Perlu Perbaikan Regulasi, BULD DPD RI Soroti Permasalahan Perizinan Tambang di Daerah - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Perlu Perbaikan Regulasi, BULD DPD RI Soroti Permasalahan Perizinan Tambang di Daerah

 Ketua BULD DPD RI Ir. Stefanus B.A.N Liow, M.A.P (foto: Ist)

Sulut24.com, JAKARTA - Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menilai perlu adanya perbaikan regulasi perizinan di sektor pertambangan dan kehutanan. 

Problematika tersebut terjadi karena adanya perubahan pengalihan kewenangan dari daerah ke pusat. 

Terkait hal tersebut, BULD DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar dan praktisi pertambangan untuk menggali informasi tentang problematika perizinan di sektor pertambangan dan kehutanan, serta perbaikan tata kelola pertambangan Indonesia dalam rangka pembangunan berkelanjutan dan implikasinya terhadap daerah.

Ketua BULD DPD RI Ir. Stefanus B.A.N Liow, M.A.P mengungkapkan, pihaknya saat ini sedang fokus pada pemantauan Peraturan Daerah (Perda) dan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang berkaitan tentang pertambangan, lingkungan hidup dan kehutanan.

Menurutnya, kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) yang diambil alih oleh pusat saat ini mengakibatkan sistem perizinan berubah, baik di bidang pertambangan, lingkungan hidup maupun kehutanan. 

Dinamika kembali bergulir dengan Undang-Undang (UU) Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), dan munculnya UU Cipta Kerja membuat implikasi kepada kewenangan daerah. 

"Terkait permasalahan peralihan kewenangan perizinan ke pusat, daerah harus melakukan penyesuaian melalui Perda dan Ranperda terhadap peraturan perundang-undangan di atasnya. Selain itu, BULD DPD RI juga menyoroti dampak negatif yang terjadi pada masyarakat daerah akibat eksploitasi tambang," ungkap Stefanus Liow saat membuka RDPU tersebut, di Gedung DPD RI Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (14/09/22).

Pada kesempatan tersebut, Pakar Hukum Pertambangan sekaligus pengajar di Universitas Tarumanegara Jakarta Ahmad Redi, mencermati persoalan terkait pelaksanaan legislasi/regulasi minerba terutama masalah perizinan, kegiatan usaha pertambangan, dan dampak lingkungan hidup serta implikasinya terhadap kewenangan di daerah.

"Tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) di daerah ini butuh intervensi luar biasa dari DPD RI, karena ini menyangkut masyarakat di daerah. Saya kira jika DPD RI bisa mendorong dan mencari solusi akan permasalahan ini, pasti akan luar biasa efeknya bagi daerah," ujar Ahmad Redi.

Senada dengan itu, Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumber Daya Ekstraktif Migas, Pertambangan dan SDA Aryanto Nugroho mengatakan, dalam pengelolaan SDA di Indonesia terkait tata kelola pasti berbicara tentang partisipasi, akuntabilitas dan transparansi.

Menurutnya, fenomena saat ini daerah yang mempunyai SDA tinggi mempunyai kecenderungan miskin dan tertinggal serta tidak sebanding dengan SDA yang sudah dieksploitasi.  

Beberapa hal yang harus dilakukan, lanjut Aryanto, adalah sinkronisasi regulasi, membentuk unit pengawas di daerah, memperbaiki mekanisme keterbukaan informasi perizinan, integrasi kanal pengaduan dan mekanisme penanganan, serta mengembangkan mekanisme kolaboratif untuk akuntabilitas izin pertambangan.

"Mirisnya, sebagian besar daerah yang kaya akan SDA tetapi kemiskinannya rata-rata tinggi, dan laju perekonomian di daerah tersebut rendah. Ini yang harus diperbaiki, dampak dari eksploitasi tersebut. Agar dari dampak negatif menjadi transisi energi yang berdampak baik bagi daerah itu," ungkap Aryanto. 

Pada RDPU ini, beberapa anggota BULD RI juga turut menyampaikan pendapat, pandangan, dan pertanyaan. 

