Jeritan Warga Kampung Pondol: Kami Butuh Tempat Tinggal dan Kehidupan - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Jeritan Warga Kampung Pondol: Kami Butuh Tempat Tinggal dan Kehidupan

Wulandari saat diwawancarai awak media (Foto: Sulut24/fn)

Puluhan warga terdampak penggusuran kehilangan tempat tinggal, dokumen penting, hingga masa depan anak-anak mereka.

Sulut24.com, MANADO - Tangis Wulandari pecah saat mengenang hari Kamis, 24 April 2025 hari yang bagi dirinya dan puluhan warga Kampung Pondol, akan selalu menjadi luka yang menganga. Tanpa sempat menyelamatkan barang-barang berharga, rumahnya digusur paksa oleh alat berat. Kini, ia dan keluarganya tinggal di posko darurat yang kabarnya juga akan segera digusur.

“Saya sudah tahu ada 14 rumah yang digugat, tapi tidak ada pemberitahuan bahwa rumah saya termasuk,” tutur Wulandari dengan suara lirih. Saat itu, ia sedang bekerja ketika menerima telepon mengejutkan rumahnya juga akan diratakan.

“Saya bahkan tidak sempat membereskan barang-barang. Saat sampai di lokasi, petugas dari PN langsung memaksa kami keluar. Saya sedang menggendong anak, tapi tetap disuruh pergi. Tidak ada waktu untuk menyelamatkan apa-apa,” lanjutnya, Kamis (8/5), usai menyampaikan aspirasi di kantor DPRD Provinsi Sulawesi Utara. 

Kisah tragis tak berhenti di situ. Wulandari menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana alat berat mulai merobohkan rumah-rumah warga, termasuk satu rumah yang masih dihuni oleh pasangan lansia.

Bagi warga Kampung Pondol, bukan hanya atap yang hilang, tapi juga masa depan. Anak-anak tidak bisa bersekolah karena seragam, tas, dan perlengkapan mereka tertimbun reruntuhan.

“Ijazah, akta kelahiran, Kartu Keluarga semua hancur karena disimpan di lemari yang ikut dirobohkan. Kami hanya sempat membawa pakaian di badan,” tambah Wulandari dengan suara tertahan.

Warga kini terpaksa tinggal di posko atau menumpang di rumah kerabat. Sebagian lainnya mencari kontrakan dengan sisa uang yang ada. Namun mereka tetap berharap, suara mereka akan didengar.

“Kami hanya ingin ganti rugi yang layak. Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami juga manusia. Kami butuh keadilan. Butuh tempat untuk hidup. Dan anak-anak kami butuh masa depan,” ucap Wulandari, mewakili jeritan warga lainnya. (fn)