Hati-Hati Kedapatan Terlibat Politik Uang Bisa Dipenjara Minimal 3 Tahun
Ilustrasi (Foto: Ist)
Sulut24.com, MANADO - Menjelang pemungutan suara pada Pilkada 2024 politik uang masih menjadi permasalahan yang paling rawan.
Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Aditya Perdana mengatakan bahwa modus politik uang semakin canggih sehingga perlu menjadi perhatian serius m Bawaslu RI.
“Hati-hati maraknya politik uang yang dilakukan dengan cara konvensional ataupun digital," kata Aditya, dikutip dari tempo.co
Ia berpandangan bahwa banyak masyarakat bersikap permisif terhadap praktik politik uang.
“Bahkan di antara yang setuju tersebut pun akan memilih orang yang memberikan uang. Ini menunjukkan potensi politik uang akan tetap tinggi mempengaruhi pilihan pemilih nanti,” kata Aditya.
Pengamat politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Prof Sukri Tamma berpandangan bahwa politik uang membuka ruang terjadinya tindak pidana korupsi.
"Politik uang itu adalah hal yang selalu terjadi, dan ini menjadi catatan," tutur Sukri Tamma mengutip detikSulsel.
Sukri menilai politik uang selalu terjadi karena minimnya kesadaran masyarakat. Selain itu menurutnya kandidat yang terpilih akan memanfaatkan jabatannya untuk mengembalikan modalnya.
"Itu bisa membuka ruang untuk korupsi dan seterusnya. Ada pengeluaran yang sudah dikeluarkan, tentu tidak ada yang mau rugi misalnya, itu tidak hanya kembali modal tapi beserta untungnya. Maka dikhawatirkan itu akan jadi jalan untuk korupsi," jelas Sukri Tamma.
Menurutnya Pilkada merupakan tanggung jawab semua pihak dan demokrasi adalah milik masyarakat sehingga masyarakat harus turut mengambil peran dalam mengawal Pilkada berjalan sebagaimana mestinya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta, Benny Sabdo mengingatkan bahwa warga yang kedapatan terlibat politik uang, baik menerima maupun memberi, bisa dikenakan sanksi pidana, diantaranya dipenjara minimal 3 tahun.
"Politik uang ini kan sanksinya itu berat. Pertama, dia bisa dipenjara, minimal 36 bulan, maksimal 72 bulan. Lalu masih dikenakan denda, minimal Rp. 200 juta, maksimal Rp. 1 miliar," Benny, dikutip dari tempo.co. (fn)