Gubernur BI Dinilai Langgar UU Keterbukaan Informasi Publik, Ada Apa dengan Laporan CSR?
Suasana sidang sengketa informasi publik antara LSM Rakyat Anti Korupsi melawan Bank Indonesia (Foto: ist)
LSM RAKO menduga Bank Indonesia menutupi laporan pertanggungjawaban CSR yang semestinya terbuka sesuai UU No.14 Tahun 2008. Persidangan akan lanjut 20 Mei 2025.
Sulut24.com, MANADO - Bank Indonesia (BI) diduga melanggar Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), setelah menyatakan bahwa laporan pertanggungjawaban Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan informasi yang dikecualikan. Dugaan pelanggaran ini disampaikan Ketua LSM Rakyat Anti Korupsi (RAKO), Harianto Nanga, berdasarkan fakta dalam sidang sengketa informasi publik yang berlangsung pada Kamis, (8/5).
Dalam persidangan terbuka untuk umum antara LSM RAKO melawan Bank Indonesia, pihak BI menyatakan laporan pertanggungjawaban CSR sebagai dokumen yang tidak dapat dibuka untuk publik. Pernyataan ini sontak menuai kritik dari LSM RAKO, yang menilai sikap BI bertentangan langsung dengan pasal 14 UU KIP.
"Pasal 14 UU No.14 Tahun 2008 menyebutkan bahwa laporan tahunan, laporan keuangan, neraca, laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit wajib disediakan oleh badan usaha milik negara dan lembaga publik lainnya," tegas Harianto.
Ia menyayangkan sikap tertutup dari Bank Indonesia yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagai lembaga negara. Apalagi, menurutnya, mayoritas bank besar milik negara seperti Bank Sulut, BRI, Mandiri, BNI, hingga BTN secara terbuka menyediakan laporan CSR mereka kepada publik.
"Hanya Bank Indonesia yang menyatakan pertanggungjawaban CSR sebagai informasi yang dikecualikan. Kalau begitu, BI harus membatalkan UU No.14/2008 dulu agar bisa lolos," kata Harianto.
Persidangan ini dijadwalkan berlanjut pada 20 Mei 2025 dengan agenda mendengarkan tanggapan dari pihak BI selaku termohon. Sidang ini menjadi sorotan banyak pihak karena menyangkut hak publik atas informasi dan potensi pelanggaran undang-undang oleh institusi tertinggi di sektor keuangan nasional.
Kasus ini dipandang penting oleh pengamat kebijakan publik, mengingat CSR menyangkut pengelolaan dana yang semestinya digunakan untuk kepentingan sosial dan kesejahteraan masyarakat. (fn)