LSM Rakyat Anti Korupsi Desak Direksi BUMN Hadir dalam Sidang Komisi Informasi
Suasana sidang komisi informasi antara ketua LSM RAKO Harianto Nanga dengan perwakilan salah satu BUMN (Foto: ist)
Sulut24.com, MANADO - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO) terus mengawal transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) oleh perusahaan di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam persidangan Komisi Informasi, Ketua LSM RAKO Harianto Nanga menegaskan bahwa sejumlah direksi BUMN harus hadir untuk memberikan keterangan terkait dugaan pelanggaran keterbukaan informasi publik.
LSM RAKO sebelumnya telah mengajukan permintaan informasi kepada sejumlah bank dan perusahaan BUMN yang beroperasi di wilayah Sulawesi Utara.
Di antara perusahaan yang diminta keterangannya adalah Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, Bank BSI, Bank BTN, Bank SulutGo, PT. Pegadaian, PT. Telkom, dan PT. Pertamina Patra Niaga.
Namun, berdasarkan fakta persidangan dalam sengketa informasi publik, perusahaan-perusahaan tersebut enggan memberikan informasi mengenai pertanggungjawaban penggunaan dana CSR/TJSL. Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, khususnya Pasal 14 ayat (1) huruf c, informasi terkait TJSL merupakan informasi yang wajib disediakan oleh badan publik.
Harianto menilai penolakan perusahaan-perusahaan BUMN untuk memberikan informasi TJSL semakin menguatkan dugaan adanya indikasi perbuatan melawan hukum yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Oleh karena itu, dalam persidangan di Komisi Informasi, Harianto meminta majelis komisioner untuk menghadirkan beberapa direksi BUMN yang bertanggung jawab atas pelaksanaan TJSL.
Dana TJSL yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat luas diduga disalahgunakan untuk kepentingan kelompok atau pihak tertentu.
Beberapa bentuk pelanggaran yang kerap terjadi dalam pengelolaan TJSL antara lain penyalahgunaan dana dimana dana TJSL digunakan untuk kepentingan pribadi, politik, atau kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan awal serta korupsi dan Mark-up dimana anggaran TJSL dimanipulasi melalui penggelembungan harga atau proyek fiktif, yang melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Harianto menegaskan akan terus berjuang untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi serta mengawal kebijakan Presiden Prabowo Subianto dan Gubernur Sulawesi Utara dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.
“Penyalahgunaan dana TJSL bukan hanya merugikan negara, tetapi juga menghambat kesejahteraan masyarakat yang seharusnya menerima manfaat dari program ini,” ujar Harianto.
Harianto berharap Komisi Informasi dapat memberikan putusan yang adil serta memastikan setiap badan publik, termasuk BUMN, patuh terhadap prinsip keterbukaan informasi sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. (fn)