Brasil Usul Indonesia Masuk Tim Juru Damai Perang Rusia-Ukraina - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Brasil Usul Indonesia Masuk Tim Juru Damai Perang Rusia-Ukraina

Presiden Joko Widodo berkunjung ke Ukraina dan bertemua dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Istana Maryinsky, Kyiv, Ukraina, 29 Juni 2022. (dok.kompas.com)

Sulut24.com, BEIJING – Sejumlah negara saat ini mendekati China agar semakin aktif mengupayakan penghentian perang Rusia-Ukraina. Salah satu negara itu adalah Brasil. Presiden Brasil Inacio Lula da Silva dijadwalkan akan berkunjung ke China, Selasa (28/3/2023). 

Sebagaimana dipublis Kompas.com Sabtu (25/3/2023), da Silva akan berada di Negeri Tirai Bambu selama tujuh hari. Selain membahas hubungan bilateral antara Brasil dan China, agenda kunjungan da Silva diperkirakan juga akan membicarakan upaya penghentian perang Ukraina-Rusia.

Sebelumnya, da Silva telah menawarkan agar juru damai perang Rusia-Ukraina tidak dipegang oleh satu tokoh dari satu negara. Ia mengusulkan juru damai berupa tim yang dibentuk oleh negara-negara berkembang dengan kekuatan menengah yang relatif tidak memihak. Indonesia dan India termasuk negara yang diusulkan menjadi juru damai selain Brasil dan China.

Adapun Presiden Joko Widodo, tahun 2022 pernah berkunjung ke dua negara yang saat ini sedang berperang itu. Berbeda dengan Xi yang hanya menyambangi Rusia, kunjungan Jokowi dilakukan ke dua negara sekaligus. Presiden Jokowi, saat itu menjadi pemimpin Asia pertama yang berkunjung ke Ukraina selepas invasi Rusia.

Dengan usulan Presiden da Silva tersebut, diharapkan sebagai cara yang lebih dipercaya oleh Rusia maupun Ukraina. Sebab pernyataan bersama antara Putin dan Xi sedikit sekali menyinggung mengenai Ukraina. Isinya adalah Rusia memuji ketidakberpihakan China selama operasi militer yang mereka lakukan sejak 24 Februari 2022. Adapun China mendorong agar kedua belah pihak mempercepat gencatan senjata.

Amerika Serikat cepat menanggapi dengan mengatakan bahwa kunjungan Xi ke Rusia itu sebenarnya fokus kepada hubungan bilateral kedua negara. Inisiatif Keamanan Global yang berisi 12 poin dan mencakup persoalan Ukraina itu hanya hiasan untuk mengesankan seolah Xi datang mengemban misi sebagai juru damai.

Bahkan, belum ada kabar apakah Xi hendak mengadakan pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Padahal, Kyiv sudah mengutarakan antusiasme atas terlibatnya China di dalam percepatan gencatan senjata dan perdamaian.

"Bagaimanapun juga, China tidak netral. Mereka mengakui narasi perang Rusia bahwa Moskwa terpaksa menginvasi Ukraina karena kedekatan Kyiv dengan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara)," kata peneliti isu China untuk Atlantic Center, David Shullman, kepada Voice of America Kamis (23/3/2023) waktu AS atau Jumat (24/3/2023) waktu Indonesia.

Salah satu hal yang dicermati AS bersama sekutunya ialah ketiadaan pengakuan kedaulatan geografis Ukraina di dalam inisiatif China, terutama wilayah Crimea, Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhia yang dicaplok oleh Moskwa.

Meskipun demikian, hal ini tidak membuat negara-negara lain, termasuk di Eropa, patah arang dalam mendekati China. Bahkan, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengingatkan para pemimpin Uni Eropa agar terus menjaga hubungan dengan China. Bagaimana pun, adanya Inisiatif Keamanan Global itu menunjukkan kemauan China untuk penghentian peperangan.

Negara yang bergerak cepat atas inisiatif itu adalah Brasil. Bulan Februari, ketika inisiatif tersebut diumumkan, Presiden Brasil Inacio Lula da Silva mengajukan proposal perundingan perdamaian kepada Rusia. Dilansir kantor berita Rusia, TASS, Kementerian Luar Negeri Rusia tengah mempelajari tawaran tersebut.

Pada intinya, da Silva menawarkan agar juru damai perang Rusia-Ukraina berupa tim yang dibentuk oleh negara-negara berkembang dengan kekuatan menengah yang relatif tidak memihak. 

"Ini bagian dari politik luar negeri Brasil untuk memajukan negara-negara di Selatan Dunia. Apalagi, Brasil adalah negara berkembang terbesar di Amerika Latin dan mereka ingin memperkuat posisi di politik global," kata Evandro Menezes, pakar politik Brasil dari Yayasan Getulio Vargas.

Menezes mengakui bahwa pendekatan kepada China ini juga untuk mendekatkan kembali hubungan Brasil-China setelah memburuk selama pemerintahan Presiden Jair Bolsonaro. Bolsonaro menuduh China sebagai penyebab terjadinya pandemi Covid-19. Hubungan bilateral kedua negara anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Sekatan) ini meregang, meskipun dari segi neraca perdagangan tetap besar. Pada tahun 2022 saja nilainya 150 miliar dollar AS.

Bersamaan dengan lawatan Presiden da Silava, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez juga akan ke Beijing atas undangan Xi Jinping pada Rabu (29/4). "Penting bagi kita semua mengetahui posisi Presiden Xi terkait Ukraina sebelum bisa memasuki pembahasan mengenai perdamaian lebih lanjut," tutur Sanchez.

Selain Spanyol, para kepala negara anggota NATO juga dijadwalkan bertemu dengan Xi di Beijing pada bulan April. Rencananya diawali oleh Presiden Perancis Emmanuel Macron, disusul oleh Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, dan Wakil Presiden Komisi Eropa Josep Borrell.(afp/reuters/kompas.com/fan)