Pengemudi Truk Keluhkan Dampak Zero ODOL, Pendapatan Turun hingga 50 Persen
Supir truk logistik saat saat memarkirkan kendaraan untuk beristirahat (Foto: Sulut24/fn)
Kebijakan pembatasan muatan kendaraan dinilai menekan penghasilan sopir logistik karena tarif sewa angkutan belum disesuaikan dengan biaya operasional.
Sulut24.com, MANADO - Kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (Zero ODOL) yang diterapkan pemerintah berdampak pada penurunan pendapatan pengemudi truk logistik di rute Manado–Luwuk, Sulawesi Utara–Sulawesi Tengah. Para sopir mengeluhkan tarif angkutan yang rendah dan tidak sebanding dengan biaya operasional harian.
Fajri, salah satu pengemudi truk logistik Manado–Luwuk, mengatakan pendapatan sopir berkurang drastis sejak kebijakan Zero ODOL diberlakukan. Menurutnya, tarif sewa angkutan barang belum mengalami penyesuaian meski muatan kendaraan dibatasi.
“Pada kondisi muatan standar, hasil yang diterima sopir hanya cukup untuk disetorkan kepada pemilik kendaraan tanpa ada keuntungan lebih,” kata Fajri di Manado, Senin (13/10).
Fajri menjelaskan, jika membawa muatan sesuai aturan, penghasilan kotor mencapai sekitar Rp 9 juta per bulan, namun setelah dikurangi biaya bahan bakar, setoran kendaraan, dan ongkos penyeberangan kapal, sisa bersih hanya sekitar Rp 2–3 juta.
“Kalau membawa muatan di atas standar, sopir bisa memperoleh penghasilan bersih Rp 3-4 juta per bulan,” tambahnya.
Keluhan serupa disampaikan Iwan Asapa, pengemudi lain di jalur yang sama. Ia menyebutkan bahwa banyak sopir kini berada dalam tekanan ekonomi karena penghasilan menurun, sementara biaya operasional meningkat.
“Membawa muatan sesuai aturan sering kali tidak menutupi biaya harian seperti bahan bakar dan perawatan kendaraan. Akibatnya, keuntungan yang diterima sangat kecil,” ujarnya.
Iwan menambahkan, sebagian pengemudi tetap memilih mematuhi aturan Zero ODOL, namun beberapa lainnya terpaksa menambah muatan untuk menjaga penghasilan tetap stabil.
Kebijakan Zero ODOL mulai digencarkan pemerintah untuk mengurangi kerusakan infrastruktur jalan dan meningkatkan keselamatan lalu lintas. Aturan ini melarang kendaraan angkutan barang melebihi batas dimensi dan beban yang telah ditetapkan.
Namun, pengemudi berharap pemerintah meninjau kembali penerapan kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan penyesuaian tarif sewa angkutan agar sesuai dengan beban kerja dan biaya operasional di lapangan.
“Penyesuaian tarif bisa menjadi solusi agar sopir tetap patuh aturan tanpa mengorbankan kesejahteraan,” kata Iwan.
Menurut data Kementerian Perhubungan, program Zero ODOL telah diterapkan secara bertahap sejak 2023 dengan target kepatuhan penuh di seluruh wilayah pada 2025. Pemerintah juga tengah menyiapkan mekanisme insentif dan sosialisasi untuk mendukung transisi kebijakan di sektor logistik. (fn)