KPK Telisik Aliran Dana Triliunan CSR BI ke Komisi XI DPR, Diduga Ada Penyimpangan
Gedung KPK (Foto: Ist)
Sulut24.com, MANADO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan penyimpangan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) yang disalurkan ke Komisi XI DPR RI. Dana yang dilaporkan mencapai angka triliunan rupiah ini diduga tidak digunakan sesuai dengan peruntukkannya.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, menyebutkan bahwa dana CSR tersebut diterima oleh seluruh anggota Komisi XI DPR melalui yayasan tertentu. Pernyataan ini diperoleh berdasarkan keterangan dari salah satu anggota DPR, Satori, yang tengah diperiksa terkait kasus tersebut.
Asep mengatakan, Rabu (22/1/2025), berdasarkan keterangan S, seluruh anggota Komisi XI menerima CSR yang kemudian ditampung di yayasan. Ini yang sedang kita dalami untuk memastikan aliran dan penggunaannya.
KPK menduga dana CSR yang semestinya digunakan untuk tujuan pembangunan, seperti pembangunan fasilitas umum atau sekolah, malah dialokasikan untuk kepentingan lain yang tidak sesuai.
Ia menambahkan kalau KPK menemukan data bahwa CSR ini digunakan oleh penyelenggara negara melalui yayasan yang seharusnya diperuntukkan untuk hal-hal tertentu, namun kenyataannya melenceng.
Tim penyidik KPK saat ini sedang memetakan siapa saja pihak yang bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan tersebut. Asep menegaskan bahwa jika dana CSR digunakan sesuai amanah, maka tidak akan dianggap sebagai pelanggaran.
Asep menegaskan kalau penerima menggunakan dana CSR tersebut sesuai peruntukkan, seperti untuk pembangunan sekolah maka dinilai tidak menyimpang. Namun menurutnya, fakta sementara menunjukkan ada penyimpangan.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO), Harianto Nanga, mengecam keras dugaan penyimpangan ini. Menurutnya, aliran dana CSR yang diselewengkan untuk kepentingan pribadi anggota dewan adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah masyarakat.
“CSR adalah dana yang seharusnya dikelola untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk memenuhi kepentingan elit politik. Jika dugaan ini benar, maka ini menunjukkan bahwa integritas sebagian penyelenggara negara semakin merosot,” tegas Harianto, Sabtu (25/1/2025).
Ia juga mendesak KPK untuk segera menuntaskan penyelidikan dan memastikan transparansi dalam penanganan kasus ini.
“KPK harus mengungkap seluruh pihak yang terlibat, termasuk yayasan yang dijadikan alat untuk menyalurkan dana tersebut. Jangan hanya berhenti pada anggota DPR, tapi gali hingga ke akar-akarnya,” imbuhnya.
Harianto menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap dana CSR, terutama yang melibatkan lembaga negara.
“Harus ada regulasi yang lebih ketat dan pengawasan langsung oleh lembaga independen agar kasus seperti ini tidak terulang. Jangan sampai dana yang semestinya digunakan untuk pembangunan malah menjadi sumber korupsi,” pungkasnya.
Selain itu, Harianto menambahkan, berdasarkan pengumpulan keterangan, beberapa bank telah merespons permintaan informasi LSM RAKO. Dari penjelasan yang diterima, pengelolaan CSR dilakukan di tingkat pusat, yang jelas berpotensi rawan disalahgunakan penggunaannya.
“Asas manfaat kepada masyarakat di sekitar perusahaan di daerah tidak dirasakan,” tegasnya. (fn)