Jinwar, Desa Para Janda dan Korban KDRT - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Jinwar, Desa Para Janda dan Korban KDRT

Penduduk Jinwar, Desa Khusus Wanita (Foto: Ist)

Sulut24.com, Suriah - Ada sebuah desa unik dan menarik di Suriah. Namanya Desa Jinwar, didirikan oleh sekolompok wanita. Tak ada pria yang jadi penduduk di desa ini. Banyak dari penghuninya merupakan korban perang karena ditinggal suami melawan ISIS.

Para wanita tersebut, mendirikan Desa Jinwar karena perang dan pernah mengalami kesusahan yang sama. Disebut Jinwar, karena tempat tersebut diisi oleh para janda, wanita korban KDRT dan juga pernah mengalami serangan seksual.

Jinwar, dalam bahasa Kursi berarti tanah wanita. Awalnya menampung lima keluarga dan dibuka sejak Hari Perempuan Internasional di 2018. Kini tempat tersebut berkembang menjadi desa yang menampung wanita beserta anak-anaknya untuk saling mendukung saat mereka harus hidup tanpa pria. 

"Aku hidup dengan ISIS dan situasinya menjadi sangat sulit untuk para wanita. Aku harus selalu ditutupi dan tidak bisa melakukan apa-apa. Suamiku juga sudah lelah hidup dengan ISIS," ujar seorang wanita Arab usia 35 tahun yang punya tujuh anak dan suaminya meninggal karena perang dilansir ABC.

Para wanita korban patriarki dan kapitalisme itu  bersatu untuk membuat sistem yang aman dan damai bagi mereka dan anak-anak. Wanita yang ditetapkan dari semua kalanga. Mereka tak memandang etnis atau agama sehingga terbuka untuk siapapun yang membutuhkan. 

Tak hanya melindungi sesama, tempat itu juga ramah lingkungan. "Tempat ini akan menjadi penampungan untuk mereka yang menderita kekerasan, rumah untuk para janda dengan anak-anak yang kehilangan suami-suami mereka selama perang, dan tempat untuk mereka keluarga dari lingkungan kapitalis," kata wanita bernama Nunjin.

Semua wanita membantu membangun rumah menggunakan lumpur, pakan ternak, kayu, hasil alam yang tidak mencemari lingkungan. "Energi yang bisa diperbarui digunakan, kebanyakan kekuatan solar," sebut Nunjin dengan mimik sumringah.

Menemukan lingkungan yang harmonis dan bisa berkontribusi terhadap orang-orang sekitar, para wanita desa itu mengaku tidak berkeinginan untuk menikah lagi. 

"Aku tidak akan menikah lagi karena aku punya banyak anak dan tidak ada yang mau menikahiku. Ini pertama kalinya aku merasa bebas, tidak ada yang memintaku memakai sesuatu atau melakukan sesuatu," tambah Nurjin.

Hal senada diungkapkan oleh Amira. "Kami pernah dihina dan disiksa dengan brutal oleh suami-suami kami dan oleh para militan ISIS. Apabila perempuan tidak mengenakan pakaian hitam, dia akan dicambuk. Apabila seorang perempuan memperlihatkan matanya, dia akan dicambuk. Zaman itu sudah berakhir. Kini ada demokrasi, dan kami merasakan kebebasan," kata Amira, penduduk desa tersebut sebagaimana dilansir VoA belum lama ini.

Para wanita penduduk Desa Jinwar tersebut bukan benar-benar anti dengan pria. Selain anak-anak lelaki, pria dewasa juga diperbolehkan untuk masuk tapi hanya pada waktu-waktu tertentu.(*/agi)