Prabowo Dan Sentilan Kelapa Dalam Pidato Munas Golkar XI
Prabowo Subianto (Foto: Ist)
Opini oleh: Jerry F. G. Bambuta
Forum Literasi Masyarakat
Sulut24.com, OPINI - Dalam forum munas Golkar XI yang di selenggarakan di Jakarta Convention Centre, Prabowo berkesempatan menyampaikan pidato yang di sampaikan dengan berapi-api dengan campuran candaan yang memancing gelak tawa audiens. Dalam pidatonya, Prabowo membentang potensi-potensi strategis yang di miliki Indonesia. Dengan sebuah harapan dan optimisme, bahwa sekian banyak potensi strategis tersebut bisa menjadi "dongkrak ekonomi" yang signifikan bagi ekonomi rakyat secara nasional.
Dalam satu penggalan kalimat pidatonya, Prabowo mengutip salah satu potensi strategis yaitu potensi kelapa nasional. Mendengar hal tersebut membuat saya salut karena terucap dari mulut seorang presiden terpilih yang tak lama lagi akan di lantik menggantikan Jokowi. Ada harap kali ini yang terbersit, semoga saja nasib para petani kelapa Indonesia akan lebih "manusiawi" untuk di perhatikan pemerintah pusat. Dan ketika di atensi dari kebijakan pemerintah pusat, maka pemerintah daerah pun mutlak konsekuen menerapkan di setiap daerah secara konsekuen.
Saya sepakat dengan penyampaian Prabowo dalam pidatonya. Hal ini bukan tanpa alasan bahwa potensi kelapa Indonesia sangat strategis. Data Badan karantina pertanian (barantan) di kutip oleh situs indonesia Baik dalam artikelnya bertajuk "Kelapa Indonesia, Tanaman Sejuta Manfaat Yang Mendunia", setidaknya ada 13 ragam komoditi turunan kelapa yang laris di pasar global, misalnya pasar Asia, Eropa, Australia, Afrika, Amerika Utara dan Amerika Selatan.
Di kutip dalam situs yang sama juga, data kementerian pertanian tahun 2017, luas areal perkebunan kelapa Indonesia menurut pulau adalah sebagai berikut, pulau Sumatera mencapai 1,05 juta Ha, Pulau Jawa mencapai 787,67 ribu Ha, Pulau Sulawesi mencapai 781,23 ribu Ha. Selanjutnya, Pulau Papua dan Maluku, Bali dan Nusa Tenggara serta Kalimantan sebanyak 376,64 ribu Ha, 273,09 ribu Ha dan 203,94 ribu Ha.
Dengan areal perkebunan seluas itu, seharusnya kita menjadi salah satu lumbung kelapa terbesar, bukan saja terbesar di Asia Tenggara tapi dunia. Sayangnya, dari sekian banyak presiden berganti, tak sedikit petani kelapa Indonesia masih terhimpit dengan ekonomi yang memprihatinkan. Harga kopra yang kerap tiarap dan ongkos produksi kopra yang terus membengkak membuat kondisi ekonomi petani kelapa "resesi" di tengah pasar kelapa global yang mengalami "resepsi".
Sulawesi Utara yang kerap di sebut "rumah besar Prabowo" saat Pilpres kemarin memiliki logo daerah "kelapa". Bahkan, Sulawesi Utara kerap di sebut sebagai "bumi nyiur melambai" karena vegetasi mayoritas di dominasi oleh perkebunan kelapa. Data Provinsi Sulawesi Utara yang di kutip dan di publikasi oleh media tribun Manado tanggal 2 Juli 2023, bahwa total areal kelapa Sulut mencapai luas 266.034,66 Ha.
Dari kutipan data di atas, areal perkebunan kelapa terbesar Sulut ada di Minahasa Selatan mencapai 46.401,00 Ha. Selanjutnya, Minahasa Utara mencapai luas 38.477,19 Ha, Minahasa Tenggara mencapai luas 33.570,41 Ha. Sangihe mencapai luas 25.440,28 Ha dan Talaud mencapai 22.382,34 Ha. Total areal perkebunan Kelapa Sulut di atas bersentuhan langsung dengan basis ekonomi akar rumput, dalam hal ini masyarakat petani kelapa.
Dengan kata lain, potensi kelapa Sulut bisa di sebut sebagai sektor ekonomi rakyat yang sifatnya mayoritas. Jika kita berkomitmen membuat potensi kelapa nasional benar-benar menjadi salah satu "prime mover" ekonomi, maka tak bisa di pisahkan dari komitmen konsisten membangun kesejahteraan ekonomi akar rumput, dalam hal ini basis masyarakat petani kelapa.
Melalui kebijakan pemerintah pusat dan daerah, tak bisa lagi mematok kebijakan sebatas "market observer" terhadap potensi kelapa lokal. Hanya berperan sebatas riset untuk kebutuhan tabulasi dan publikasi data statistik. Atau malah, pemerintah daerah malah hanya menjadi "market broker" bagi penguasa modal melakukan monopoli pasar kelapa dan merugikan masyarakat petani kelapa lokal.
Jerry F. G. Bambuta (Foto: Dok Pribadi)
Jika ucapan Prabowo benar-benar adalah "cuplikan" dari sekian banyak kebijakan menuju visi "Indonesia Emas". Maka, pemerintah pusat harus mendesak pemerintah daerah di setiap wilayah lumbung kelapa. Pemerintah daerah harus berperan sebagai "market regulator" terhadap potensi kelapa lokal. Misalnya, dengan membangun perusahaan daerah (prusda) yang terhubung langsung dengan pasaran ekspor. Dengan demikian, petani lokal masih punya pasar alternatif ketika harga kelapa dan turunannya anjlok.
Dengan adanya margin ekspor, akan membuat perusahaan daerah (prusda) cukup leluasa menyeimbangkan harga kelapa lokal. Praktek monopoli kelapa dari para penguasa modal akan bisa di cegah. Distribusi harga kelapa lokal akan lebih berimbang. Setidaknya, para petani lokal bisa menjadi "tuan di tanah sendiri", dan bukannya malah menjadi "babu di tanah sendiri". Karena jika hal ini masih sulit di nikmati para petani kelapa di periode ini, maka saya khawatir, visi menuju "INDONESIA EMAS" terancam menjadi visi "INDONESIA LEMAS".