Adolf Binilang Ungkap Prinsip Pergeseran Anggaran Daerah: Pilihan, Bukan Kewajiban
Ir. Adolf S. Binilang (Foto: ist)
Mantan Sekda Talaud jelaskan prinsip tata kelola APBD dan risiko keterlambatan perubahan anggaran.
Sulut24.com, TALAUD – Ir. Adolf S. Binilang, mantan birokrat Kabupaten Kepulauan Talaud yang pernah menjabat Sekretaris Daerah sekaligus Plt. Bupati Kepulauan Talaud periode 2019–2020, menyampaikan pandangan mengenai tata kelola pemerintahan dan pengelolaan anggaran daerah.
Dalam keterangannya, Adolf menegaskan bahwa tata kelola pemerintahan meliputi dua aspek penting, yakni tata kelola perencanaan dan tata kelola keuangan. Keduanya, kata dia, merupakan satu kesatuan.
“Setiap perencanaan anggaran selalu berangkat dari dokumen perencanaan seperti RPJP, RPJMD, RKPD, dan Perubahan RKPD sebelum lahirnya perubahan APBD. Di tingkat OPD, dasar perencanaan dituangkan dalam Renstra dan RKA,” ujar Binilang, Sabtu (4/10).
Menurut Adolf, untuk mendukung tugas pokok dan fungsi kelembagaan pemerintahan daerah, pemerintah memberi dukungan pembiayaan melalui APBN, APBD, maupun APBDes. Namun, ia menambahkan bahwa tidak semua penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan pembiayaan.
“Ada kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat yang bisa berjalan tanpa biaya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Adolf menerangkan bahwa dalam daerah otonom, dukungan pembiayaan bersumber dari dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan desentralisasi. Dana transfer pusat serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilegitimasi secara formal dalam bentuk Perda maupun Perkada.
Ia menegaskan bahwa APBD induk yang disahkan pada awal tahun masih bersifat asumsi. Dalam perjalanannya, bisa saja muncul peraturan baru, adanya SILPA, koreksi administrasi, maupun refocusing sesuai arahan pusat. Kondisi ini, katanya, membuka ruang untuk dilakukan pergeseran anggaran, yang kemudian dilegitimasi dalam bentuk Perkada.
“Ruang pergeseran anggaran boleh dilakukan, boleh juga tidak. Jika tidak dilakukan, maka PPKD akan memberi pemberitahuan kepada OPD terkait akun-akun yang dibatasi penggunaannya. Pemulihannya akan dilakukan saat perubahan APBD,” ujarnya.
Menurutnya, perubahan APBD bersifat pilihan, bukan kewajiban.
“Jika tidak dilakukan perubahan, maka APBD induk tetap berlaku dengan pagu Januari–Desember, dengan ketentuan realisasi anggaran harus berdasarkan dana riil yang masuk di Kasda, serta pembatasan yang ditetapkan PPKD,” jelas Binilang.
Adolf mengingatkan bahwa perubahan APBD paling lambat disahkan tanggal 30 September. Ketepatan waktu akan memberi insentif dari pemerintah pusat berupa Dana Insentif Daerah (DID).
“Namun, bila melewati batas waktu, meski masih sah selama tahun anggaran berjalan, konsekuensinya bisa memengaruhi kinerja daerah dan mengurangi peluang mendapat DID,” katanya.
Ia menekankan bahwa perubahan APBD dengan adanya Perda APBD-P merupakan pemulihan semua akun dalam APBD induk menjadi APBD riil yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Perubahan APBD dengan adanya Perda APBD-P adalah pemulihan semua akun dalam APBD induk menjadi APBD riil yang dapat dipertanggungjawabkan,” tegas Binilang.
Adolf juga memberikan contoh teknis mengenai pergeseran anggaran:
APBD Induk: Kegiatan A = Rp 100 juta
Dilakukan Pergeseran: Dari Kegiatan A digeser ke A1 = Rp 25 juta, A2 = Rp 25 juta
Kondisi setelah pergeseran (dalam dokumen pergeseran):
Kegiatan A = Rp 50 juta
Kegiatan A1 = Rp 25 juta
Kegiatan A2 = Rp 25 juta
Total tetap Rp 100 juta (tidak berubah)
Ia menambahkan bahwa dalam aplikasi SIMDA, pada APBD induk tetap tercatat Rp 100 juta di kegiatan A, karena secara hukum APBD induk belum berubah. Pergeseran ini hanya akan tampak terurai secara resmi dalam APBD Perubahan jika disahkan.
Adolf menekankan prinsip penting dalam pergeseran anggaran. Menurutnya, tidak boleh menambah kegiatan baru di luar yang ada dalam APBD Induk, tidak boleh mengurangi atau mengubah total pagu anggaran APBD Induk, dan pergeseran hanya mengatur alokasi internal antar rincian kegiatan atau objek belanja. Dasar pelaksanaannya, kata dia, tetap harus ada dokumen resmi berupa Perkada atau Perubahan APBD.
Sebagai penutup, Adolf menyarankan jika ada masalah dalam pengelolaan keuangan daerah, langkah bijak adalah berkonsultasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulut.
“Komitmen, ketulusan, keikhlasan, dan kesungguhan adalah kunci keberhasilan,” pungkasnya. (ep)