Anggota DPD RI asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas menilai persoalan pencabutan izin dari daerah ke pusat bukan menjadi solusi. 

GKR Hemas mengungkapkan, permasalahan izin penambangan pasir di sekitar kawasan Merapi bahkan sampai merusak daerah evakuasi.

"Izin yang diberikan seharusnya ditinjau ulang. Penambangan pasir di Merapi harus benar. Jangan menambang tidak sesuai, sehingga akhirnya merusak lingkungan," sentil istri dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X ini.

Anggota DPD RI asal Kalimantan Barat (Kalbar) Sukiryanto membeberkan, meski Kalbar terkenal sebagai penghasil sumber daya kekayaan hutan, dan wilayah yang ber-SDA sangat tinggi, tetapi banyak perusahaan asing yang melakukan eksploitasi SDA secara berlebihan tanpa mengindahkan dan memberikan manfaat nyata di daerah tersebut.

"Hampir tidak ada kemanfaatan dari eksploitasi SDA yang sekarang terjadi, dan kepala daerah juga seolah tidak berdaya. Padahal, jelas-jelas perusahaan asing itu mengeksploitasi besar-besaran SDA di daerah kami," sorot Sukiryanto.

Lain halnya dengan Anggota DPD RI asal Sumatera Utara (Sumut) Faisal Amri. 

Ia mengungkapkan masalah perizinan tambang selalu mengakibatkan permasalahan, baik dikelola di pusat ataupun di daerah. 

Menurutnya, yang harus menjadi fokus perhatian adalah bagaimana sistematika Dana Bagi Hasil (DBH) atas eksploitasi SDA tersebut memberikan kemanfaatan bagi daerah.

"Kuncinya, bagaimana pembagian bagi hasil pusat dan daerah, karena daerah selalu tidak sejahtera. Ini harus dikaji ulang," tegas Faisal Amri.

Anggota DPD RI asal Bali I Made Mangku Pastika menyoroti hampir semua daerah yang kaya SDA, rata-rata miskin penghidupan masyarakatnya. 

Ia mendorong agar kualitas peningkatan SDM di daerah ditingkatkan, agar masyarakat juga mampu kreatif dalam mengelola daerahnya.

"Jika dikelola dengan benar akan bisa kaya seperti negara-negara Arab dan Australia, karena sepertinya ada salah kelola di negeri ini. DPD RI harus mendorong agar DBH SDA diperbesar untuk membiayai SDM di daerah," tukasnya.

Pimpinan dan Anggota BULD DPD RI foto bersama usai RDPU. (foto: Ist)

Anggota DPD NTT Abraham Liyanto juga menyoroti tentang tata kelola SDA pertambangan, yang dinilai membutuhkan adanya kepastian hukum untuk menciptakan iklim perekonomian yang baik di daerah.  

"Seperti pepatah jangan seperti tikus mati di lumbung padi, masalah tumpang tindih regulasi harus segera diselesaikan. Dengan adanya UU Ciptaker, mestinya harus segera berdampak bagi daerah," imbuhnya.

Dalam RDPU tersebut, Anggota DPD RI Banten Ali Ridho Azhari menemukan permasalahan tambang pasir liar yang terjadi di Banten. 

Ia menyatakan bahwa banyak melibatkan oknum penegak hukum sehingga susah untuk ditangani.

“Penambangan pasir liar itu berdampak besar bagi kerusakan lingkungan, dan ditengarai banyak oknum yang terlibat sehingga susah ditangani,” ungkap Senator Banten ini.

Sementara itu, Anggota DPD RI asal Lampung Jihan Nurlela mengungkapkan, bahwa sejak disahkan dua tahun lalu UU Minerba banyak menimbulkan masalah. 

Menurutnya, dengan adanya Pasal 162 UU Minerba yang menyatakan bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

“Pasal 162 UU Pertambangan ini dapat digunakan sebagai upaya mengkriminalisasi masyarakat, pembela hak asasi manusia dan aktivis lingkungan yang terkena dampak pertambangan,” pungkas Senator Lampung tersebut. (Simon)