sebetulnya menjadi alat pengendali dalam pembangunan sanitasi kota/permukiman secara keseluruhan. 

Dus, pada titik ini sudah harus ditentukan sistem sanitasinya. Meskipun pembagian skala lebih merupakan suatu sistem yang menitikberatkan pada aspek teknis. Namun sistem kelola air limbah dalam satu daerah tidak dapat dilepaskan dari aspek lain seperti regulasi, institusi, komunikasi, dan perubahan perilaku.

Soal pembangunan sarana sanitasi suatu kota, Kementerian PUPR telah mengarahkan, seyogyanya mengikuti rencana induk sanitasi yang telah ditetapkan. Pada rencana induk sudah ditetapkan garis besar sistem yang akan diterapkan dalam satu kota. Mulai dari lokasi IPAL untuk sistem terpusat (off-site sanitation), daerah prioritas layanan sistem terpusat, rencana jalur pipa induk (trunk sewer), dan lokasi IPLT.

Sebetulnya sistem sanitasi skala permukiman merupakan sistem antara. Dari sistem individu ke sistem skala perkotaan. Tetapi dalam perencanaan, sistem ini secara menyeluruh harus terintegrasi. Pada saat sistem terpusat skala kota sudah terbangun, sistem skala permukiman akan tersambung ke jaringan pipa perkotaan, sampai dengan IPAL terpusat.

Walaupun sistem sanitasi skala permukiman terus dikembangkan dan sistem terpusat skala kota belum ada, tetapi rencana skala kota sudah harus dibuat. Sebab rencana sistem pada kota akan menjadi acuan dalam pembangunan sarana sanitasi yang berjalan. 

Intinya, soal tata kelola air limbah, pemerintah kota Manado sebagai penentu yang harus memulainya. Dalam memacu pembangunan sarana sanitasi skala permukiman, misalnya, tugas pemerintah adalah menyusun rencana induk air limbah domestik. Setelah itu harus dilakukan identifikasi lokasi sesuai prioritas pembangunan. Aksi selanjutnya adalah rencana teknis untuk integrasi air limbah domestik skala permukiman terhadap sistem kota keseluruhan.

Pemerintah perlu juga membangun baru sistem skala permukiman/komunal pada daerah prioritas. Lalu dilanjutkan dengan mengembangkan sarana pendukung sanitasi skala permukiman/komunal agar berkelanjutan, seperti pembangunan IPLT, pengadaan alat transportasi lumpur, pengadaan alat pembersih pipa air limbah.

Andaikan saat ini Manado dianggap sudah memilki sistem sanitasi dasar yang standar skala permukiman/komunal, yang patut diperhatikan adalah mempertahankan keberlanjutan sistem sanitasi skala yang telah dibangun itu. Keberlanjutan mempertahankan, yakni melalui berbagai proyek lanjutan. Termasuk program lanjutan ikhwal optimalisasi kapasitas pelayanan sistem yang sudah dibangun.

Dengan demikian, yang berurusan dengan tata kelola air limbah bukan hanya satu badan/lembaga pengelola dan/atau penanggung jawabnya. Dalam hal sanitasi, jumlah sarana sanitasi yang dibangun menjadi tanggung jawab pemerintah dan kelompok pengguna sarana, baik dalam operasi dan juga pemeliharaannya. Oleh karena itu para pihak perlu memperhatikan dengan seksama pembangunan sarana sanitasinya, mulai dari tahap penyiapan masyarakat, perencanaan, konstruksi, dan operasi pemeliharaan. 

Maka soal tata pengolahan air limbah beserta IPAL menyeluruh kota Manado, saya cukup optimis, AARS memiliki spirit membangun yang integratif. (*Penulis, adalah wartawan yang tinggal menetap di Manado)