Pemerintah Usulkan Kenaikan Tarif Ojol hingga 15 Persen, Driver Desak Potongan Aplikator Dikurangi - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Pemerintah Usulkan Kenaikan Tarif Ojol hingga 15 Persen, Driver Desak Potongan Aplikator Dikurangi

Seorang driver ojek online sedang mengemudikan motor (Foto: Sulut24/fn)

Kemenhub tengah mengkaji usulan kenaikan tarif ojek online di tiga zona operasional, di tengah desakan pengemudi untuk menurunkan potongan platform.

Sulut24.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengusulkan kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 8 hingga 15 persen yang akan diberlakukan di seluruh wilayah operasional, menyusul permintaan dari pengemudi terkait peningkatan biaya operasional.

Kenaikan tarif tersebut masih dalam tahap kajian dan belum ditetapkan secara resmi. “Besaran tarif yang diusulkan antara 8 sampai 15 persen, disesuaikan dengan kondisi tiap zona,” kata Direktur Angkutan Jalan Kemenhub Ahmad Yani, dikutip dari Kompas.id, Rabu (3/7).

Zona yang dimaksud meliputi Zona I (Sumatera, Jawa non-Jabodetabek, Bali), Zona II (Jabodetabek), dan Zona III (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua).

Kelompok pengemudi ojol menyambut baik rencana ini, namun menuntut agar potongan dari aplikator seperti Gojek, Grab, dan Maxim dikurangi maksimal 10 persen. “Kalau tarif naik tapi potongan tetap besar, penghasilan kami tidak berubah. Yang untung justru aplikator,” ujar Ketua Umum Serikat Pengemudi Angkutan Indonesia (SPAI), Igun Wicaksono, dikutip RadarBali.JawaPos.com, Selasa (2/7).

Sementara itu, Komisi V DPR RI menyatakan belum menerima informasi resmi terkait usulan tersebut. “Kami belum pernah diajak rapat khusus membahas ini. Idealnya harus ada pembahasan bersama karena menyangkut kepentingan publik,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Ridwan Bae, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Rabu (2/7).

Menurut Kemenhub, pihaknya masih menunggu masukan dari para pemangku kepentingan termasuk aplikator dan asosiasi pengemudi sebelum keputusan final diambil. “Kami masih menggelar forum diskusi untuk mencari titik temu antara kepentingan driver, konsumen, dan aplikator,” ujar Ahmad Yani seperti dilansir Liputan6.com, Selasa (1/7).

Rencana kenaikan tarif ini muncul di tengah meningkatnya biaya operasional harian, termasuk harga bahan bakar dan perawatan kendaraan. Berdasarkan data Asosiasi Pengemudi Online, pendapatan bersih driver ojol rata-rata hanya mencapai Rp 3.500–Rp 4.000 per kilometer setelah potongan aplikasi.

Sebelumnya, pada Mei 2025, ribuan pengemudi ojol menggelar aksi di sejumlah kota besar menuntut revisi tarif dasar dan pembatasan komisi platform digital. Aksi ini juga mendorong pemerintah membuka ruang evaluasi terhadap tarif dan sistem pembagian pendapatan.

Kebijakan tarif ojol terakhir kali direvisi oleh Kemenhub pada tahun 2022 melalui Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 564/2022. Regulasi tersebut kini dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi ekonomi dan inflasi terbaru.

Ahli kebijakan transportasi dari INSTRAN, Deddy Herlambang, mengingatkan bahwa kenaikan tarif harus dibarengi dengan evaluasi menyeluruh terhadap struktur pendapatan driver. “Tarif naik tapi biaya potongan aplikator tetap tinggi, itu tidak akan menyelesaikan masalah utama,” ujarnya dilansir dari Kompas.id, Selasa (2/7).

Kemenhub menargetkan kajian akan rampung dalam beberapa pekan ke depan, dengan penyesuaian yang mempertimbangkan daya beli masyarakat dan keberlanjutan layanan. (fn)