Phobia Terhadap Captikus - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Phobia Terhadap Captikus

Alpianus Tempongbuka (Foto: Ist)

Opini Oleh : Alpianus Tempongbuka

Ketua LMND Sulut 


“Phobia berarti suatu ketakutan atau kecemasana yang terjadi secara terus-menerus”

Captikus merupakan minuman tradisional yang di hasilkan dari tangkai buah pohon aren yang diolah dengan cara di rebus atau dalam bahasa lokal (diteru). Air dari tangkai buah pohon aren tersebut pada dasarnya bukan sekedar bisa di olah menjadi captikus semata tetapi juga bisa diolah menjadi gula merah. Bahkan tak sedikit masyarakat lokal meminum secara lansung air hasil dari tetesan tangkai buah pohon aren “Nira” atau  sering dikenal dengan kata “Saguer”.

Captikus Dalam Perspektif Sosiologis

Captikus bagi masyarakat Sulawesi-Utara bukanlah sesuatu hal yang baru, melainkan sesuatu yang telah terjadi secara turun temurun. Berdasarkan informasi melalui diskusi maupun berkunjung lansung ketempat masyarakat yang mengelolac captikus, bisa tarik kesimpulan bahwa captikus sangat memeberikan dampak baik dalam kehidupan sosial mereka. 

Sebagai contoh kasus ketika ada yang ingin mendirikan rumah atau acara laiinya salah satu jamuan pokok adalah captikus itu sendiri. Bagi mereka captikus memberikan dampak yang baik sebab menciptakan kehangatan bagi tubuh bahkan sering disebut sebagai air kebersamaan.

Kepercayaan akan khasiat captikus sangatlah kental dikalangan masyarakat Sulawesi Utara khususnya di Kabupaten Minahasa Selatan. Mereka mempercayai bahwa captikus bisa menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit yang ada dalam tubuh. Hal tersebut juga dipercarya secara turun-temurun “kalo cuman beringus lebe bae minum captikus”. 

Captikus Dalam Perspektif Ekonomi

Captikus dalam perspektif ekonomi sangat jelas terlihat bisa di andalkan sebagai sumber pendapatan masyarakat sebagai contoh kasus adalah masyarakat Minahasa Selatan karena secara data, petani pohon aren yang memproduksi captikus merupakan mayoritas dari penduduk yang ada di Minahasa Selatan itu sendiri.

Masyarakat mengakui bahwa sumber penghasilan terbesar adalah mengolah nira menjadi captikus, bahkan mereka berpandangan jika tak ada captikus mungkin anak cucu mereka tak bisa bersekolah, terlebih masuk dalam perguruan tinggi. 

Hal tersebut juga diperkuat dengan getolnnya anak-anak Minahasa Selatan dalam menyampaikan pendapat baik dalam ruang formal, informal maupun nonformal bahwa mereka bisa menjadi manusia yang manusia (Berpendidikan, berpangkat dan lain-lain) adalah hasil daripada captikus itu sendiri.

Lantas Kenapa Captikus masih menjadi sesuatu yang terlarang bahkan terkesan menakutkan?

Ketakutan terhadap captikus disebabkan captikus masuk dalam kategori minuman keras atau beralkohol tinggi, yang dipercaya bisa menghilangkan nalar sehat manusia “ketidaksadaran”.

Ketidaksadaran yang disebakan minuman beralkohol sering menciptakan hal yang tidak dinginkan bersama, semisal persoalan kamtibmas bahkan percekcokan yang berakhir pada hilangnya nyawa seseorang. Hal inilah yang selalu menjadi pegangan kokoh bagi para penegak hukum.

Selain itu minuman keras juga mendapat kecaman yang kuat dari sisi religius, selain akan pandangan diatas mereka juga meyakini bahwa ketidaksadaran yang disebabkan oleh minuman beralkohol akan berujung pada ketidak baikkan.

Hal diatas memanglah benar adannya jika orientasi berfikir minuman berakohol akan berakhir pada ketidaksadaran diri. Namun yang perlu digaris bawahi dan lebih berfikir secara mendasar bahwa minuman beralkohol tak selalu berakhir dengan ketidaksadaran diri. Ketidaksadaran diri atau bertingkah seolah diluar kendali manusia penyebab utama sebenarnya bukanlah minuman beralkohol melainkan ketidakmampuan dalam berfikir karna faktor pendidikan, ekonomi dan lain-lain.   

Faktor pendidikan yang dimaksud adalah ketidakmampuan dalam menganilasa sebuah masalah sehingga resolusi akhir adalah barbarian. Faktor ekonomi merupakan faktor utama karna sangat kental dengan kehidupan manusia, faktor  yang lain adalah ketiadaan pekerjaan. Hal ini bisa diperkuat bahwa persoalan kamtibmas, ketidaksadaran diri atau bertindak diluar kendali tak selalu dalam kondisi telah meminum minuman beralkohol.

Captikus harusnya diposisikan sebagai minuman tradisional yang menjadi ikon sulawesi Utara kepada dunia bahwa Sulawesi Utara memiliki minuman lokal yang tak kalah bersaing dengan minuman yang diciptakan negara lain semisal soju dari korea, arak dari India.

Captikus juga bisa dijadikan jawaban akan persoalan ekonomi serta kurangnya akan lapangan kerja  yang ada di Indonesia umumnya dan khususnya di wilayah Sulawesi Utara.