Kematian Mahasiswi UNIMA Ungkap Dugaan Kelalaian Kampus, GPS: Kekerasan Seksual di Kampus Sulut Darurat - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Kematian Mahasiswi UNIMA Ungkap Dugaan Kelalaian Kampus, GPS: Kekerasan Seksual di Kampus Sulut Darurat

Kematian Mahasiswi UNIMA Ungkap 

Koordinator GPS, Pdt. Ruth Ketsia (Foto: ist)

GPS Desak Proses Hukum Transparan dan Evaluasi Satgas PPKPT di Perguruan Tinggi Sulawesi Utara.

Sulut24.com, MANADO - Gerakan Perempuan Sulawesi Utara (GPS) menyoroti lemahnya penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi setelah seorang mahasiswi Universitas Negeri Manado (UNIMA), Tondano, ditemukan meninggal dunia di tempat kosnya, diduga mengalami trauma akibat pelecehan seksual oleh dosen, sementara laporan korban sebelumnya disebut lambat ditangani oleh pihak kampus.

Koordinator GPS, Pdt. Ruth Ketsia, mengatakan kekerasan seksual di perguruan tinggi kerap terjadi dalam relasi kuasa yang timpang antara dosen atau pimpinan kampus dengan mahasiswi, sehingga korban berada pada posisi rentan dan sulit mendapatkan perlindungan.

“Kekerasan seksual di kampus adalah fenomena yang nyata. Pelakunya bisa mahasiswa, dosen, staf administrasi, bahkan pimpinan perguruan tinggi. Relasi kuasa sering dipakai untuk menekan dan mengancam korban,” kata Ruth dalam pernyataan tertulis, Selasa (30/12).

Menurut GPS, lahirnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 merupakan pengakuan negara atas meningkatnya kasus kekerasan seksual di kampus. 

Namun, regulasi tersebut kemudian digantikan oleh Permendikbud Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT), yang dinilai menghilangkan fokus spesifik pada kekerasan seksual.

“Hilangnya kata ‘seksual’ menimbulkan kesan bahwa kekerasan seksual tidak lagi dianggap urgen,” ujar Ruth.

GPS menilai sejumlah satuan tugas kampus yang sebelumnya bernama Satgas PPKS dan kini menjadi Satgas PPKPT tidak menjalankan fungsi secara optimal, bahkan disebut abai dalam menindak pelaku.

Kasus di UNIMA kembali memicu perhatian publik Sulawesi Utara setelah korban, seorang mahasiswi Program Studi PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan, ditemukan tewas. 

Informasi yang beredar menyebut korban telah melaporkan dugaan pelecehan seksual kepada pimpinan dan satgas kampus, namun proses penanganannya dinilai lamban.

GPS menyebut terdapat indikasi bahwa terduga pelaku telah berulang kali melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswi lain. 

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado juga menyampaikan bahwa dalam kasus serupa sebelumnya di kampus yang sama, tidak terdapat respons serius dari satgas kampus.

“Satgas kampus tidak memiliki perspektif korban,” kata perwakilan LBH Manado, seperti dikutip GPS.

GPS menegaskan kekerasan seksual merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang harus diproses sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan tidak cukup diselesaikan secara internal kampus.

Organisasi tersebut mendesak pimpinan UNIMA untuk memastikan proses hukum berjalan tanpa hambatan serta meminta Kepolisian Daerah Sulawesi Utara mengusut kasus ini secara transparan hingga tuntas.

“Kampus harus menjamin ruang aman bagi mahasiswa. Tidak boleh ada toleransi terhadap kekerasan seksual, siapa pun pelakunya,” kata Ruth.

GPS menyatakan akan terus mengawal kasus ini bersama jejaring pendamping korban hingga pelaku diproses secara hukum dan diberikan sanksi maksimal sesuai ketentuan yang berlaku. (fn)