RAKO Laporkan Dugaan Kelebihan Bayar di Dua SKPD Bolmong ke Polda Sulut - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

RAKO Laporkan Dugaan Kelebihan Bayar di Dua SKPD Bolmong ke Polda Sulut

Surat tanda terima laporan oleh Humas Polda Sulawesi Utara (Foto: Dok RAKO)

Laporan resmi diserahkan ke Humas Polda Sulut, RAKO sebut temuan berasal dari fakta persidangan dan berencana menggugat seluruh inspektorat terkait TGR.

Sulut24.com, MANADO - Ketua LSM Rakyat Anti Korupsi (RAKO) Harianto Nanga resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi berupa kelebihan bayar pada Dinas Perhubungan dan Badan Kesbangpol Kabupaten Bolaang Mongondow ke Polda Sulawesi Utara, Jumat (28/11), melalui surat bernomor 03/LP/SUS/RAKO/XI/2025 yang diterima bagian Humas Polda Sulut.

RAKO menyerahkan dokumen pendukung yang berisi temuan indikasi kerugian keuangan negara sebelum laporan tersebut dicatat oleh Humas. 

Laporan ini menyasar dua SKPD yang disebut memiliki temuan kelebihan bayar berdasarkan dokumen persidangan terkait sengketa informasi publik.

Harianto mengatakan temuan tersebut pertama kali muncul dalam fakta persidangan di Komisi Informasi Publik Sulawesi Utara. 

“Fakta ini menjadi peringatan bagi seluruh SKPD di Sulawesi Utara. Yang masih memiliki TGR dan belum menyelesaikan, kami akan kejar,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa RAKO menargetkan langkah hukum lebih luas pada tahun 2026. 

“Semua inspektorat akan kami gugat terkait pengembalian TGR yang belum diselesaikan. Jika rekomendasi BPK tidak dipatuhi, kami akan membawa ke ranah hukum,” kata Harianto.

Menurutnya, tindakan RAKO bertujuan memastikan tidak ada potensi kerugian negara yang dibiarkan tanpa penyelesaian. 

“Apa yang kami lakukan semata-mata untuk mencegah kerugian negara. Jika semua potensi kerugian yang belum dikembalikan dikumpulkan, jumlahnya ratusan miliar,” tambahnya.

Dalam regulasi nasional, kewajiban pengembalian kerugian negara melalui Tuntutan Ganti Rugi (TGR) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tuntutan Ganti Kerugian terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara dan Pejabat Lain, serta Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 

Aturan ini menegaskan bahwa setiap kerugian negara wajib dipulihkan, dan pejabat yang lalai dapat dikenai tuntutan perbendaharaan maupun sanksi administratif.

Apabila kewajiban tersebut tidak dijalankan dan terdapat unsur perbuatan melawan hukum, kasus dapat ditingkatkan menjadi tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001. 

Pasal 3 dan Pasal 2 UU Tipikor menyebutkan bahwa pejabat yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan kerugian negara dapat dipidana penjara hingga 20 tahun, disertai denda hingga Rp 1 miliar.

Dalam kondisi tertentu, pembiaran atas kerugian negara dapat dinilai sebagai turut serta, penyalahgunaan kewenangan, atau perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, sehingga masuk dalam ranah pertanggungjawaban pidana, bukan lagi administratif atau perdata. (fn)