Sengketa Informasi Pengembalian Kerugian Negara: BPK vs Inspektorat Manado, Siapa yang Benar? - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Sengketa Informasi Pengembalian Kerugian Negara: BPK vs Inspektorat Manado, Siapa yang Benar?


Lampiran dokumen bukti setor dari Inspektorat dan dokumen hasil audit dari BPK (Foto: Ist)

Sulut24.com, MANADO - Setelah melalui sidang sengketa informasi yang cukup melelahkan, Inspektorat Manado akhirnya menyerahkan bukti pengembalian kelebihan bayar sesuai dengan temuan BPK RI kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO).

Namun menurut Ketua RAKO Harianto Nanga terdapat perbedaan data yang disajikan antara Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Sulawesi Utara dan Inspektorat Manado terkait pengembalian kerugian negara dalam belanja APBD 2022.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun 2022 dengan nomor 13.B/LHP/XIX.MND/05/2023, ditemukan kekurangan pengembalian kelebihan bayar sebesar Rp 1.221.074.870,04 yang belum dikembalikan hingga semester I tahun 2024. Temuan ini mengindikasikan adanya potensi kerugian negara yang belum terselesaikan.

Namun, Inspektorat Manado membantah klaim tersebut dengan menunjukkan bukti setoran dari Bank SulutGo. Dalam dokumen tersebut, tercatat bahwa dana sebesar Rp1.221.074.870,04 telah disetorkan pada tanggal 9 November 2023. Perbedaan waktu pelaporan dan pencatatan ini menjadi titik perdebatan utama.

Ketidaksesuaian data ini memicu kekhawatiran akan potensi adanya informasi menyesatkan yang disebarkan oleh salah satu pihak. RAKO kemudian mulai mempertanyakan, apakah BPK RI yang dikenal sebagai lembaga yang memiliki integritas tinggi dalam mengaudit laporan keuangan negara yang memberikan informasi tidak akurat, ataukah Inspektorat Manado yang melakukan maladministrasi guna menutupi potensi pelanggaran pidana.

LSM RAKO selaku pihak yang merasa dirugikan dalam sengketa ini mengaku telah melayangkan surat resmi ke BPK RI Perwakilan Sulawesi Utara untuk meminta penjelasan langsung terkait temuan tersebut. Namun, hingga kini BPK belum memberikan tanggapan atas permintaan audiensi oleh LSM RAKO.

“Kami telah menyurat ke BPK RI Perwakilan Sulawesi Utara untuk meminta penjelasan langsung, tapi belum mendapatkan informasi kapan kami diterima,” ungkap Harianto, Minggu (2/2/2025).

Ia juga menegaskan bahwa jika dalam waktu dekat tidak ada respons dari BPK RI, RAKO akan mengajukan keberatan secara resmi dan membawa permasalahan tersebut ke ranah hukum dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. 

Harianto mengingatkan kalau terdapat sanksi pidana bagi lembaga publik yang dengan sengaja memberikan informasi palsu. Pasal 55 UU tersebut menyatakan bahwa, “Setiap orang yang dengan sengaja membuat informasi publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00.”

Sebagai lembaga yang berperan penting dalam pengawasan dan pengelolaan keuangan negara, BPK RI dan Inspektorat Manado diharapkan mampu menyelesaikan perbedaan data ini secara transparan dan profesional.

“Harapan kami, semua pihak dapat menjaga nama baik dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi masing-masing,” tutup perwakilan pihak yang bersengketa.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi lebih lanjut dari BPK RI maupun Inspektorat Manado mengenai permasalahan ini. (fn)