Bukan AGK, Ini Pihak yang Disebut Paling Bertanggung Jawab Soal Dana Hibah
Santrawan Totone Paparang saat memberikan keterangan pers usai sidang (Foto: ist)
Kuasa Hukum AGK: “GMIM sebagai Lembaga, Bukan Klien Kami, yang Sepatutnya Dimintai Pertanggungjawaban”
Sulut24.com, MANADO - Gugatan praperadilan terkait dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara kepada Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) memasuki babak akhir. Kuasa hukum Asiano Gemmy Kawatu (AGK), mantan pejabat Pemprov Sulut yang kini ditahan, menegaskan bahwa pihak yang paling bertanggung jawab atas perkara ini adalah Yayasan GMIM sebagai lembaga penerima dana hibah, bukan klien mereka.
Santrawan Totone Paparang, koordinator tim kuasa hukum AGK, menyatakan bahwa pihaknya siap menerima putusan hakim praperadilan, apa pun hasilnya.
“Menang atau kalah bukan tujuan utama kami. Yang penting adalah membuktikan kepada publik tindakan hukum yang benar,” ujarnya usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Rabu (11/6/2025).
Santrawan menyebut GMIM sebagai badan hukum merupakan entitas utama dalam proses ini karena dana hibah ditransfer langsung ke rekening yayasan milik Sinode GMIM. Ia menekankan bahwa AGK, kala itu menjabat sebagai Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Sulut, tidak memiliki peran sebagai pelaku perjanjian pemberian atau penerimaan hibah.
“Peran beliau hanya sebagai saksi, bukan pengambil keputusan atau pelaku utama,” katanya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan mengapa mantan Gubernur Sulut, Olly Dondokambey, sebagai pihak yang menyetujui pencairan dana hibah, tidak ikut diselidiki atau dijadikan tersangka.
“Justru klien kami yang tidak terlibat dalam proses substantif, malah dikorbankan,” tambah Santrawan.
Hanafi Saleh, salah satu kuasa hukum lainnya, memperkuat argumen tersebut dengan menegaskan bahwa tidak ada bukti konkret yang menunjukkan AGK terlibat dalam tindak pidana korupsi dana hibah tersebut.
“Selama proses persidangan, tidak ada satu pun bukti maupun keterangan ahli yang mampu menjelaskan sejauh mana keterlibatan klien kami,” jelas Hanafi.
Senada dengan itu, pengacara lain dari tim kuasa hukum, Zemmy Leihitu, menekankan bahwa dalam aspek hukum pidana, tanggung jawab atas dana hibah terletak pada pemberi dan penerima, bukan pihak lain yang hanya terlibat secara administratif.
Santrawan juga menyebutkan adanya preseden hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, di mana korporasi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus serupa. Hal ini menjadi dasar kuat bagi tim hukum AGK untuk meyakini bahwa penetapan tersangka terhadap klien mereka adalah langkah yang tidak tepat secara hukum. (fn)