Kekerasan terhadap Warga Sipil di Sudan Selatan Melonjak, 1.607 Korban dalam Tiga Bulan
Ilustrasi (Foto: ist)
UNMISS catat jumlah korban tertinggi sejak 2020, termasuk anak-anak dan perempuan yang terdampak kekerasan seksual berbasis gender.
Sulut24.com, Internasional, JUBA - Kekerasan terhadap warga sipil di Sudan Selatan meningkat tajam pada triwulan pertama 2025, dengan 1.607 orang menjadi korban, menurut laporan Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sudan Selatan (UNMISS).
Laporan mencatat 739 warga sipil tewas, 679 terluka, 149 diculik, dan 40 menjadi korban kekerasan seksual terkait konflik antara Januari hingga Maret 2025. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam periode tiga bulan sejak tahun 2020.
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Oktober–Desember 2024), jumlah korban meningkat 86 persen, korban tewas naik 110 persen, dan korban luka naik 94 persen. Peningkatan juga terjadi pada penculikan (naik dari 129 menjadi 149 kasus) dan kekerasan seksual berbasis konflik (naik dari 35 menjadi 40 kasus).
Negara Bagian Warrap mencatat jumlah korban tertinggi dengan 428 kematian dan 298 luka-luka. Central Equatoria mengalami lonjakan korban sebesar 260 persen dan jumlah penculikan tertinggi.
Anak-anak menjadi korban dalam jumlah signifikan, meningkat dari 114 menjadi 171 orang. Perempuan dan anak perempuan menyumbang 98 persen dari seluruh korban kekerasan seksual dan berbasis gender yang tercatat.
Sebanyak 66 persen kekerasan dikaitkan dengan milisi berbasis komunitas atau kelompok pertahanan sipil. Sementara pelaku yang tidak teridentifikasi atau oportunistik bertanggung jawab atas 22 persen. Kelompok bersenjata konvensional dan pihak-pihak konflik lainnya menyumbang 15 persen korban.
"Ini merupakan tanggung jawab utama pemerintah untuk melindungi warga sipil dan mencegah konflik," kata Guang Cong, Wakil Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk UNMISS. "Kami menyerukan upaya kolektif untuk mengatasi impunitas, menyelesaikan konflik melalui dialog, dan meminta pertanggungjawaban para pelaku."
UNMISS terus menjalankan ribuan patroli penjaga perdamaian melalui darat, udara, dan sungai, serta mendukung rekonsiliasi lokal, penguatan hukum, dan perluasan pengadilan keliling ke daerah terpencil.
Misi ini juga menekankan pentingnya keadilan dan akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional. (fn)