Mengenal Sekoci Penyelamat di Kapal dan Konsekuensi Hukumnya - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Mengenal Sekoci Penyelamat di Kapal dan Konsekuensi Hukumnya

Ilustrasi sekoci penyelamat (Gambar : ist)

Alat Penolong Jiwa Jadi Kewajiban, Pelanggaran Dapat Berujung Sanksi.

Sulut24.com, MANADO - Sekoci penyelamat atau life raft merupakan peralatan wajib di kapal yang berfungsi menyelamatkan awak dan penumpang saat terjadi keadaan darurat di laut. Alat ini dirancang untuk mengembang secara otomatis ketika dilempar ke air dan menjadi tempat perlindungan sementara hingga bantuan datang.

Setiap kapal diwajibkan menyediakan sekoci sesuai kapasitas orang di atas kapal. Kewajiban ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran serta peraturan internasional SOLAS (Safety of Life at Sea). Aturan tersebut menegaskan bahwa keselamatan jiwa di laut menjadi prioritas utama dalam setiap pelayaran.

Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat berujung pada sanksi hukum. Pasal 302 UU Pelayaran mengatur pidana penjara maksimal lima tahun dan/atau denda hingga Rp600 juta bagi kapal yang tidak memenuhi standar keselamatan. Selain itu, kapal juga dapat ditahan di pelabuhan atau ditolak masuk ke wilayah perairan internasional.

Dalam kondisi darurat, awak kapal memiliki prosedur standar untuk mengoperasikan life raft:

1. Melepaskan wadah sekoci dari pengikatnya di dek kapal.

2. Melemparkan wadah ke laut di sisi yang aman dari kapal.

3. Menarik painter line (tali pengaktif) dengan kuat untuk membuka tabung CO₂.

4. Menunggu sekoci mengembang otomatis dalam hitungan detik.

5. Menstabilkan posisi sekoci dengan jangkar laut kecil (sea anchor).

6. Membantu penumpang naik melalui tangga atau ramp yang tersedia.

7. Memastikan perlengkapan survival kit siap digunakan selama menunggu pertolongan.

Pengalaman penggunaan sekoci terbukti menyelamatkan nyawa dalam sejumlah kecelakaan laut. Pada 2018, puluhan penumpang KM Lestari Maju yang karam di perairan Sulawesi Selatan berhasil bertahan hidup setelah mengungsi ke sekoci penyelamat sebelum akhirnya dievakuasi tim SAR. Kasus serupa juga tercatat di Filipina pada 2023, ketika sebuah kapal feri terbakar di tengah laut dan lebih dari 100 orang selamat berkat penggunaan life raft.

Data International Maritime Organization (IMO) mencatat bahwa kelalaian terhadap alat keselamatan masih menjadi faktor penyumbang insiden laut di kawasan Asia. Pada 2023, terdapat 1.967 insiden kapal, dengan 12 persen di antaranya terkait minimnya alat penolong jiwa.

Indonesia sebagai negara kepulauan telah meratifikasi aturan internasional tersebut. Dengan demikian, penyediaan sekoci penyelamat bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga langkah vital untuk melindungi nyawa setiap orang di laut. (fn)