Optimisme CEO Pluang: IHSG dan Rupiah Melemah Bukan karena Fundamental, tapi Sentimen Pasar - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Optimisme CEO Pluang: IHSG dan Rupiah Melemah Bukan karena Fundamental, tapi Sentimen Pasar

CEO Pluang, Claudia Colonas (Foto: ist)

Sulut24.com, JAKARTA - CEO Pluang, Claudia Colonas, menegaskan bahwa pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah bukan disebabkan oleh faktor fundamental ekonomi, melainkan lebih dipicu oleh sentimen investor. Ia menekankan bahwa kondisi saat ini jauh berbeda dengan krisis ekonomi 1998, di mana utang dalam denominasi dolar AS sangat besar dan neraca perbankan dalam kondisi rapuh.

“Jika dibandingkan dengan 1998, banyak sekali utang dalam bentuk dolar AS yang cukup besar. Namun saat ini tidak demikian. Selain itu, cadangan devisa negara juga masih sangat kuat, sehingga penurunan pasar atau pelemahan rupiah lebih disebabkan oleh sentimen pasar,” ujar Claudia dalam dalam tayangan podcast di kanal Youtube Leon Hartono, Rabu (26/3/2025). 

Menurutnya, sentimen ini muncul akibat kekhawatiran investor, baik domestik maupun asing, terhadap arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru. Isu “Indonesia gelap” yang beredar di media sosial juga turut memperburuk persepsi pasar.

“Namun, ini adalah hal yang biasa terjadi. Setiap pergantian presiden atau perubahan kebijakan pasti akan menimbulkan gejolak. Tidak perlu panik, karena ketika kebijakan ekonomi pemerintah mulai terlihat hasilnya, dampak positif akan mulai terasa,” tambahnya.

Lebih lanjut, Claudia menjelaskan bahwa perbedaan signifikan antara kondisi saat ini dan krisis 1997-1998 salah satunya terletak pada kekuatan perbankan nasional. Jika dahulu sektor perbankan memiliki neraca yang lemah, saat ini perbankan Indonesia sudah jauh lebih kuat, sehingga kemungkinan terjadinya krisis ekonomi sangat kecil.

“Kita memang tidak bisa menghindari sentimen pasar yang sedang mengalami tekanan besar. Namun, jika kita lihat lebih dalam, tidak ada katalis utama yang benar-benar memicu penurunan IHSG secara drastis,” jelasnya.

Ia menyoroti bahwa trading halt sebelumnya terjadi saat krisis 1998 dan pandemi Covid-19, di mana IHSG jatuh secara signifikan. Namun, dalam situasi saat ini, tidak ada faktor pemicu yang jelas selain isu-isu negatif di media sosial.

Meski demikian, Claudia tetap optimistis terhadap pasar saham Indonesia. Menurutnya, penurunan harga saham saat ini justru menjadi momentum bagi para investor dan pebisnis untuk melakukan buyback atau pembelian kembali saham mereka. Hal ini, kata dia, merupakan sinyal kuat bahwa secara fundamental, banyak perusahaan tetap memiliki kinerja yang baik dan prospektif.

“Ini justru menjadi peluang bagi para investor. Banyak perusahaan bagus dan terpercaya yang sahamnya sedang mengalami penurunan harga. Ini saatnya bagi investor untuk melihat potensi jangka panjang,” pungkasnya. (fn)