Keluarga Lasaheng-Sigarlaki Status ODP, Dikucilkan, Akhirnya Tinggal Di Hutan Dan Tidur Diatas Mobil
Keluarga Lasaheng-Sigarlaki berteduh di mobil saat hujan |
Sulut24, Minahasa Utara - Satu lagi kejadian yang sedikit
memilukan dan cukup memukul mental satu keluarga yang dikucilkan karena stigma
rasa kuatir berlebihan masyarakat di tetangga keluarga tersebut tentang Orang
dalam pemantauan (ODP), akhirnyapun Keluarga Lasaheng-Sigarlaki asal Desa
Winetin, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, terpaksa
harus tinggal mengisolasikan diri hingga tidur di dalam mobil yang diparkir
diperkebunan, Kamis (16/4/2020).
Keluarga ini mengisahkan apa yang mereka alami, berawal saat
Dinas Kabupaten Minahasa Utara mendatangi rumah mereka beberapa waktu lalu,
Saat itu juga satgas Dinas Kesehatan memakai Alat Pelindung Diri (APD) lengkap
untuk tugas pemeriksaan.
“ini dilakukan oleh satgas dinkes, karena ada pasien positif
Covid-19 yang rumahnya jaraknya tak jauh dari rumah kami dan kami langsung
dikategorikan ODP,” terang Sigarlaki.
Ibu rumah tangga yang juga pedagang warung sembako ini,
meceritakan pula sambil mengelus dada, sejak kejadian itu, suasana di
lingkungan rumah kami sudah menjadi lain dan banyak perubahan terjadi,
semisalnya dagangan Warung sembako ini yang dibuka setiap harinya, tidak lagi
didatangi tetangga dan pembeli sudah
menjadi sepi, padahal, hari-hari sebelum kejadian ini, warung keluarga
Lasaheng Sigarlaki ini, cukup ramai pembeli, “Kita deng paitua sempat baku
tanya kiapa dari pagi sampai malam so nda ada satupun orang yang datang
babelanja, pa torang pe warung, nda rupa sebelumnya torang pe warung ramai
terus , paitua cuma menggeleng kepala,” ucap mama tercinta Meilany ini
Lanjutnya lagi, ia dan keluarganya tak pernah berpikir
tetangga dan kerabatpun menjadi aneh, bahkan semakin hari sepertinya dikucilkan
oleh masyarakat sekitar, dan semakin kami sekeluarga merasa tidak nyaman lagi
tinggal dirumah kami sendiri, ketika ada pembagian bantuan dari Pemerintahpun
tidak lagi mendapatkan bantuan.
“Kami mulai menyadari bahwa ini sudah tidak nyaman lagi
tinggal dirumah kami ini, hukum tua di desa kamipun waktu saat kami kasih tahu
belum dapat bantuan, iapun menjawab dari kejauhan, dan kami merasa terasing
dikampungku sendiri, " katanya. " Dengan melihat keadaan ini kami
keluarga berembuk untuk pindah sementara, dan tinggal di hutan kebun, daripada
selalu dikucilkan,” ujar Sigarlaki.
Baca Juga :
Peduli Warga, PT. BMW Bagikan 1000 Paket Sembako
Baca Juga :
Peduli Warga, PT. BMW Bagikan 1000 Paket Sembako
Dan cerita kelurga ini pun memilih tinggal di hutan, setelah
pasien positif Covid-19 di desanya meninggal diakuinya, mereka sekeluarga
merasa ketakutan, akhirnya memilih untuk tinggal di hutan inipun sudah dua kali
pindah tempat, pertama di pinggiran sungai, karena kuatir air akan meluap,
mereka kemudian pindah ke area jauh dari sungai, dan ditempat inilah hingga
sekarang meteka tinggal.
"Sekalipun sedikit terganggu dengan nyamuk dan rasa dingin,
tapi biarlah sambil menunggu situasi menjadi lebih baik, biarlah kami
mengisolasikan diri dan bertahan disini," ungkapnya
Sementara pengamat sosial Sulut Stenly Sendouw, setelah
mengetahui kejadian tersebut, ia sendiri merasa heran pemerintah setempat tidak
ada krpeduliannya, apa lagi hukum tuanyapun tidak mengetahui tentang penanganan
dan tidak paham dengan status Orang dalam pengamatan (ODP), begitu juga
pemerintah kecamatan dan kabupaten Minut terkesan menyepelekan hal tersebut.
"Saya sangat prihatin dengan kejadian yang terjadi pada
Keluarga Lasaheng-Sigarlaki, sebenarnya tidak perlu terjadi kalau pemerintah
mensosialisasikan tentang penanganan Covid-19," sembur Sendouw, Sabtu (18/4/2020)
Sambil mempertegas akan melakukan langkah untuk bertemu
dengan Bupati Minut." Kami mendesak Bupati Minut jangan tutup mata hal
seperti ini, dan kami meminta agar keluarga tersebut dapat kembali tinggal
dirumahnya, dan kami akan pantau terus," tegas Tokoh Muda yang juga menjabat sebagai Panglima Laskar Santiago.
(tim-red)