Wamen Dikti Saintek Stella Christie: Riset di Indonesia Belum Mampu Hasilkan Inovasi yang Kompetitif dan Berkualitas
Wamen Dikti Saintek Stella Christie (Foto: Ist)
Sulut24.com, MANADO - Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan bidang riset dan inovasi guna mendorong pertumbuhan berbagai sektor.
Upaya tersebut mulai membuahkan hasil dimana berdasarkan Global Innovation Index (GII) 2024 Indonesia menempati posisi ke-61 dengan skor 30,3, naik dibandingkan tahun sebelumnya pada posisi ke-75.
Meski demikian Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamen Dikti Saintek) Republik Indonesia Stella Christie mengungkapkan bahwa saat ini riset di Indonesia belum mampu menghasilkan inovasi yang kompetitif dan berkualitas.
Wamen Stella Christie berpandangan bahwa hal tersebut membuat industri enggan untuk berinvestasi di bidang riset, padahal untuk menghasilkan riset yang kompetitif dan berkualitas diperlukan dana yang besar dan memerlukan kontribusi dari industri.
“Banyak dana yang dikeluarkan Kemendikti Saintek sebagai dana padanan, namun industri tidak mau, karena tidak yakin riset yang akan diinvestasikan adalah riset yang berkualitas,” ujar Wamen Stella Christie dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia ke-8 yang digelar oleh CNBC Indonesia bersama Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
Menurutnya minimnya riset yang berkualitas tersebut menjadi masalah yang perlu dipecahkan, dan dibtuhkan keterlibatan berbagai pihak untuk memberikan pandangan.
Wakil Dekan Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Tanti Novianti berpandangan bahwa banyak hal yang saling brkaitan untuk menghasilkan riset yang kompetitif.
Menurutnya, saat ini para periset lebih cenderung melakukan riset jangka pendek (Riset terapan) serta memiliki latar belakang keilmuan yang sama sehingga belum maksimal dalam meghasilkan penelitian yang beragam dan mejadi satu rangkaian.
“Berdasarkan temuan, kelemahan riset kita lebih ke parsial, dan bisa jadi ada kaitan dengan dana yang terbatas. Yang sering kali terjadi juga bidang keilmuanya lebih seragam, sehingga kolaborasi antar keilmuan menjadi sesuatu yang penting sehingga penelitian bisa menjadi lebih beragam yang menjadi satu rangkaian,” tutur Tanti Novianti.
Selain itu, menurut Novianti rumitnya birokrasi di Indonesia juga menjadi salah satu alasan pelaku industri enggan untuk ikut terlibat di bidang riset.
“Kenapa industri tidak mau terlibat, karena ketika nanti ada inovasi baru, ada hasil, kemudian mau dikomersialisasikan kesulitanya ada pada saat pengurusan, birokrasinya lama, sedangkan bagi industri waktu adalah uang,” ujar Tanti Novianti.
Ia berpandangan kalau kolaborasi riset dengan industri sangat penting, namun industri sering kali menolak kerana riset dinilai hanya memberikan dampak yang kecil. Ia pun berharap pemerintah dapat menemukan solusi untuk mendorong partisipasi industri di bidang riset.
Diketahui riset memiliki peran yang sangat penting untuk kemajuan sebuah negara karena riset memberikan landasan ilmiah dalam pengambilan keputusan, inovasi, dan pengembangan berbagai sektor.
Terdapat beberapa negara yang berhasil menunjukkan bahwa investasi dalam riset tidak hanya mendukung inovasi, tetapi juga meningkatkan daya saing global dan kualitas hidup masyarakat.
Negara-negara tersebut diantaranya Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Swedia. (fn)