LMND Sulut: Gelar Pahlawan untuk Soeharto Harus Dikaji, Masih Ada Luka HAM yang Belum Sembuh
Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Sulawesi Utara, Alpianus Tempongbuka (Foto: ist)
Ketua LMND Sulawesi Utara menilai pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional belum layak karena masih ada pelanggaran HAM yang belum terselesaikan dan dampak ekonomi Orde Baru yang membebani rakyat.
Sulut24.com - Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Sulawesi Utara, Alpianus Tempongbuka, menilai wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, perlu dipertimbangkan secara matang.
Ia menyoroti masih adanya persoalan hak asasi manusia (HAM) yang belum tuntas sejak masa pemerintahan Orde Baru.
“Pengangkatan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional perlu dipertimbangkan. Masih banyak pihak yang menunggu kepastian tentang kehilangan sejumlah aktivis. Contohnya seperti perjuangan Aksi Kamisan yang hingga kini masih menuntut kejelasan kasus pelanggaran HAM,” ujar Alpianus, Sabtu (8/11).
Menurutnya, gelar pahlawan seharusnya diberikan kepada sosok yang benar-benar berjuang mengeluarkan bangsa dari ketertindasan, bukan sekadar menjalankan tugas kedinasan.
“Perjuangan Soeharto dalam menjalankan Tiga Komando Rakyat merupakan bagian dari tugas militer, dan untuk hal itu sudah ada penghargaan tersendiri dalam dunia militer,” tambahnya.
Alpianus juga menyoroti kebijakan pembangunan nasional di era Soeharto yang dikenal dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
Ia menilai, program tersebut meski membawa kemajuan infrastruktur, juga meninggalkan beban ekonomi yang besar bagi rakyat.
“Pembangunan di masa beliau melalui Repelita memang terlihat masif, tetapi juga menimbulkan dampak ekonomi. Utang negara membengkak, harga bahan pokok naik, dan lingkaran kekuasaan saat itu justru menumpuk kekayaan,” kata Alpianus.
Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto mencuat menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 November.
Sejumlah tokoh dan organisasi masyarakat menyampaikan pandangan beragam, sebagian mendukung karena menilai Soeharto berjasa dalam pembangunan nasional, sementara lainnya menolak dengan alasan masih adanya catatan pelanggaran HAM pada masa pemerintahannya. (fn)

