LSM RAKO Nilai Permen PUPR No. 15 Tahun 2020 Hambat Transparansi, Berpotensi Lindungi Korupsi - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

LSM RAKO Nilai Permen PUPR No. 15 Tahun 2020 Hambat Transparansi, Berpotensi Lindungi Korupsi

Ketua LSM RAKO Harianto Nanga (Foto: Ist)

Sulut24.com, MANADO - Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) RAKO, Harianto Nanga, menilai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menghambat pencegahan korupsi melalui Peraturan Menteri (Permen) PUPR No. 15 Tahun 2020. 

Regulasi tersebut dinilai membatasi akses masyarakat terhadap informasi publik, khususnya terkait penggunaan anggaran negara dalam proyek infrastruktur.

Kritik ini mencuat dalam sengketa informasi publik terkait permintaan Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek pembangunan Jembatan Goyo CS di Bolaang Mongondow. LSM RAKO menyesalkan sikap Kementerian PUPR yang mengelola anggaran triliunan rupiah dari APBN namun dinilai tidak menjalankan prinsip transparansi.

Dalam kajiannya, Harianto Nanga menyoroti Pasal 20 Permen PUPR No. 15 Tahun 2020 yang mengatur persyaratan bagi pemohon informasi publik. Pasal tersebut menyebutkan bahwa hanya individu dengan dokumen identitas resmi seperti KTP, KK, SIM, atau paspor serta organisasi berbadan hukum yang telah disahkan Kementerian Hukum dan HAM yang dapat mengajukan permintaan informasi.

"Aturan ini menunjukkan adanya pembatasan akses terhadap informasi publik, khususnya terkait pelaksanaan belanja negara," ujar Harianto, Rabu (29/1/2025). 

Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang pada Pasal 4 menyatakan bahwa "Setiap orang berhak memperoleh informasi publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini."

Harianto menduga kebijakan ini dapat menjadi celah bagi penyalahgunaan anggaran dan berpotensi melindungi praktik korupsi. Ia menilai Kementerian PUPR seolah menerapkan standar ganda dalam transparansi anggaran.

"Kementerian yang seharusnya memastikan penggunaan APBN secara akuntabel justru membuat regulasi yang menghambat kontrol publik. Ini sangat merugikan upaya pemberantasan korupsi," tegasnya.

Selain bertentangan dengan UU KIP, kebijakan ini juga dinilai mengabaikan prinsip transparansi penggunaan anggaran sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 

"Aturan ini berisiko memperlebar ruang bagi koruptor dan memperlemah peran serta masyarakat dalam mewujudkan negara yang bebas korupsi," tambahnya.

LSM RAKO mendesak Kementerian PUPR untuk merevisi Permen No. 15 Tahun 2020 agar lebih sejalan dengan semangat keterbukaan informasi publik. 

Harianto menegaskan bahwa akses terhadap informasi anggaran merupakan hak masyarakat dan elemen penting dalam pengawasan terhadap penggunaan uang negara.

"Jika aturan ini dibiarkan, maka transparansi hanya menjadi jargon semata, sementara koruptor bisa semakin leluasa," pungkasnya. (fn)