Gerakan Kurva Landai, Jadi Solusi Penurunan Angka Kasus
Wiku Adisasmito - Ketua Tim Pakar
Percepatan Penanganan COVID-19
|
Sulut24.com Jakarta - Ketua Tim Pakar Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa cara untuk mengurangi angka penambahan kasus COVID-19, adalah dengan melakukan “Gerakan Kurva Landai”, yang melibatkan kepedulian semua orang untuk tidak tertular dan menulari virus SARS-Cov_2 atau corona jenis baru.
“Maka kita harus tau dan paham bahwa satu-satunya cara untuk
melandaikan kurva adalah memastikan bahwa kita tidak menularkan (virus) dan
orang lain tidak menularkan kepada kita dengan mengubah perilaku,” ujar Wiku
dalam dialog yang mengambil tema “Gerakan Kurva Landai” di Media Center Gugus
Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (9/5).
Tentunya hal tersebut harus diimbangi dengan perubahan
perilaku dan kesadaran masing-masing untuk melakukan anjuran protokol kesehatan
seperti mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, jaga jarak,
menggunakan masker dan menjaga imunitas tubuh.
Wiku optimis apabila seluruh masyarakat melaksanakan
“Gerakan Landai Kurva” maka Indonesia segera terbebas dari penularan virus
corona jenis baru tersebut.
“Kalau kita semua melakukan hal yang sama, maka virus itu
tidak akan mampu menulari antar manusia,” jelas Wiku.
Berbicara mengenai waktu dan siapa yang dapat mengendalikan
kurva tersebut, menurut Wiku adalah semua orang
“Sebenarnya yang bisa melandaikan termasuk kapannya adalah
kita semua. Kita harus bersama-sama bergerak,” tambah Wiku.
Menurut data yang dikumpulkan dalam platfrom data Bersatu
Lawan COVID-19 maka didapatkan gambaran bahwa gejala yang paling umum apabila
seseorang terinfeksi virus adalah adalah batuk, kemudian demam, sakit
tenggorokan, gangguan pernafasan dan letih lesu.
“Batuk ini yang paling tinggi. Kemudian demam,” jelas Wiku.
Selain itu gambaran lainnya adalah faktor usia. Data yang
selama ini diperoleh bahwa ternyata usia rentan adalah di atas 45 tahun.
Kasus-kasus yang meninggal ada dalam parameter usia tersebut dengan prosentase
hingga 85 persen, dan yang paling banyak di di atas 60 tahun.
Kemudian ada pula faktor komobiditas atau penyakit penyerta
yang kemudian membuat seseorang mudah tertular dan memperparah keadaan adalah
hipertensi, diabetes melitus, jantung, paru-obstruktif kronis. Sehingga dalam
hal ini setiap orang harus berperan aktif untuk menjaga diri dan melindungi
mereka yang memilki riwayat penyakit penyerta.
“Harus betul-betul berhati-hati. Anggota masyarakat lainnya
harus turut melindugi bagi mereka yang memiliki penyakit penyerta,” imbau Wiku.
Berdasarkan catatan sekitar 60 persen yang positif adalah
berjenis kelamin laki-laki dan sisanya adalah perempuan. Laki-laki menjadi
kelompok paling rentan karena mobilitas tinggi daripada perempuan.
"Maka dari itu kita harus jaga jarak dan harus
disampaikan (dengan data) seperti ini,” pungkas Wiku. (rdy)
Sumber : Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional