Pelapor Diproses Hukum, RAKO Serukan Stop Lapor Kasus Korupsi
Aktivis RAKO desak perlindungan hukum bagi pelapor korupsi dan minta Kapolri serta Dewan Pers turun tangan
Sulut24.com, MANADO - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Anti Korupsi (RAKO) menyoroti lemahnya perlindungan hukum terhadap pelapor kasus korupsi di Indonesia, menyusul diprosesnya Ketua RAKO Harianto Nanga sebagai pelapor oleh kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik.
Kasus ini bermula dari laporan dugaan korupsi alih fungsi kawasan hutan lindung di Desa Wineru yang disampaikan RAKO ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dan diteruskan ke Kejaksaan Agung, namun berujung pada kriminalisasi terhadap pelapornya.
"Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, khususnya pelapor kasus korupsi, hanya sebatas syair tanpa realisasi konkret di lapangan," kata Ketua RAKO, Harianto Nanga, dalam pernyataan tertulis, Jumat (27/6).
RAKO mengungkapkan bahwa produk jurnalistik yang digunakan sebagai bagian dari pelaporan justru dijadikan dasar oleh penyidik Polres Minahasa Utara untuk memproses pelapor secara pidana.
Menurut Nanga, seharusnya sengketa tersebut diselesaikan melalui Dewan Pers, bukan aparat penegak hukum.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam surat bernomor R/1798/PM.00.01/30-35/05/2025 tertanggal 7 Mei 2025, menyatakan kasus pencemaran nama baik tersebut di luar kewenangan mereka dan menyarankan pelapor membawa kasusnya ke instansi berwenang sesuai aturan.
"Untuk itu, kami sarankan agar laporan dapat disampaikan kepada instansi yang berwenang yaitu Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," tulis KPK dalam surat yang ditujukan kepada Ketua RAKO.
Namun demikian, Polres Minahasa Utara tetap memproses laporan pencemaran nama baik tersebut.
RAKO menilai tindakan ini mengabaikan ketentuan lex specialis yang melindungi karya jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri.
"Ini bisa menjadi preseden buruk terhadap kebebasan berpendapat dan semangat pelaporan kasus korupsi, jika seperti ini kami serukan untuk stop laporkan kasus korupsi" ujar Nanga.
RAKO mendesak Kapolri dan Dewan Pers untuk mengevaluasi penanganan kasus ini.
Organisasi ini juga menegaskan pentingnya perlindungan hukum yang memadai bagi pelapor korupsi guna mendorong partisipasi publik dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), pelapor korupsi kerap menghadapi risiko intimidasi, gugatan hukum, hingga kekerasan fisik, terutama ketika tidak mendapat perlindungan dari lembaga berwenang. (fn)