Kematian Wabup Sangihe Dinilai Janggal, JATAM Dorong Polisi Lakukan Penyelidikan - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Kematian Wabup Sangihe Dinilai Janggal, JATAM Dorong Polisi Lakukan Penyelidikan

Jenazah Wakil Bupati Kepulauan Sangihe Helmud Hontong SE  saat tiba di Pelabuhan Tahuna (Foto: Ist)

Sulut24.com, JAKARTA - Kematian Wakil Bupati (Wabup) Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut), Helmud Hontong SE, menyisakan tanda tanya. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bahkan menganggap janggal dan misterius.

Helmud Hontong tutup usia saat terbang dari Denpasar, Bali, ke Makassar. Helmud menumpangi pesawat JT740 dengan nomor kursi 25E. Soal kejanggalan dan misterius yang disampaikan JATAM tersebut masih diberitakan sejumlah media. Apalagi Helmud disebut sempat mengeluarkan darah dari mulut dan hidung.

Seperti dilansir detikNews, Jumat (11/6/2021), belakangan Helmud disebut sempat mengirim surat pembatalan izin tambang PT. Tambang Mas Sangihe ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah Ismail, menilai kematian Helmud janggal. Karena itu, dia mendorong kepolisian melakukan penyelidikan.

Merah menilai kematian yang mendadak Helmud ini mengagetkan dan misterius. Dia mengaitkan kematian Helmud dengan sikap penolakannya terhadap tambang di Sangihe.

"Ini mengagetkan. Kedua, misterius dan agak janggal kematiannya. Kenapa seperti itu? Karena dia ini kan menjadi sorotan, high profile karena dia ini kepala daerah yang menolak tambang juga. Bahkan dia juga mengirim surat ke ESDM. Suratnya juga sudah beredar," kata Merah sebaimana dilansir detiknewd, Jumat (11/6/2021) pukul 22.32 WIB.

"Ini janggal karena dia sehat-sehat aja, tapi tiba-tiba mendadak kolaps," lanjutnya. Merah mengatakan Helmut adalah sosok yang high profile. Maka itu, menurutnya, penyelidikan atas kematian Helmut harus dilakukan.

"Dia high profile juga, jadi bagi kita ini janggal. Kita mendesak agar otoritas terkait melakukan penyelidikan. Dalam hal ini pemerintah, penegak hukum, termasuk Komnas HAM," tegasnya.

Seperti dilansir sejumlah media, belakangan Helmud disebut sempat mengirim surat pembatalan izin tambang PT Tambang Mas Sangihe ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Surat pembatalan izin tambang itu diketahui dikirim Helmut kepada Kementerian ESDM pada 28 April lalu. Namun Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Sangihe Harry Wollf mengaku tidak tahu banyak tentang isi surat tersebut. Malah surat itu baru diketahui setelah viral di media sosial (medsos).

"Pemerintah tidak ada (mengirim surat pembatalan izin tambang PT Tambang Mas Sangihe). Dalam kapasitas pemerintah. Mungkin beliau itu menyurat dalam kapasitas pribadi," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Sangihe Harry Wollf ketika dimintai konfirmasi detikcom, Jumat (11/6/2021).

Harry enggan berkomentar lebih banyak soal surat pembatalan izin tambang itu. "Karena memang tidak dalam pencatatan pemerintahan, jadi Pemda tidak berikan komen lebih. Mungkin itu (surat) dalam kapasitas pribadi," katanya lagi.

Harry juga menegaskan Helmud meninggal dunia ketika sedang perjalanan dinas, bukan terkait penolakan izin tambang seperti yang beredar.

"Dari sisi Pemda tidak melihat itu dalam suatu keterkaitan. Karena beliau berangkat dalam menjalankan tugas. Ada surat tugasnya dia ke Bali," jelasnya.

Soal tambang di Sangihe, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta mencabut izin usaha pertambangan (IUP). Masyarakat takut kehadiran tambang akan merusak alam hingga mengancam masyarakat yang tinggal di Pulau Sangihe.

Permintaan ini disampaikan lewat petisi online di situs change.org. Hingga Jumat (11/6/2021) per pukul 14.23 WIB, terlihat sudah lebih dari 56.300 orang yang menandatangani petisi tersebut.

