Mahasiswi Unima Tewas, GAN Sulut Siap Gugat Kampus yang Abaikan Perlindungan
Ketua Garuda Astacita Nusantara Ancam Gugatan Class Action terhadap Kampus yang Abaikan Perlindungan Mahasiswa.
Sulut24.com, MANADO - Maraknya dugaan pelecehan seksual di lingkungan kampus Sulawesi Utara kembali menjadi sorotan publik setelah seorang mahasiswi Universitas Negeri Manado (Unima) ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di Tomohon, Selasa (30/12), dalam kasus yang diduga bunuh diri akibat tekanan psikologis.
Korban berinisial MM (21), mahasiswi aktif Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) angkatan 2022 asal Kabupaten Kepulauan Sitaro, sebelumnya dilaporkan pernah mengajukan aduan dugaan pelecehan seksual terhadap seorang dosen berinisial DM, berdasarkan keterangan tertulis yang dibuat sebelum kematiannya.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Garuda Astacita Nusantara, Harianto Nanga, menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus tersebut dan menilai dunia pendidikan telah gagal melindungi mahasiswa dari tindakan predator seksual.
“Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat menempa akhlak dan mental justru dikotori oleh oknum pendidik bermental brengsek. Ini sudah menjadi rahasia umum,” kata Harianto kepada wartawan, Rabu (31/12).
Harianto menyebutkan bahwa dugaan pelecehan seksual juga sebelumnya dilaporkan terjadi di Unsrat dan IAIN Manado, menandakan lemahnya sistem pencegahan dan penindakan di lingkungan perguruan tinggi.
“Sering kali yang dikorbankan adalah mahasiswa, sementara pelaku melenggang bebas dengan alasan sudah damai. Padahal dalam statuta kampus, pelecehan terhadap mahasiswa merupakan pelanggaran berat,” ujar Harianto.
Harianto menilai pimpinan universitas terlalu fokus mengejar peringkat dan predikat institusi, namun mengabaikan keselamatan, kenyamanan, dan perlindungan mahasiswa, khususnya perempuan, di wilayah kampus.
“Kami akan melakukan gugatan class action (gugatan perwakilan kelompok) terhadap kampus-kampus yang mengabaikan keselamatan dan perlindungan mahasiswa jika para predator tidak diseret ke meja hukum,” tegasnya.
Menurutnya, langkah hukum tersebut diperlukan untuk menimbulkan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
“Jangan tunggu ada mahasiswa bunuh diri baru dilakukan penindakan. Seharusnya sejak awal sudah ada pencegahan, pemberhentian, atau tindakan hukum yang tegas,” kata Harianto.
Kasus ini kembali memicu desakan publik agar kampus-kampus di Indonesia memperkuat mekanisme pencegahan kekerasan seksual serta menerapkan sanksi tegas terhadap pelaku, sesuai dengan peraturan internal dan kebijakan nasional perlindungan korban. (fn)

