Aliansi Sulut Bergerak Soroti Revisi UU TNI: Ancaman bagi Demokrasi? - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Aliansi Sulut Bergerak Soroti Revisi UU TNI: Ancaman bagi Demokrasi?

Suasana aksi Aliansi Sulut Bergerak (foto: Sulut24/fn)

Sulut24.com, MANADO -  Pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Salah satu kelompok yang menyuarakan keberatannya adalah Aliansi Sulut Bergerak, yang menilai bahwa perubahan ini berpotensi mengancam demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia.

Aliansi Sulut Bergerak menilai bahwa revisi terhadap UU TNI No. 34 Tahun 2004 telah menghapus sejumlah batasan yang sebelumnya membatasi peran militer dalam urusan sipil dan politik. Padahal, reformasi 1998 bertujuan mengakhiri praktik Dwifungsi ABRI yang memungkinkan militer memiliki peran ganda dalam sektor sipil dan pertahanan.

Menurut aliansi ini, dengan dihapuskannya batasan-batasan tersebut, TNI berpotensi kembali terlibat dalam ranah sipil, membuka celah bagi intervensi militer dalam kehidupan politik dan birokrasi negara.

Selain substansi aturan yang dipermasalahkan, Aliansi Sulut Bergerak juga menyoroti cacat formil dalam penyusunan revisi UU TNI. Mereka mencatat dua pelanggaran utama dalam proses pembentukannya:

RUU TNI awalnya tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Namun, setelah diterbitkannya Surat Presiden RI (Supres) Nomor R-12/Pres/02/2025, RUU ini tiba-tiba diajukan ke dalam Prolegnas Prioritas 2025 tanpa alasan yang jelas. Keputusan ini dinilai sebagai langkah tergesa-gesa yang mengabaikan prinsip perencanaan yang matang dan transparansi publik.

Proses perumusan revisi UU TNI dinilai tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna. Aliansi Sulut Bergerak menyoroti bahwa pembahasan dilakukan secara tertutup di luar agenda resmi DPR, termasuk dalam forum tertutup di sebuah hotel. Kritik dari masyarakat pun diabaikan, meskipun berbagai elemen telah menyampaikan keberatannya.

Menurut Aliansi Sulut Bergerak, revisi UU TNI berpotensi memperlemah prinsip demokrasi dan supremasi sipil dengan beberapa konsekuensi serius. 

Dengan perluasan kewenangan TNI dalam urusan keamanan domestik, ada kekhawatiran bahwa militer dapat digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah. Dalih “keamanan nasional” bisa menjadi alat untuk meredam protes dan menghambat kebebasan sipil.

Revisi ini juga berpotensi membuat militer menjadi aktor utama dalam pengambilan keputusan di pemerintahan, menggeser peran teknokrat dan aparatur sipil negara. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi profesionalisme dan akuntabilitas dalam birokrasi.

Seharusnya, posisi TNI berada di bawah kontrol sipil dengan Presiden sebagai pemegang komando tertinggi. Namun, dengan perluasan kewenangan militer dalam revisi UU ini, ada kekhawatiran bahwa TNI dapat bertindak tanpa pengawasan yang memadai, membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan.

Aliansi Sulut Bergerak menyerukan agar pemerintah dan DPR meninjau ulang revisi UU TNI ini. Mereka menegaskan bahwa demokrasi harus tetap dijaga dan supremasi sipil tidak boleh dikorbankan demi kepentingan tertentu. Transparansi, partisipasi publik, serta kepatuhan terhadap prinsip hukum harus menjadi prioritas dalam setiap proses legislasi yang melibatkan institusi militer.(fn)