Aksi Peringatan Hari HAM di Manado: Massa Desak Tuntaskan Pelanggaran HAM dan Kekerasan Terhadap Perempuan - <!--Can't find substitution for tag [blog.Sulut24]-->

Widget HTML Atas

Aksi Peringatan Hari HAM di Manado: Massa Desak Tuntaskan Pelanggaran HAM dan Kekerasan Terhadap Perempuan

Seorang demonstran menyampaikan orasi, sementara peserta lainnya memegang kertas karton yang bertuliskan sejumlah kritikan kepada pemerintah (Foto: Sulut24/fn) 

Sulut24.com, MANADO - Puluhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) menggelar aksi unjuk rasa di depan Mapolda Sulut, Selasa (10/12/2024) dalam rangka peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Hari HAM Internasional yang jatuh pada 10 Desember 2024.

Demonstran, yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat dan aktivis HAM, mendesak pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menghentikan dan menyelesaikan pelanggaran HAM, korupsi di tubuh Polri, serta kekerasan terhadap perempuan dan masyarakat sipil.

"Prabowo-Gibran harus menyelesaikan pelanggaran HAM di Indonesia," ujar salah satu orator.

Pada aksi tersebut demonstran menyentil kinerja Polri dimana berdasarkan Index Mundi pada Mei 2024, Polri disebutkan sebagai lembaga paling korup di Asia Tenggara dan peringkat ke-18 dunia.

Hal ini membuat kepercayaan publik semakin terkikis, ditambah lagi adanya kasus-kasus yang melibatkan oknum anggota Polri seperti dugaan pembunuhan Afif Maulana di Padang serta skandal Ferdy Sambo.  Demonstran menjadikan Reformasi Polri sebagai salah satu tuntutan utama dalam aksi kali ini.


Demonstran juga menyoroti penempatan 592 prajurit TNI di jabatan sipil sejak 2019, termasuk 29 posisi yang dinilai ilegal. Hal ini dianggap menghambat penyelesaian pelanggaran HAM berat yang melibatkan TNI. 

Mereka menuntut agar TNI kembali ke fungsi pertahanan negara dan tidak menduduki jabatan sipil.

Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Konflik Agraria Proyek PSN dan KPSN turut disoroti sebagai penyebab konflik agraria dan kerusakan ekosistem. 

Konsorsium Pembaruan Agraria mencatat 115 konflik agraria sepanjang 2020-2023 yang berdampak pada lebih dari 8.500 keluarga. Demonstran meminta agar PSN yang merugikan masyarakat dihentikan.

Budaya patriarki dan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan, disabilitas, dan kelompok LGBT dinilai menjadi pemicu kekerasan dan ketidakadilan. 

Demonstran menuntut kebijakan berbasis GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

"Masyarakat mendorong negara agar berperspektif GEDSI, hal ini agar sesuai amanah sila kelima Pancasila yakni "Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Negara tidak boleh meninggalkan satu golongan, baik dari berbagai gender, kondisi fisik dan psikis, dan latar belakang sosial. Sehingga setiap orang di Indonesia berhak bersumbangsih terhadap kemajuan bangsa dan negara," tandas salah satu orator. 

Adapun tuntutan utama Demonstran pada aksi tersebut adalah :

1. Segera bubarkan Polri atau minimal bisa mereformasi birokrasi Polri.

2. Menolak jabatan strategis TNI Aktif pada lembaga sipil dan memerintahkan agar TNI kembali ke barak.

3. Hentikan proyek PSN dan KPSN yang telah membuat rakyat menderita.

4. Negara wajib berspektif GEDSI untuk menjalankan fungsinya demi kesejahteraan rakyat.

5. Hentikan genosida terhadap masyarakat Papua dan biarkan mereka menentukan nasibnya sendiri.

6. Hentikan dan tuntaskan kasus kasus pelanggaran HAM.

7. Hentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

(fn)