Petisi itu berjudul Sangihe Pulau yang Indah, Kami TOLAK Tambang!. Pihak yang tanda tangan petisi itu terus bertambah. Di situs tersebut tertulis 'petisi ini menjadi salah satu petisi paling banyak ditandatangani di Change.org'.

Petisi itu dibuat oleh Save Sangihe Island (SSI), yang terdiri dari Badan Adat Sangihe, Yayasan Suara Nurani Minaesa, WALHI Sulut, YLBHI-LBH Manado, KNTI-Sangihe, Perkumpulan Sampiri Sangihe, Burung Indonesia, Forwas, FPMS, Kopitu Sangihe, AMAN Sangihe, IMM-Sulut, GAMKI Sangihe, Pemuda GMPU, Komunitas Seni Visual Secret, GP Ansor Sangihe, LMND Sulut, Gapoktan Organic Sangihe, AMPS, Kesatuan Pemuda Pegiat Budaya Sangihe, Kesatuan Kapitalaung (Kepala Desa) Menolak Tambang Sangihe, MPA Anemon, KPA Mangasa Ngalipaeng, KPA Spink, Sangihe Drivers Club, dan Sanggar Seriwang Sangihe.

SSI memohon kepada Jokowi agar IUP dari perusahaan tambang di Pulau Sangihe bisa dicabut. Mereka mengenang Jokowi yang pernah datang ke salah satu pulau terluar Indonesia tersebut.

"Sebagaimana Bapak Presiden Jokowi tentu tahu kondisi kami karena sudah pernah datang menginjakkan kaki di Kepulauan Sangihe. Sehingga kami mendesak kepada Bapak Presiden Joko Widodo, agar memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencabut Ijin Usaha Pertambangan Produksi PT. Tambang Mas Sangihe, membatalkan ijin lingkungan oleh Dinas PTSP Provinsi Sulawesi Utara, dan membiarkan pulau kami tetap seperti saat ini," demikian isi petisi tersebut.

Selain kepada Jokowi, petisi itu juga ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Arifin Tasrif, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono,serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

Dalam petisi itu, disebutkan telah keluar IUP tambang SK Produksi bernomor 163.K/MB.04/DJB/2021 dengan luas konsesi sebesar 42 ribu hektare. SSI menyebut luas konsesi tersebut mencapai setengah dari luar Pulau Sangihe.

Jenazah Helmut Hontong dibawa ke Kepulauan Sangihe dengan kapal laut, Kamis (10/6/2021) malam. Tiba di Sangihe, jenazah dijemput ribuan masyarakat. Pemakaman rencananya dilakukan Senin (14/6/2021).

Terkait kematian Helmud, Ajudan Wabup, Harmen Rivaldi Kontu mengatakan Wabup Helmut sempat memberitahukan kepadanya jika sudah merasa pusing. Pada saat itu, dia diminta untuk menggosokkan minyak kayu putih di bagian belakang dan leher.

"Sekitar 5 menit itu saya lihat bapak langsung tersandar. Saya panggil dan kore-kore (colek, red) namun sudah tidak ada respons lagi. Saya langsung panggil pramugari, namun tetap bapak tidak ada respons. Kemudian keluar darah lewat mulut. Tak lama kemudian darah keluar dari hidung," kata Harmen.

Harmen mengatakan, setelah keluar darah, ada seorang pramugari yang meminta bantuan. Menurut dia, pramugari tersebut menanyakan apakah ada dokter atau tenaga medis yang ikut dalam penerbangan itu. Kata Harmen, karena ada dokter, makanya Wabup Helmud langsung dibawa ke bagian belakang untuk mendapatkan penanganan medis.

"Saat itu nadi bapak dipompa supaya ada pernapasan, tapi bapak memang ndak (tak) ada respons. Terus mereka mengecek nadi bapak, kan mau tahu detak jantung, tapi mulai melambat," jelasnya.

Selain itu, Harmen yang duduk di samping Wabup Helmud itu mengatakan, tindakan terakhir yang diambil dokter di dalam pesawat yaitu diberikan suntikan guna memacu jantungnya. Namun nadinya tak ditemukan akhirnya pemberian suntikan dibatalkan.

Tak lama setelah landing, Wabup Helmut langsung ditangani pihak dokter dari Bandara Hasanudin Makassar. Menurutnya, setelah diperiksa dokter kemudian menjelaskan jika Wabup Helmud telah meninggal dunia. (ah/*)