May Day di Sulut, Seremoni Kosong di Tengah Derita Buruh - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

May Day di Sulut, Seremoni Kosong di Tengah Derita Buruh

Salah seorang orator aksi kamisan saat menyampaikan orasi (Foto: Sulut24/fn)

Eksploitasi buruh, PHK sepihak, dan upah di bawah UMP masih terjadi masif di Sulawesi Utara. Aksi Kamisan Manado menilai negara gagal melindungi buruh.

Sulut24.com, MANADO - Hari Buruh Internasional atau May Day di Sulawesi Utara kembali diperingati dengan seremoni formal tanpa makna perjuangan yang nyata. Di tengah parade dan pidato seremonial, ribuan buruh masih hidup dalam bayang-bayang eksploitasi dan ketidakadilan struktural.

“Buruh di Sulut bekerja lebih dari delapan jam per hari, tapi masih dibayar di bawah Upah Minimum Provinsi. Ini adalah bentuk pelanggaran hak yang dilegalkan lewat Undang-Undang Omnibus Law,” ungkap salah seorang orator aksi Kamisan Manado, saat melakukan aksi di Tugu Zero Point Manado, Rabu (1/5).

Menurut Aksi Kamisan Manado, Omnibus Law bukan hanya mempermudah praktik pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, tetapi juga memperlemah posisi buruh dalam bernegosiasi. Dalam setahun terakhir, sedikitnya 50 buruh di sektor manufaktur dan retail di Sulawesi Utara mengalami PHK tanpa pesangon.

“Kami mendampingi sejumlah kasus PHK sepihak. Perusahaan tinggal keluarkan surat, tanpa peringatan, tanpa pesangon. Negara diam saja,” tambah orator.

Masalah yang dihadapi buruh perempuan pun tak kalah pelik. Banyak perusahaan tercatat mengabaikan hak cuti hamil dan melahirkan.

Aksi Kamisan Manado juga menyebut sebagian serikat buruh justru berkompromi dengan kepentingan pengusaha, mengabaikan mandat utama mereka: memperjuangkan hak buruh.

Tragedi yang menimpa Marsinah aktivis buruh yang dibunuh usai menuntut upah layak pada era Orde Baru masih relevan hingga hari ini. Spirit perjuangan Marsinah seolah hilang dalam praktik perlindungan buruh yang kian melemah.

“Kasus Marsinah bukan hanya sejarah kelam. Ia simbol kegagalan negara dalam memastikan keadilan industrial yang seharusnya jadi fondasi pembangunan,” katanya.

Aksi Kamisan Manado menyerukan agar May Day tidak lagi dijadikan panggung seremoni. Sebaliknya, ia harus menjadi titik balik bagi solidaritas lintas sektor dan penguatan perjuangan kelas pekerja.

“Selama hukum memihak pemodal, dan negara abai terhadap pengawasan, buruh tak akan pernah merdeka,” pungkasnya. (fn)